Flashback
Bambam sudah pergi dari tempat Jinyoung dan Youngjae karena ia harus belajar untuk ujiannya besok, Jackson pun begitu. Ia pergi karena ada pekerjaannya yang belum selesai. Alhasil, kini Jinyoung dan Youngjae hanya mengobrol saja berdua.
"Hae-ya. Aku mau ke toilet, boleh aku titip ponselku?" Youngjae pun mengangguk. Jinyoung langsung meninggalkan tempat duduk mereka.
Setelah Youngjae rasa Jinyoung sudah masuk ke kamar mandi, ia menghela napasnya berat.
"Maaf, Jinyoungie," ucap Youngjae pelan lalu membuka ponsel Jinyoung. Ia mencari suatu kontak yang mengganggu pikirannya selama ini.
Mark.
"Ah, ketemu!" Serunya pelan lalu menyalinnya di secarik kertas kecil. Ia langsung mengunci kembali ponsel Jinyoung dan menaruhnya di tempat semula. Tepat saat itu juga Jinyoung kembali ke tempat duduknya.
"Sudah?" Tanya Youngjae. Jinyoung mengangguk pasti. Ia membuka ponselnya.
"Eh? Rasanya tadi aku tidak mencari kontak siapapun," gumam Jinyoung terdengar oleh Youngjae.
"Bukankah kau ingin mengirim pesan untuk Mark Hyung?" Tanya Youngjae. Jinyoung mengerutkan kedua alisnya.
"Aku bilang begitu?" Tanya Jinyoung balik. Youngjae mengangguk pasti untuk menutupi rasa gugup dalam dirinya.
Flasback end
Youngjae sampai di apartementnya dan langsung membuka pintu apartementnya itu. Ia langsung menggantung jasnya di hanger dan melempar tasnya di sofa. Ia pergi ke kamarnya dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu.
"Jinyoung-ah.. Kau terlalu bodoh. Kenapa kau mencintai namja seperti dia?" Tanyanya pada diri sendiri. Ia mengeluarkan secarik kertas dan ponsel dari saku celananya. Ia menghela napasnya berat.
"Apa aku akan melakukan ini?" Tanyanya lagi pada diri sendiri. Ia meyakinkan dirinya dan memasukkan nomor itu ke kontaknya. Lalu, ia menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya. Ia duduk di pinggir kasur.
Ia pun memanggil nomor tersebut hingga terdengar suara sambungan. Ia menempelkan ponsel ke telinganya. Beberapa detik kemudian, suara bass seseorang memantul di dinding telinganya.
"Yeoboseyo (halo), ini siapa?" Tanya Mark di sambungan telepon tersebut.
"Tidak penting. Besok datanglah ke taman yang berjarak 2 km dari rumahmu kalau kau masih ingin melihat Jinyoung hidup," jelas Youngjae dengan bualan itu. Tentu saja itu bohong. Ia hanya ingin bertemu Mark.
"A.. apa maksudmu? Apa kau menyulik Jinyoung?" Tanya Mark dengan nada meninggi. Youngjae mengeluarkan tawa merendahkannya.
"Bahkan kau tidak tahu hal itu. Aku tidak menculiknya, brengsek. Aku hanya mengancammu kalau besok kau tidak datang, jangan harap bisa melihat Jinyoung hidup-hidup," jelas Youngjae masih berbohong dengan suara yang lebih ia rendahkan lagi.
"Ba... Ba.. Baiklah. Pukul berapa?"
"12. Aku berambut cokelat dan memakai hoodie hitam," final Youngjae lalu menutup panggilan itu. Ia menahan tawanya mati-matian saat menelepon Mark. Ia hanya takut Mark sudah sampai rumah dan Mark bertanya pada Jinyoung. Ia tidak ingin Jinyoung tahu kalau ia menghubungi Mark, Jinyoung pasti akan menceramahinya.
Youngjae kembali merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu.
"Aku harap kau tak meminum obat itu lagi, Jinyoung-ah," jelas Youngjae.
...
Brak!!
Pintu utama rumah itu terbuka lebar-lebar saat Mark yang membukanya dengan terburu-buru. Ia lalu melihat rumahnya yang gelap.
"Jinyoung-ah?" Ucapnya saat tak melihat tanda-tanda istrinya itu. Biasanya ia akan menemukan istrinya yang tidur di sofa. Tapi, sekarang tidak ada. Ia pergi ke dapur, tapi ia tak menemukannya. Mark hanya menemukan nasi goreng kimchi kesukaannya. Lalu ia berlari ke kamarnya.
Nafas terengahnya sudah usai. Langkahnya terhenti saat ia membuka pintu kamar itu. Jantungnya yang berdetak 100 kali lebih cepat pun sirna. Perasaannya sangat tenang saat ini.
"Jinyoung-ah," gumamnya pelan saat melihat istrinya yang sedang tertidur pulas di ranjang mereka sambil memakai selimutnya. Karena merasa ada cahaya masuk ke indra penglihatannya, Jinyoung mengerang.
"Eunghh.." ia mengerjapkan matanya. Ia melihat siluet Mark yang berdiri di pintu. Ia duduk dan mengucek matanya.
"Hyung.." lirih Jinyoung. Mark langsung reflek menghampiri Jinyoung dan memeluknya dengan sangat erat. Jinyoung terkejut dan membulatkan matanya seketika.
"Aku kira aku akan kehilanganmu," ucap Mark sambil masih memeluk Jinyoung.
"A..a.. ada apa, hyung?" Mark tidak menjawab. Ia hanya semakin mengeratkan pelukannya.
Satu hal yang Jinyoung ingat. Selama mereka menikah, Mark tak pernah memeluknya.
...
"Jinyoungie, hari ini aku pergi dulu sebentar, ya. Aku makan siang di luar," ucap Mark mengelus surai legam Jinyoung. Jinyoung hanya mengangguk. Mungkin itu pacarnya, batin Jinyoung.
"Tak apa, kan?" Tanya Mark khawatir. Jinyoung mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Mark bertanya dulu.
"Apa maksudmu? Tentu saja," ucap Jinyoung sambil mengangguk-angguk. Jinyoung masih duduk di tepi kasur sambil melihat Mark yang berdiri di depannya.
Mark menekuk lututnya, menyamakan tingginya dengan Jinyoung yang sedang duduk. "Apakah kau tidak apa-apa?" Tanya Mark lagi sambil menatap intens kedua mata Jinyoung. Jinyoung yang terkejut langsung reflek memundurkan wajahnya.
"Ya, aku tak apa," jawab Jinyoung. Mark tersenyum dan mengacak rambut Jinyoung.
"Baiklah, apa kau ingin sesuatu agar bisa kubelikan?" Tanya Mark. Jinyoung menggeleng pasti.
Kenapa dia aneh begini?
..
Terlihat seorang namja berambut cokelat dengan hoodie hitam yang sedang berdiri di tepi taman sambil memperhatikan sungai Han. Karena merasa diperhatikan, namja itu menoleh ke belakang dan tersenyum pada Mark.
"Sudah datang?" Ujarnya. Mark mengerutkan keningnya. Bayangannya ialah namja jahat yang misterius, tapi namja di depannya ini terlihat sangat ramah.
"Ah, ya, sudah," Mark tidak tahu harus menjawab apa, akhirnya ia menjawab dengan kaku. Mark berjalan menghampiri Youngjae dan berdiri di sebelahnya.
"Namaku Youngjae, aku teman istrimu, Park Jinyoung. Kami bertemu satu tahun yang lalu di sebuah kafe. Kau pasti terkejut mengetahui aku adalah temannya Jinyoung," Youngjae tertawa kecil. Mark pun ikut tertawa kecil.
"Jadi, ada apa sampai kau membuatku hampir serangan jantung seperti semalam? Apa ada hal penting?" Tanya Mark setelah percaya pada Youngjae.
"Banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu tanpa Jinyoung tahu, jadi aku mengecohmu dengan telepon semalam. Kalau ia tahu aku bertemu denganmu, pasti ia akan marah padaku. Semua hal yang ada padanya sangat tertutup, kau tidak akan pernah mengira dirinya yang sebenarnya seperti apa. Dia sangat rapuh," ucapan Youngjae berhenti. Ia memberi kesempatan pada Mark untuk mencerna kata-katanya itu. Mark menoleh ke arah Youngjae.
"Apa maksudnya?"
Youngjae tertawa kecil, tapi terdengar meremehkan, "Aku sudah menduga kau pasti tidak mengerti."
Mark mengerutkan keningnya tanda sama sekali tidak mengerti apa yang Youngjae katakan. Youngjae menengokkan kepalanya pada Mark dan kembali tertawa kecil.
"Jinyoung itu terlalu bodoh sampai bisa mencintai namja sebrengsek kau, Mark Yien Tuan," ucap Youngjae skakmat. Mark tiba-tiba merasa semuanya berhenti.
"Jinyoung..."
Tbc
Annyeonghaseyo, wahai readers~
Mianhae ya Aebi gak update selama hampir 3 minggu. Hu hu gila saya, tugas numpuk sampe bikin sirkum muda.Saya akan sesering mungkin update. Mungkin ya.. hehe, doakan saja. Cerita ini lanjoooott kok~
-moonaebi
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STAR [MARKJIN]
Fanfiction"Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Ini antara kau dan aku. Tidak satupun dari kita saling mencintai. Ini salah orangtuaku karena menjodohkanku denganmu. Harusnya kita tidak menikah!" "Bukan tentang siapapun. Tapi, tentang kita. Setiap hari aku menjal...