SF - BAB 33

10.9K 895 2
                                    

Enjoy! Support cerita ini dengan vote dan komentar ya :D

Sebuah sentuhan di pipi membuat Delia terbangun dari tidurnya. Ketika Delia berusaha mengerjapkan mata, bayangan samar itu kini menjadi jelas. Sebuah senyum manis menyambut dirinya. Delia baru sempat menyematkan sebuah senyuman ketika bibirnya telah dilumat dengan lembut oleh bibir tegas Adrian.

Tangan Adrian berada di tubuh Delia, memberi sentuhan lembut yang mampu membuat gairah Delia memercik. Ketika Adrian mengangkat wajah utuk mengakhiri ciuman itu, mata Adrian hanya terpaku pada dirinya.

"Selamat pagi," sapa Adrian dengan senyuman.

Delia balas tersenyum seraya mengusap wajah Adrian.

"Maaf aku tak ada di sini ketika kau pulang," kata Adrian.

Delia bahkan luput mengingat itu. Semalam ia pulang dari tempat Ardan sangat larut, dalam keadaan mengerikan hingga tak memedulikan keberadaan Adrian. Delia tak bisa mengingat apa-apa lagi dan sekarang ia telah terbangun di ranjangnya sendiri, dengan sebuah kecupan yang mampu membuatnya terjaga.

"Kenapa kau masih menggunakan gaun semalam?" tanya Adrian.

Delia memberi usapan lembut di pipi Adrian. "Aku tak ingat."

"Jam berapa kau pulang?"

"Nah, aku juga tak ingat."

Adrian tertawa. "Kau mencoba menghindari introgasi dariku."

Delia mengendikkan bahu. "Kau seperti hadiah natal di pagi hari. Aku tak sanggup berpikir apa yang terselubung di dalamnya."

Mata Adrian memicing. "Kau sebenarnya tahu."

Delia tak ingin menduga apa yang sebenarnya Adrian pikirkan. Sudah cukup dengan seluruh kegilaan yang Ardan sebabkan semalam, Delia tak yakin bisa menghadapi yang lainnya. Jadi dia mengalihkan pembicaraan. "Giliranku. Kenapa kau tak di sini semalam?"

"Sekarang kau yang mengkhawatirkan aku."

Delia tertawa.

"Aku ada urusan," jawab Adrian.

Delia memiringkan kepala di bantalnya. "Kupikir urusan bukan urusan bisnis yang mengganggumu malam-malam begitu."

Adrian mengendikkan bahu, lalu merebahkan diri di samping Delia, tangannya tidak lepas dari wajah Delia. "Benar. Sesuatu terjadi dan entah bagaimana semuanya terasa sangat rumit."

Delia melihat kegusaran di wajah Adrian. Pria itu menunjukkan kerut-kerut di wajah yang tercetak jelas. Delia menyusuri setiap kerut di wajah tertata Adrian. Delia begitu memuja setiap titik yang ada di wajah pria itu. Entah bagaimana, Adrian mampu membuatnya merasa lebih baik. Seluruh kesakitan yang ia rasakan karena Ardan telah terlempar jauh ketika Adrian berada di sisinya.

Apa yang terjadi pada dirinya? Delia sendiri pun tak tahu. Terlalu awal untuk menelaah ini semua.

Setengah senyum Adrian terulas kembali seolah berkata pada Delia bahwa dia baik-baik saja. Namun setelah banyak hal yang Adrian lalui, Delia tak yakin Adrian bisa disebut baik-baik saja dengan semudah itu.

Adrian menangkup wajah Delia seraya menyatukan dahi mereka. Adrian memejamkan mata dan napasnya menjadi berat. "Jangan pergi. Tetaplah di sini."

Jari tengah dan jari telunjuk Delia menyentuh lembut kedua mata Adrian. Mata itu terbuka dan kini berwarna gelap sendu ketika menatap Delia. Tangan Adrian bergerak memeluknya. Begitu erat hingga Delia nyaris yakin bahwa ia dapat merasakan emosi dalam diri Adrian.

Surrender of FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang