Feelings - 26

959 68 85
                                    

Kalau ada typo tolong ditandai aja, ya. Biar mudah revisinya.

Selamat membaca :)

***

Abi berderap masuk ke dalam rumah Gigi. Di ruang tamu Abi berpapasan dengan Kayla. Cowok itu langsung mencium punggung tangan Kayla. Abi sudah mengatakan pada Gigi kalau ia akan ke rumah gadis itu dan dijawab silakan saja.

"Nyari Gigi, Bi?" tanya Kayla.

"Iya, Aunty. Ada 'kan di rumah?" Abi menganggukkan kepalanya seraya bertanya balik.

"Ada 'kok. Di kamar bawah anaknya," jawab Kayla tersenyum. "Bunda kamu udah di depan?" imbuhnya bertanya.

"Bunda udah di depan, Aunty. Sama Tante Sita, Tante Karina juga."

"Oh, ya udah." Kayla kembali berderap ke ruang keluarga.

Abi mengangkat kedua bahunya acuh dan menuju kamar yang dimaksud oleh Kayla. Pintu kamarnya ditutup. Tapi, cowok itu bisa mendengar suara Vio yang menjerit dan merengek. Abi berani bertaruh kalau Gigi sedang menggoda adiknya itu.

"Gigi?" Abi mengetuk pintu kamar.

"Iya, tunggu," jawab Gigi dari dalam.

Pintu kamar terbuka. Abi langsung masuk ke dalam. Di atas ranjang ada Vio juga. Sedang bermain dengan tabletnya dengan air mata yang menggenang di kedua pipinya. Abi menggeleng pelan. Tablet itu pasti yang menjadi bahan Vio merengek. Abi yakin seratus persen. Abi mengempaskan badannya ke sofa panjang yang berhadapan dengan ranjang.

"Mama udah berangkat belum?" tanya Gigi ikut duduk di sofa samping Abi.

"Otw kayaknya. Soalnya yang lainnya udah di depan rumah," jawab Abi.

"Oh." Gigi mengangguk-anggukkan kepalanya.

Abi melirik Gigi sekilas. Gigi pasti sudah tahu kenapa cowok itu ada di sini. Tapi, Gigi memilih diam saja. Seakan menunggunya untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu. Abi memberikan Gigi waktu untuk mengeluarkan suaranya. Tapi nihil. Lima menit menunggu tak membuat Gigi membuka suara. Mengembuskan napas, Abi menatap Gigi serius.

"Gi," panggil Abi.

Gigi menghela napas panjang dan menoleh ke arah Abi. Membiarkan netra mereka beradu pandang dalam waktu yang cukup lama. Hanya bunyi dari tablet Vio yang meramaikan keheningan di antara keduanya.

"Kenapa?" Gigi menaikkan sebelah alisnya beberapa menit setelah keheningan memakan segalanya. Sebab Gigi perlu memantapkan hatinya untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya pada cowok yang berhadapan dengannya.

"Lo yang kenapa?"

"Gue? Kenapa?" Gigi menunjuk dirinya sendiri. "Gue nggak papa 'kok."

"Jangan bohong. Gue kenal lo udah dari kapan tahun sih, Gi?"

"Menurut lo gue kenapa?" tanya Gigi.

Abi berdecak kesal dan langsung menghadiahi jitakan pada kepala Gigi. Cowok itu ke rumah Gigi supaya mendapatkan penjelasan, bukan justru diputar balikkan dengan Gigi yang seolah mengelak dengan berlagak tidak tahu atas apa yang membuat Abi bingung. Sementara Gigi mengusap kepalanya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Gue nggak tahu makanya nanya. Kalau gue tahu nggak perlu gue ke sini nanya lo."

"Sakit tahu lo jitak."

"Ya udah sini-sini," Abi menarik kepala Gigi lalu mengusap-usap kepala Gigi yang tadi dijitaknya. Abi tahu Gigi berusaha mengalihkan pembicaraan. Tapi, bukan Abi namanya kalau tidak bisa membuat percakapan mereka berada di tempatnya. Mengenai topik yang sama.

FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang