Keheningan tajam terjadi di antara Delia dan Adrian. Delia bungkam setelah Adrian mengatakan itu. Ketika tatapan mata gelap Adrian hanya tertuju padanya, Delia hanya bisa menatap balik tanpa bisa mengatakan sepatah kata pun. Entah ini suasana paling intens atau paling canggung, tapi diam-diam tekanan hormonal yang mengembang dalam diri Delia, membuatnya bahagia ketika Adrian mengatakan itu.
Apakah salah jika Delia berharap?
Tapi Delia sendiri pun tahu bahwa harapannya hanya akan berakhir dengan penolakan lainnya. Adrian bisa berubah kapan saja seperti saat pagi di mana Delia bangun di ranjang seorang Salendra.
"Apa yang terjadi padaku, Delia?" Adrian meletakkan dahinya di dahi Delia. Hidung mereka bersentuhan dan bibir mereka terpisah sebatas napas. "Apa yang kau lakukan padaku?"
Delia kelu. Ia menatap mata terpejam Adrian. Napas pria itu berat dan panas. Ia menghirup dengan susah payah atau dengan kuat-kuat seolah sedang menghirup setiap bagian dari diri Delia.
"Kau menarikku dari kegilaan ini. Kau membuatku merasa utuh kembali. Kupikir aku tak akan bertahan tanpa Emilia. Tapi ketika aku mendengarnya pergi, yang ada di kepalaku hanya dirimu. Kau membuatku tetap berada di jalan rasionalku."
Delia diam ketika mendengar kalimat yang menyentuh hatinya. Delia diam ketika Adrian menempatkan tangan di rahangnya. Delia masih diam ketika Adrian menyentuhkan bibirnya ke bibir Delia. Ciuman itu tidak menuntut. Adrian tidak menggunakan lidahnya. Tak ada nafsu yang menguar. Delia tidak punya banyak pengalaman dalam berciuman, tapi dia tahu betul bahwa ini adalah gambaran putus asa seorang Adrian Salendra dan pria ini telah melepaskan dirinya untuk Delia.
Tetapi Delia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Jauh di lubuk hatinya, ia ingin menyentuh Adrian dan mencurahkan keputus-asaan yang sama. Ia ingin menjalani semuanya bersama Adrian dan berbagi cerita yang serupa. Tak pernah ada orang lain atau siapapun yang berani mengalahkan batas yang Delia bangun. Tapi Adrian nekad menerobosnya, tanpa peduli Delia adalah milik pria lain. Dan ketika Adrian memberikan jiwanya dengan cara seperti sekarang ini, keinginan dalam diri Delia begitu besar untuk menendang egonya yang ingin menghindar saja dari setuhan Adrian.
Melihat tak ada balasan dari Delia, Adrian menarik diri dan menatap sendu pada Delia. "Maaf. Aku tak bermaksud..."
Delia mengangguk saja dan menarik diri dari pelukan Adrian, meski dalam hatinya ia ingin tetap berada dalam jangkauan lengan Adrian. "Kupikir kau tak perlu membayar sesi konsultasi hari ini. Aku akan mengatakannya pada perawat. Kau bahkan belum bercerita apa-apa padaku."
Adrian mengernyit. "Aku cukup mampu membayarmu."
Delia berusaha mengulas tawa untuk memecah ketegangan. "Aku yakin begitu. Tapi... anggap saja sebagai ucapan terima kasihku karena kau mendengarkan ceritaku."
"Bagaimana jika ucapan terima kasih dibalas dengan sebuah makan siang?"
Delia mengerjap. Ini artinya ia dan Adrian akan menghabiskan waktu lebih lama. Delia bingung bagaimana harus memutuskan. Lebih banyak waktu yang mereka habiskan bersama, tidak menutup kemungkinan lebih banyak peluang Delia tak bisa berpaling dari pria ini.
Tapi sepertinya cara apapun memang percuma saja selama Adrian masih ada dalam daftar pasiennya. Delia juga tak mungkin melepas pasien terapinya di masa seperti sekarang ini. Ia menjanda dan ia harus memenuhi segalanya sendiri. Bukan hanya itu, ia benar-benar harus memulai segalanya dari nol sementara kehamilannya terus berjalan.
"Aku akan membayar makanannya. Kau bisa pilih masakan apa saja," kata Adrian.
"Aku ingin..." Aku ingin apa?

KAMU SEDANG MEMBACA
Surrender of Fault
RomanceSURRENDER SERIES #2 √ Completed √ ~ Bertahun-tahun sudah Adrian dihantui kesalahannya di masa lalu. Ia tak lagi bisa menjalin hubungan dengan wanita manapun ketika wanita di masa lalunya terus berada di pikirannya. Adrian butuh bantuan. Ia memutuska...