Feelings - 33

1K 55 7
                                    

A/N :

Astagaaaa, gue udah kayak apa yak ilangan-ilangan mulu WKWKWK. Gue sebenernya males mau ngelanjutin cerita ini. Tapi, seperti yang udah gue katakan. Apa yang udah gue mulai bakal gue selesaikan.

Gue sebetulnya juga udah ada draft cerita ini sampai part 45. Tapi mendadak gue mengubah jalan ceritanya. Dan ternyata emang membutuhkan mood ekstra buat kembali rajin update kayak waktu Inside of You.

Gue sadar dengan gue ngilang dalam waktu yang cukup lama itu juga berpengaruh sama cerita gue. Pasti yang pernah baca cerita gue muak karena gue nggak update dan nggak kasih kabar. Kalau gue kasih perumpaan: lo punya pacar. Terus di satu waktu pacar lo ngilang dan nggak ngasih lo kabar. Terus tiba-tiba doi balik lagi dan masih menganggap bahwa kalian masih ada hubungan. Padahal bisa aja lo menganggap kalian udahan. Tentunya lo muak, ‘kan? Kesel, ‘kan? Yah... gue tahu risikonya segede itu. Tapi nggak papa. Gue nulis cerita karena gue mau baca. Kalau kalian suka itu bonus buat gue.

Dan sepertinya cerita ini bakal gue rombak lagi dari awal. Nggak sekarang, tenang HAHAHA. Nanti kalau udah selesai aja. Gue sadar cerita ini di part awal kebanyakan basa-basi. Dan itu sebabnya gue pengin ngerombak lagi ehe.

Mungkin 10 part lagi bisa jadi kurang atau lebih cerita ini ending, ya.

Udah, ah. Sekian curhatnya. Selamat membaca dan selamat kembali ke dunia wattpad buat gue. Ihiy!

***

Mungkin tak pernah terpikirkan sama sekali bagi Bilal bertemu dengan Gigi di mall di mana menjadi tempat ia dan Gigi akan menonton bersama sebelum Gigi memutuskan membatalkannya karena Saga.

Mendapat sebuah pelukan tiba-tiba di tengah keramaian tentu membuat Bilal terkejut bukan main. Kalau bukan karena suara lirih yang sudah dikenalnya memanggil namanya, ia sudah pasti akan dengan senang hati menyentak kasar tangan yang melingkari punggungnya itu.

Apalagi bertemu Gigi dalam keadaan menangis tersedu-sedu. Tentu menambah pertanyaan tak berujung di otaknya. Yang hanya Bilal lakukan adalah membiarkan Gigi tetap menangis tanpa bertanya atau pun membalas pelukan gadis itu. Sebelum akal sehatnya memintanya untuk menghela Gigi ke arah parkiran supaya tak menarik perhatian sekitar.

Setengah jam tangis Gigi mereda. Bilal tetap diam. Sambil sesekali mengamati Gigi yang masih sesenggukkan. Bilal paham betul andai ia bertanya apa sebabnya, Gigi akan kembali menumpahkan tangisnya. Daripada mendengar suara tangis dari seorang Gigi, lebih baik Bilal mendengar decakan atau umpatan kesalnya.

Mendengar suara tarikan napas panjang di sebelahnya, kembali menarik perhatian Bilal untuk menoleh. Memerhatikan gadis di sampingnya yang bersandar pada kap mobil seraya memilin-milin ujung kausnya.

Sudut bibir Bilal tertarik ke atas. Sedikit geli dengan yang dilakukan Gigi. Ke mana tingkah menyebalkan gadis itu menghilang?

Berdeham, Bilal bertanya, “Udahan nangisnya?”

Gigi melirik sekilas hingga pandangannya bertemu dengan Bilal. Mengembuskan napas panjang, Gigi mengangguk sebagai jawaban.

“Udah lega?” tanya Bilal lagi.

Lega? Gigi memilih memejamkan matanya. Dada kirinya masih terasa sesak. Hanya saja, air matanya terlalu berharga untuk menangisi seseorang yang menciptakan luka dalam hatinya. Ia tak ingin tampak lemah hanya karena cinta. Cukup dengan Jota saja.

Tak mendapat respons, dapat Bilal simpulkan bahwa Gigi belum merasa lebih baik walau sudah menghabiskan waktu setengah jam untuk menangis.

“Masih mau nangis?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang