Dy. 09

179 8 0
                                    

CHAPTER 09 – BERKENALAN DENGAN YURA.

Pagi ini, tepat dua minggu setelah Rana memutuskan untuk berlibur ke rumah mamahnya. Akhirnya toko miliknya buka kembali, membuat sebagian besar pelanggannya lega lalu dengan segera memenuhi antrian pesanan yang semakin siang semakin menumpuk mengingat hari ini mereka baru buka.

Mulai dari yang makan di tempat sampai dengan orderan via ojek online-pun mendadak penuh dan sebagian besar dari mereka seidkit kuwalahan, terutama bagian Firda dan juga Rere. Meskipun sudah ada Yuli, sepertinya Rana selaku pemilik harus menambah karyawannya kembali kalau tahu begini situasinya.

"Hari ini mbak Rana masuk nggak sih? Kalau cuma bertiga kita kayanya bakal kuwalahan deh." Sahut Firda yang diangguki Rere yang tengah duduk di meja kasir. Perempuan berambut coklat itu tampak tak bergerak, masih sibuk menghitung mengingat antrian kasir yang semakin memanjang.

Firda disini sedikit membantu untuk membungkus pesanan pada paper bag dan juga ia yang memegang kendali untuk pesanan via ojek online, sementara Yuli lebih memilih untuk melayani pelanggan yang akan makan di tempat.

Abi dan Denny tak ketinggalan kuwalahan. Oven mereka bahkan penuh, adonan yang siap oven memenuhi meja. Padahal baru kemarin Rana membeli dua buah oven baru tapi kenapa sekarang sepertinya sama sekali tidak meringankan pekerjaan mereka? Entahlah.

"Bang, Green-Latte masih lama?" tanya Yuli yang baru saja memasuki dapur. Perempuan itu sampai dibuat cengo melihat suasana dapur yang sedikit berantakan dengan dua orang laki-laki yang duduk beralaskan lantai marmer di depan oven.

"Tuh ada satu loyang, paling lo bawa keluar langsung abis," jawab Denny seraya meneguk air mineral yang ia genggam sedaritadi, "gila aja, capek gila gue."

Abi terkekeh tapi masih diam enggan berbicara, hanya sesekali minum seraya mengamati oven di depannya. Untung saja semua loyang yang ada sudah terpenuhi dengan adonan kue jadi ia dan Denny bisa sedikit istirahat. Yuli sudah keluar tadi membawa satu loyang yang baru saja matang tadi.

Rana yang baru saja turun dari mobilnya terperangah kaget melihat bagaimana ramainya toko rotinya. Ia dengan segera turun menggandeng kedua anaknya yang tampak lelah setelah perjalanan panjag kemarin dan seharian bersekolah.

"Ayo sayang, kasian uncle dan aunty. Itu tokonya ramai sekali."

Keduanya mengangguk bersama.

"Gimana? Apa yang belum beres? Maaf mbak baru sampai, niatnya emang kesini abis jemput si kembar," ujar Rana ke Firda setelah sebelumnya menaruh tas dan juga map yang ia bawa serta menyuruh Ale dan Alo istirahat di atas. Firda menghela nafas lega, ingin mengeluh tapi mengingat sekumpulan pengemudi ojek online itu membuatnya urung dan masih menengok pantry yang masih saja kosong tanda belum ada kue yang jadi.

Rana yang mengerti segera ke dapur dan tertawa pelan melihat bagaimana tampilan kedua karyawan laki-lakinya itu. apalagi Abi, sudah tertidur pulas mungkin di depan oven sampai tidak menyadari keberadaannya.

"Tinggal apa, Den? Ini antrian loyang kenapa banyak banget?"

Denny hendak berdiri tapi ditahan Rana, "Masih nunggu oven nih mbak. Kalau yang kukus udah semua tadi. Itu sticky orderan ojol aja masih diatas semua karena diambil buat ke depan."

"Ovennya kurang? Bukannya kita abis nambah 2 oven kemarin?" Denny mengangguk lalu menunjuk satu oven yang sudah ia dan Abi alih fungsikan menjadi tempat loyang, "yang itu tiba-tiba aja nggak bisa dipakai mbak. Nggaktau kenapa jadi kita agak kuwalahan."

Rana berdecak pelan, "kenapa nggak ada yang nelfon mbak?"

Abi membuka suara setelah tadi memejamkan mata dan diam, "gimana mau megang ponsel? Buat duduk kaya gini aja baru sekarang nih. Yang depan nggak tau bisa kaya gini apa nggak."

Ting!

Suara oven tanda kue sudah jadi membuat mereka beranjak kembali ke tugas masing-masing.

"Yaudah. Bi, lo hubungin Rudy dulu buat service oven. Biar gue aja yang ngurusin orderan ojol. Denny masukin adonannya trus bikin lagi biar nggak kuwalahan kaya gini."

Keduanya mengangguk. Rana mulai melangkah ke arah pantry, membungkus pesanan para pelanggannya.

~

Sorenya, suasana menjadi kondusif kembali setelah seharian mereka disibukkan dengan masalah toko. Rana, Firda, Rere, Abi, Denny dan juga Yuli tengah duduk melingkar di pelataran toko. Mereka sedang berbincang dengan sesekali memakan kue yang masih tersisa.

"Nggak mau nambah karyawan lagi mbak? Haha," ujar Firda seraya tangannya meraih sepotong red velvet lalu memakannya perlahan. Rere yang berada di sebelahnya mengangguk setuju, "Iya nih. Tadi kuwalahan sampe nggak berdiri ini gue-nya."

"Drama lo berdua!"

Rere mendengus sebal, "Drama apaan sih. Emang bener kali, situ aja sampe kaga keliatan itu pantat sama batang idungnya. Biasanya ngecengin pelanggan, sekarang kaga keliatan ketutupan pantry."

"Bacot lo bocah!" semua tertawa dibuatnya. Apalagi sekarang Rere, Firda dan juga Abi saling lempar ejekan yang membuat suasana sore semakin meriah. Niatnya, mereka ingin membuat acara quality time sekaligus BBQ tapi mengingat besok masih buka, acara diundur menjadi weekend saat libur tiba.

"Tante cantik!"

Panggilan seseorang membuat semuanya menoleh. Rana tersenyum simpul dan mulai beranjak ketika melihat siapa yang datang.

"Tante, Yura kangen!" kata Yura saat Rana sudah berdiri di hadapannya. Wanita itu bahkan sudah menyamakan tingginya dengan gadis kecil seusia putrinya, Ale.

"Tante juga. Yura kesini sama siapa?" Yura yang tadinya tersenyum girang mendadak cemberut, "Tadi dianter sama papah tapi papah ada urusan jadi Yura turun sama mbak Ema."

Ema, baby sister Yura tesenyum saat Rana menatapnya. Rana hanya mengangguk paham, tangannya terulur mengusap surai Yura yang membuat sang empu memejamkan matanya.

"Yasudah ayo sini duduk, toko tante sudah tutup jadi kita semua makan di luar. si kembar juga ada kok,"

"Wah mana tante? Yura mau main sama mereka." Rana segera memanggil Ale dan Alo yang sedang bermain tak jauh darinya.

Ale memeluk Rana, mengadu bila ia sudah capek dan mau pulang. "Iya nanti kita pulang, sekarang kenalan dulu yuk sama Yura, kasian loh dia sudah jauh-jauh dateng cuma buat ketemu sama adek dan abang." Tangan Rana mengelus pelan punggung Ale.

Ale melepaskan pelukannya, kemudian keduanya menatap Yura yang sudah tersenyum memperlihatkan gigi kelincinya. Tampak sangat imut apalagi sekarang rambut gadis itu dikuncir dua.

"Aku Ale. Ini abang Alo," kata Ale memperkenalkan dirinya dulu, tangannya tak lupa terulur. Yura tampak senang kemudian berlari memeluk Ale. "Yura, nama aku Yura. Hihihi."

Rana tersenyum dibuatnya. Sedangkan mereka yang ada dibelakang tampak sibuk makan setelah sebelumnya Raka mengantarkan pesanan mereka. Terkecuali Rere, ia tampak menatap lekat ke arah Yura seperti tidak asing dengan wajah anak itu, apalagi menurutnya Ale, Yura dan juga Alo seperti ada kemiripan.

DEAR YOU [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang