Feelings - 10

911 70 70
                                    

Ting tong.

Ting tong, ting tong.

Ting tong, ting tong, ting tong, ting tong.

Gigi berdecak kesal mendengar seseorang yang memencet bel rumahnya dengan tidak sabaran. Gadis itu beranjak dari ranjang. Karena suara bel rumahnya tidak berhenti barang sedetik pun, membuat Ggi tanpa sadar memakai sandal terbalik. Yang kanan digunakan di sebelah kiri, dan yang kiri digunakan di sebelah kanan.

Ting tong, ting tong, ting tong, ting tong, ting tong, ting tong.

"Ini sampai orang iseng yang pencet bel, gue gampar langsung." Gigi mengomel sedikit berlari menuruni anak tangga.

"Emang nggak bisa apa bertamu ke rumah orang baik-baik? Pencet bel sekali doang kek. Yang punya rumah bukan orang budek kali," gerutu Gigi.

Begitu sampai di belakang pintu, jemari gadis itu memutar knop pintu ke bawah dan menariknya ke dalam. Membuat pintu rumahnya terbuka lebar. Di hadapannya sudah ada orang yang sangat dikenalinya. Sedang menatapnya dengan binar bahagia. Gigi bersedekap dada bersandar pada daun pintu dan menautkan kedua alisnya seakan bertanya; ada apa.

"Gigi, gue jadian sama Edyta," teriak Jota menarik Gigi ke dalam pelukannya. Cowok itu mendekap Gigi erat sekali. Membagi rasa bahagianya kepada sahabatnya itu.

Gigi mengerjapkan matanya berkali-kali. Gadis itu tidak membalas pelukan Jota. Kedua tangan yang ada di sisi tubuhnya terkepal erat hingga buku jarinya memutih. Menyalurkan rasa berdentam tak terkira di dada kirinya. Entahlah, Gigi harus sedih atau senang mendengar berita ini? Ingin memberi selamat, tapi hatinya menjerit kesakitan teriris sembilu tak kasatmata. Dan rasanya sakit. Tapi tidak berdarah.

It hit me right in the heart Jo, batin Gigi.

"Ternyata benar kata lo, Gi. Kalau Edyta itu nggak butuhin cokelat, bunga atau yang lainnya. Dengan gue jujur sama yang gue rasain, terus minta dia buat jadi pacar gue aja dia langsunh mau dan iyaina," ujar Jota bercerita dengan semangat.

Gigi tidak menjawab ucapan Jota. Sebab gadis itu perlu menata hatinya yang pecah dan bercecer ke mana-mana. Namun, satu yang bisa Gigi rasakan, jatung Jota yang berdegup sangat cepat. Tanpa sadar sudut bibirnya tertarik ke bawah memikirkan cowok yang sedang memeluknya itu pasti sangat bahagia bisa jadian dengan Edyta.

"Lo emang sahabat gue paling baik, Gi. Makasih banyak. Makasih," ucap Jota berterima kasih. "Lo mau gue kasih PJ apaan? Ngomong aja, pasti gue beliin," tanya Jota melepaskan pelukannya. Tangan cowok itu memegang kedua bahu Gigi.

Gigi menggelengkan kepalanya menolak sambil menarik sudut bibirnya paksa. Tak ingin terlihat tak ikut bahagia dengan yang dirasakan Jota.

"Jangan gitu dong. 'Kan lo udah ngasih gue saran."

"Nggak usah. Dengan lo kayak gini aja gue udah senang 'kok, Jo." Gigi melepaskan tangan Jota yang berada di bahunya.

"Ayolah, jangan gitu. Lo mau apa?" tanya Jota lagi.

"Nggak usah, Jo."

"Es krim, mau?"

Gigi menggelengkan kepalanya. Sumpah demi apa pun dia ingin Jota segera pulang dari rumahnya. Sebab dia sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Ingin segera ditumpahkan detik itu juga. Sebab Gigi tak tahan dengan denyutan sakit yang menjalar ke kerongkongannya.

FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang