Feelings - 9

832 86 52
                                    

Suara bising di antara denting sendok garpu yang beradu dengan mangkuk dan piring masuk ke gendang telinga dua gadis yang baru saja masuk ke kantin sekolah. Netra hitam setajam tatapan elang itu memindai isi kantin. Detik berikutnya netranya berbinar sempurna menemukan objek yang dicarinya.

"Yuk, Gi. Langsung ke sana, ya," ajak Elia menunjuk meja panjang yang di tempati Edyta, Vera, Jota, EJ dan Reyhan.

Gigi setengah ragu. Namun, gadis itu menganggukkan kepalanya, mengiyakan ajakan Elia. Gigi dan Elia berderap ke sudut kantin, dekat dengan taman. Kantin sekolah mereka memang berada di outdoor. Dekat dengan taman samping sekolah. Gigi dan Elia mengambil duduk di samping Vera. Yang artinya Vera duduk di antara Gigi dan Elia.

"Udah pada pesan?" tanya Elia.

"Udah. Lagi ditraktir Jota," jawab Vera.

"Acara apaan, Jo, lo traktir kita-kita?" tanya Elia mengerutkan keningnya.

"Nggak ada, sih. Cuma lagi ada rezeki lebih aja," jawab Jota mengangkat kedua bahunya.

Elia mengangguk-anggukkan kepalanya. Beberapa menit kemudian bakso dan mie ayam yang dipesankan Jota datang. Yang memesan mie ayam hanya EJ. Sebab cowok berdarah Canada itu tak begitu menyukai bakso.

"Eh, btw tumben banget Reyhan ikut gabung ke meja kita," bisik Gigi pada Vera.

"Gue sendiri juga nggak tahu deh." Vera menggidikkan bahunya sambil balik berbisik pada Gigi.

"Apaan sih pada bisik-bisik? Gue nggak diajak?" sahut Elia ikut berbisik. Penasaran tentunya. Siapa tahu saja ada yang menarik dari pembicaraan Gigi dan Vera.

"Oh itu El—"

Ucapan Gigi terpotong dengan ucapan Jota. Dan itu membuat Gigi, Vera dan Elia tersentak kaget.

"Apaan sih pada main bisik-bisikan?" tanya Jota sedikit meninggikan suaranya.

Gigi, Vera dan Elia sontak mengelus dadanya. Menetralkan degupan jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya karena terkejut dengan pertanyaan Jota. Mereka bertiga tidak ada yang membuka suara berniat untuk menjawab pertanyaan Jota. Sibuk saling tatap dan memojokkan satu sama lain.

"Pasti lagi ngomongin gue," sahut Reyhan sambil menuangkan saus ke mangkuk baksonya.

Sialan, cenayang dari mana sih ngerti aja lagi diomongin, batin Gigi.

Oh my, 'kok dia bisa tahu, sih? Ngeri deh kalau ngomongin dia dari belakang, batin Elia.

Anjay. Beneran ini dia bisa tahu? Gila gila gila, batin Vera.

"Enggak 'kok," jawab Gigi, Vera dan Elia bersamaan tanpa sadar. Kontan, mereka kembali saling pandang dengan alis terangkat sebelah.

"Jawabnya kompak. Hm, menarik. Berarti bener gue jadi bahan pembicaraan kalian," ucap Reyhan menatap Gigi, Vera dan Elia bergantian.

What? Anjir, sialan emang ini anak, batin Gigi.

"Dih, najis. Pede banget lo jadi orang," ucap Elia menggidikkan bahunya.

"Iya tuh, El. Kurang kerjaan banget ngomongin dia," sahut Vera.

"Orang kalau pedenya akut ya gitu deh. Kita bahas apa, dia mikirnya kita lagi bahas apa," timpal Gigi.

Sejujurnya dalam hati masing-masing ketiga gadis itu sedang gugup bukan main. Ada ketakutan juga. Takut jika Reyhan memang bisa membaca pikiran orang lain.

FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang