Feelings - 32

596 51 2
                                    

Bertemu dengan hari terakhir ujian kenaikan kelas mungkin harapan terbesar Gigi. Sebab, selain tak sabar ingin menjadi siswi kelas akhir di jenjang menengah atas, Gigi juga ingin segera meraih hari libur selama dua pekan penuh.

Namun, otak yang tadinya mengagung-agungkan liburan mendadak buyar kala netra cokelat terangnya menangkap sosok Jota yang berdiri di depan kelas sebelah-tempat di mana Edyta melangsungkan kegiatan ujian kenaikan kelas. Sebab, nomor absensi Edyta masuk sepuluh urutan pertama.

Kala netra Gigi dan Jota bersinggungan, kontan Gigi mengalihkan pandangannya. Tak ingin tertangkap basah tengah memerhatikan tetangganya itu.

"Hai, Jo!" Seruan bernada riang yang tak asing lagi bagi indera pendengarnya kembali menarik Gigi untuk menolehkan pandangan ke samping kiri.

Cengiran lebar dari gadis cantik itu membuat Gigi menarik sudut bibirnya paksa. Ah... tentu siapa yang tak akan terpesona dan jatuh hati pada gadis bernama Edyta? Gigi tak meragukan sama sekali tipe Jota dalam urusan cinta. Sebab, Edyta adalah wujud nyatanya. Gadis itu sempurna.

Kembali merasakan denyut sakit di dada kirinya, Gigi membuang pandangannya ke sembarang arah disertai embusan napas panjang. Sendi-sendinya mendadak terasa patah. Apalagi ketika Jota mengusap puncak kepala Edyta.

"Jadi ke mall 'kan habis ini?"

Mengangguk, Edyta mengiakan. "Jadi dong!" jawabnya bersemangat.

Tak tahu kenapa kaki Gigi tak bisa beranjak dari tempat yang sialannya membuat jantungnya berdenyut nyeri walau berjarak empat meter dari sumbernya. Justru seolah disengajakan untuk mendengar percakapan Jota dan Edyta.

"Habis cari kado buat Mamaku, nanti nonton, ya, Jo?"

"Iya."

Mengembuskan napas kasar, Gigi menggerakkan tubuhnya paksa. Sebab, serius, telinganya tak kuat untuk mendengar obrolan mereka lebih jauh lagi. Atau sebagai bentuk antisipasi rasa sakit agar tak kian menikam dadanya.

Begitu tubuhnya berbalik ke belakang, spontan saja ia berjingkat kaget lantas mundur beberapa langkah karena kehadiran seseorang di belakangnya tepat dan menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.

"Astaga, Bil!" serunya seraya mengelus dadanya perlahan. Menenangkan debar jantungnya karena keterkejutan. "Lo dateng udah kayak setan aja, deh. Sumpah! Ngagetin!" imbuhnya meninju lengan Bilal pelan.

"Hmm."

"Kenapa di sini?" tanya Gigi usai tak mendapatkan tanggapan dari Bilal.

"Jemput lo?" Bilal menjawabnya sangsi. Atau bisa dikatakan sebuah pertanyaan balik untuk gadis di depannya.

Kening Gigi mengerut. "Kok?"

"Cek iMessage. Kenapa gue bisa di sini."

Usai Bilal mengatakan itu, buru-buru Gigi mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Mengecek kembali ruang obrolannya dengan Bilal semalam. Sejurus kemudian senyum Gigi mengembang. Ia mendongakkan kepalanya, menatap Bilal dengan mata berbinar.

Bagaimana ia bisa lupa dengan janji semalam? Ah, ini tentu karena terpengaruh percakapan Jota dan Edyta hingga kembali menciptakan luka dan membuatnya lupa akan Bilal dan janjinya. Padahal, sebelum keluar kelas, semangatnya untuk segera bertemu Bilal memenuhi kerja otaknya.

Pernyataan Bilal semalam mengenai keinginan cowok itu ke JCC-Jakarta Convection Center-untuk membeli sepatu tapi tak ada teman sebab sahabat karib cowok itu-Reyhan-usai ujian langsung berangkat ke Kuala Lumpur untuk menemui kedua orangtuanya. Yang akhirnya Bilal menawarkan ajakan pada Gigi dan tentunya diiyakan gadis itu tanpa berpikir dua kali.

FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang