Dy. 01

293 11 1
                                    

1. DEAR YOU - KEJAHILAN RICO

Suasana sore ini sangatlah cerah. Penuh dengan cahaya senja berwarna orange dengan perpaduan langit yg begitu biru membuat semua orang yg melihatnya akan tersenyum simpul.

Sore dengan hiruk pikuk para pegawai yg bersiap untuk pulang kerumahnya tidak menjadikan sore ini begitu padat. Hanya beberapa jalan saja yg penuh dengan beberapa orang berlalu lalang di kawasan tengah kota.

Di taman pinggiran kota ini malah sebaliknya, masih sepi akan para manusia yg sibuk bekerja. Hanya dipenuhi dengan beberapa anak kecil seusia 2-6 tahun, usia dimana mereka sedang imut-imutnya juga cadel dalam ucapannya.

Beberapa dari mereka terlihat berlarian kesana kemari, berkejaran tak kenal lelah dan ada juga yg sedang duduk seraya bermain dengan teman sebayanya. Canda dan tawa bahkan memenuhi taman ini, menambah suasana taman yg asri menjadi lebih hidup lagi.

"Lico!!!!"

Teriakan melengking seorang anak perempuan kepada temannya yg sedang berdiri tak jauh darinya duduk dengan teman sebayanya. Gadis kecil dengan dua kuncir yg menghiasi rambut panjangnya itu mulai menghentakkan salah satu kakinya, tanda bahwa ia sedang kesal.

"Balikin ih pilingnya. Nanti yg beli makan sama apa?"

Suara cadelnya membuat beberapa ibu-ibu yg sedang menjaga anaknya itu terkekeh. Apalagi melihat ekspresi tidak bersalah yg ditampilkan anak laki-laki yg ternyata sedang menjailinya itu, wajah innocence dengan ekspresi seakan tidak terjadi apa-apa membuat bocah tampan itu semakin menggemaskan.

"Apa sih, Ale? Aku tidak mengambil apa-apa," balas anak yg bernama Rico itu. Ale, gadis kecil cantik itu mendengus sebal, "Ih. Itu piling yg kamu bawa apaa?!"

"Ini?" Rico mengangkat piring mainan yg ada ditangannya, Ale mangangguk. "Ini kan Lico pinjam, bukan ambil punya Ale."

"Ih! Lico pinjam tidak bilang aku dulu. Tahu deh sebel, ABANG!!"

Rico terkikik geli. Ibu-ibu di sekitar juga tak henti-hentinya tertawa melihat bagaimana Ale yg langsung berlari menghampiri kakak laki-lakinya setelah sebelumnya menghentakkan sebelah kakinya kembali.

"Abang ih, Lico jahat. Ambil piling adek. Nanti kalo ada yg beli adek pake apa kalo pilingnya diambil," Ale mengadu seraya berjongkok di depan Alo, kakak laki-laki seumurannya, yg sedang duduk memakan camilan bersama Jingga, anak perempuan dengan rambut sebahu seperti tokoh kartun Dora and the explorer.

Seperti tidak mendengar apapun, Alo masih asik memakan ciki yg memiliki rasa asin pedas kesukaannya. Dengan sesekali menawari Ale juga Jingga yg juga terdiam menatap Ale dengan berkedip lucu.

Ale mulai merengek kemudian menggoyang pelan lengan abangnya itu. Alo menaikkan sebelah alisnya, "Apa?"

"Piling adek diambil Lico, abang ih!"

"Rico, balikin piringnya Ale."

Rico menggeleng cepat, "Aku tidak ambil, aku pinjam tau!"

"Pinjam tapi tak bilang, Ih sebel!" serobot Ale cepat, Rico terkikik geli diikuti Alo dan Jingga. "Ih. Nggak lucu! Ale aduin Mommy nanti kamu Lico!"

"Biarin. Tukang ngadu dasar!" balas Rico santai, Ale yg mendengarnya semakin dibuat kesal kemudian memutuskan untuk berlari menghampiri Rico, berusaha mengambil piring mainannya yg memang dipegang bocah badung itu.

Rico yg melihat itu seketika berbalik dan berlari menghindar dari kejaran bocah perempuan yg dikiranya akan menangis itu. Ale mana mau menangis, dia itu tipikal gadis manja tapi tidak gampang menangis jika dijahili, hanya merengek kemudian anarkis serta agresif jika diusik.

Seorang perempuan cantik yg berdiri tak jauh dari sana bahkan dibuat tersenyum oleh tingkah mereka terutama Alo yg masih asik memakan ciki-nya daripada mengurusi adiknya yg sedang berkejaran dengan Rico, teman mainnya.

"Abang?"

Alo menoleh, kemudian segera berdiri dengan mata berbinar kala melihat perempuan itu.

"Tante Rere?"

Perempuan itu, Rere, tersenyum simpul lalu melipat rok selututnya kemudian berjongkok menyamakan tinggi badannya. Perempuan dengan rambut gelombang panjang yg dikuncir satu kebelakang, dipadukan rok selutut juga kaos serta sneakers putih semakin menunjang kecantikan alaminya. Apalagi tidak ada make-up tebal diwajah naturalnya itu.

"Tante Rere kapan pulang? Kenapa tidak ke rumah?"

Rere tersenyum lembut. "Kemarin malam. Ini tante mau ke rumah, tadi tante ke toko Mommy abang dulu ambil kunci rumah terus nyamperin abang dan adek kesini."

Alo mengangguk paham. Bocah laki-laki yg baru memasuki taman kanak-kanak itu memang mudah memahami situasi dan juga kata-kata orang dewasa, sedangkan kembarannya, Ale adalah tipikal bocah perempuan seperti biasa, memahami hal-hal yg hanya dipahami oleh kaum bocah 5 tahunan saja, kkk.

"Ayo pulang," ajak Rere yg diangguki Alo dengan cepat. Bocah laki-laki itu mulai memanggil adiknya kemudian mengajaknya mengambil sepeda mereka yg ditaruh pada parkiran sepeda taman yg berada di pojok dekat pintu keluar.

Rere mengikuti mereka dengan berjalan kaki karena memang jarak taman dengan rumah mereka tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 5 menit jika bersepeda atau menggunakan kendaraan beroda lainnya.

***

"Nenek, Yura mau les piano seperti Tia."

Wanita yg dipanggil nenek oleh gadis kecil bernama Yura itu menoleh, mendapati cucu kesayangannya sedang berdiri di depannya setelah seharian bermain dengan teman sebaya-nya di pelataran kompleks rumah mereka.

Ia tersenyum simpul, cucu-nya memang selalu seperti itu. Bila ada hal yg ia inginkan ia akan segera mengutarakannya tanpa berbohong apapun alasannya.

Ia menggangguk membuat Yura bersorak gembira. Ia terkekeh pelan melihatnya. Semenjak ditinggal oleh mama-nya, anak itu memang hanya menurut padanya, sedangkan papa-nya bekerja dan akan bermain bersama cucu-nya itu dikala sore dan juga weekend tiba.

Ia sempat menyesal, anak sekecil Yura masih membutuhkan kasih sayang ibu-nya meskipun ada dia selaku neneknya tapi bagaimanapun juga posisi nenek dan ibu itu berbeda, ia juga tidak bisa menyalahkan takdir ilahi.

Yg ia sesalkan adalah apa yg pernah ia lakukan di masa lalu, kepada istri pertama putranya dan juga mamah dari Yura. Ia pernah memaksakan kehendaknya sendiri sampai semua ini terjadi. Putranya bahkan masih menyimpan kekecewaan terhadapnya meskipun ditutupinya dengan sedemikian rupa.

"Nenek?" panggil Yura seraya menggoyangkan lengan neneknya yg tengah melamun itu. Lola, wanita yg dipanggil nenek oleh Yura mengerjap pelan. "Iya sayang?"

Yura menggeleng, lalu merebahkan badannya disamping Lola dengan menjadikan paha neneknya itu sebagai bantalannya. Melihat itu, Lola tersenyum kecil lalu mengelus surai sang cucu yg begitu menggemaskan.

Yura mendongak, menatap lekat nenek dari papahnya itu. Kemarin saat ia berkunjung ke rumah orang tua almarhum mamahnya, Oma Luna tiba-tiba memeluknya erah lalu menangis tak lupa memanggil nama mamahnya membuat ia bingung sekali. Ia ingin sekali bertanya kepada oma Luna tapi ia terlalu takut untuk bertanya.

"Nenek?"

"Iya sayang?" jawab Lola dengan masih mengelus surai cucu perempuannya. Yura masih diam menatap lekat neneknya itu. "Yura rindu mamah."

Lola tertegun sejenak, kemudian tersenyum sendu ke arah Yura. "Yura kangen mamah? Nanti kita ke rumah mamah ya sayang?"

Yura menggangguk.

"Iya nenek. Ajak oma Luna juga ya nenek? Kemarin oma Luna bilang sama Yura kalau oma rindu sama mamah."

Lola menggangguk kemudian memeluk erat cucu-nya itu disertai gumaman kata maaf yg sama sekali tak dimengerti Yura. Yg dia tahu, nenek dan oma-nya sayang kepadanya jadi mereka memeluknya erat seperti itu.

Epilalala , 2019

DEAR YOU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang