Enjoy! Jangan lupa support dengan vote dan komentar.
Delia memeluk diri ketika angin menembus kulitnya. Cuacanya mulai basah dan dingin, namun Delia bertahan di balkonnya seraya menatap kerlap-kerlip lampu kehidupan malam kota metropolitan. Delia mengeratkan ke jaketnya, terutama di bagian perut menggembungnya. Bayinya kini telah bergerak aktif dan mereka bergerak beriringan satu sama lain seolah berebut tempat paling nyaman di rahim sang ibu.
Andai Adrian di sini. Andai Adrian tahu betapa bahagianya menjadi bagian dari bayi aktif ini. Namun pria itu sudah pergi tiga bulan tanpa meninggalkan kabar apapun pada Delia. Wanita itu mungkin tahu ke mana harus menuju untuk menemukan Adrian. Tapi tidak. Delia tak ingin mengejar yang tak dapat diraih. Tidak mau lagi. Ini mungkin jawaban atas pertanyaan Delia tempo lalu. Adrian tidak sepenuhnya membicarakan pernikahan dengan hati. Itu hanya keputusan sesaat yang tak Adrian tahu betapa fatalnya ketika dua insan tak memiliki keinginan bersama, dipaksa untuk melakukan itu.
Tak akan berhasil.
Sampai kapanpun.
Delia telah mengambil segala resiko yang mungkin akan ia alami ketika mempertahankan janin ini. Delia bersyukur bahwa dirinya masih bisa mandiri dan bisa merawat janinnya meski harus ia lakukan seorang diri. Delia tak akan keberatan, justru merasa sangat bahagia ketika bayinya tumbuh dan berkembang dengan baik.
Namun bagaimana pun, kerinduannya pada Adrian tak mampu Delia tutupi.
Delia berbohong jika tak pernah membayangkan kehidupan sempurna yang mungkin akan ia miliki bersama Adrian dan si kembar. Banyak momen manis yang tak pernah terwujud saat pernikahannya dengan Ardan, dan Delia berharap akan mendapatkannya dari Adrian. Seperti ketika dirinya mendamba sentuhan, ketika Ardan tak bisa memberi sentuhan itu, Adrian mengambil alih untuk mewujudkannya. Delia tak keberatan.
Waktu sudah menunjukkan tengah malam dan sudah waktunya Delia membatasi diri meski pemandangan di luar masih terlihat menyenangkan. Delia menutup balkon dan mematikan beberapa lampu yang tak perlu. Meski kantuk belum menyerangnya—entah mengapa akhir-akhir ini Delia sulit tidur di malam hari—Delia tetap menuju ke ranjangnya dan menutup diri dengan selimut hingga dada.
Delia memandang langit-langit namun bayang Adrian ada di manapun di apartemen ini. Delia mengira dirinya sudah setengah gila karena terlalu sering merasakan kehadiran Adrian di sini. Diam-diam kecemasan muncul dalam diri Delia, namun Delia hanya berharap bahwa Adrian baik-baik saja dan telah berhenti dari tindakan menyakiti diri seperti yang dulu sering pria itu lakukan.
Delia bergerak gelisah dalam posisinya. Selain karena kehamilan yang membuat tubuhnya mudah lelah dan pegal, Delia benar-benar tak tahu bagaimana caranya terlelap. Padahal tubuhnya cukup lelah dan Delia yakin yang ia butuhkan hanyalah tidur. Namun matanya tak kunjung terpejam.
Delia bangkit dan terduduk di ranjangnya. Ia menghela napas panjang dan yang ada di pikirannya saat ini selain Adrian adalah panekuk. Oh, bagus. Apa-apaan ini? Delia sangat ingin panekuk di tengah malam seperti ini? Apakah ini yang dinamakan ngidam? Tapi tengah malam, demi Tuhan!
"Apakah kalian sangat ingin panekuk?" tanya Delia pada perutnya. Gerakan pelan mendesak perutnya dan Delia tahu bahwa bayi-bayinya memang di sana untuk menemaninya. "Kalian benar, panekuk dan es krim cokelat sangat enak."
Delia melirik jam yang kini menunjukkan lewat tengah malam. Ia mungkin bisa turun dan menuju ke mini market terdekat untuk membeli panekuk instan dan sebuket es krim, lalu memasaknya sendiri. Meski Delia sangat tidak berpengalaman dengan dapur, Delia yakin bisa membuat panekuk. Jadi Delia merapikan rambut sekenanya, menyambar ponsel dan dompet, lalu keluar dan tak lupa menutup pintu apartemennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Fault
RomansSURRENDER SERIES #2 √ Completed √ ~ Bertahun-tahun sudah Adrian dihantui kesalahannya di masa lalu. Ia tak lagi bisa menjalin hubungan dengan wanita manapun ketika wanita di masa lalunya terus berada di pikirannya. Adrian butuh bantuan. Ia memutuska...