Mark terbangun dan merasakan sakit pada seluruh bagian kepalanya. Ia melihat ke sekitar.
"Aku.. di rumah?" Ia melihat ke sampingnya.
"Jinyoung?" Ia tidak bisa menemukan Jinyoung di sampingnya. Ia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi.
"Apa ia sedang mandi," ia melirik ke kamar mandi dan melihat pintunya tidak dikunci.
"Jinyoung-ah?" Panggil Mark. Mark lalu bangun dari baringnya dan melangkah menuju kamar mandi. Ia membuka sedikit pintu kamar mandi itu. Ingin saja ia mati saat itu juga.
"Sayang," Mark berlari masuk dan mematikan air itu. Ia mengangkat Jinyoung dari bathtub dan memeluknya dengan sangat erat. Air matanya mulai turun dan ia menangis dengan sangat kencang.
"Sayang.. kau kenapa?" Mark memegang tangan Jinyoung yang sedingin es dan mengecupi bibir pucat Jinyoung berkali-kali. Ia menyibak poni Jinyoung dan mengelus dahi Jinyoung yang sangat dingin. Ia membelai pipi Jinyoung yang sangat pucat tanpa rona sama sekali.
"Sttt.. sayang," panggil Mark walau Jinyoung hanya terkulai lemas.
"Kita ke dokter. Kau bisa bertahan, sayang. Kau dengar aku, sayang. Sayang," Mark kembali mengecup bibir Jinyoung, kali ini lebih lama. Ia langsung menggendong Jinyoung dan keluar dari kamar mandi. Ia mengambil kunci mobilnya. Ia bergegas lari ke mobil sambil menggendong Jinyoung dan menaruhnya di kursi belakang. Ia pun langsung masuk untuk melajukan mobilnya dengan sangat cepat.
Dalam waktu 10 menit, ia sampai di rumah sakit terdekat. Ia menggendong Jinyoung masuk ke bagian UGD.
"Tolong! Tolong istriku, dia.. dia.. dia pingsan," seorang perawat datang membawa kasur. Jinyoung langsung dibaringkan di situ dan dibawa masuk ke ruang UGD.
Mark menatap kepergian Jinyoung yang masuk ke ruang UGD dengan tatapan kosong.
"Apa yang sebenarnya terjadi, sayang?" Mark jatuh terduduk dan menangis kembali.
...
"Jisoo-yaaa!!!" Panggil Youngjae dalam kafe itu. Jisoo menengok.
"Eoh, Youngjae-ya," Jisoo menghampiri Youngjae dan langsung duduk di hadapan Youngjae.
"Uhmm.. ada apa?" Tanya Jisoo.
"Aku mau bertanya. Maaf karena membuatmu repot, tapi ini penting," Youngjae mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan suatu foto pada Jisoo.
"Obat apa ini?" Tanya Youngjae. Jisoo membelalakan matanya.
"Darimana kau dapat obat ini?!" Tanya Jisoo dengan nada yang tinggi.
"Jisoo, jawab saㅡ"
"Kutanya, darimana kau dapat obat ini?!!"
"Dari Tzuyu. Ia menaruhnya di meja kantor. Aku hanya memotretnya," Jisoo kembali membelalakan matanya dan menahan nafasnya.
"Harusnya kau ambil dan buang obat ini. Ini adalah Ramelteon. Obat tidur yang menyebabkan ketergantungan tinggi, siapapun yang tidak sakit tapi meminumnya mungkin akan terlihat seperti orang mabuk. Obat ini bahaya kalau tidak ada saran penggunaan dari dokter. Tzuyu tidak bodoh, dia tidak mungkin meminum obat tidur dosis tinggi," ucap Jisoo. Seketika, nafas Youngjae tercekat.
"Aku harus hubungi Jinyoung," ucap Jisoo. Ia mengeluarkan ponselnya dan buru-buru menelepon Jinyoung. Berkali-kali ia coba, tapi tidak diangkat.
"Sial. Kau punya nomor Mark?" Tanya Jisoo. Youngjae mengangguk.
"Telepon dia!" Youngjae langsung memencet nomor Mark di ponselnya. Tak lama, ia mendengar suara Mark.
"Youngjae-ssi," Mark terisak dalam panggilan tersebut.
"Aku tahu aku bukan suami yang baik. Tapi, biarkan Jinyoung hidup. Aku mencintainya. Benar-benar mencintainya," Youngjae membulatkan matanya.
"Apa yang terjadi dengannya?"
"Datang saja ke sini dan lihat sendiri. Aku bahkan hampir mati setiap melihat tubuhnya dengan alat-alat itu," nafas Youngjae memburu dan ia benar-benar ingin menangis mendengar perkataan Mark.
"Aku akan ke sana. Rumah sakit dekat rumahmu, kan?" Tanya Youngjae.
"Hm."
Youngjae menutup panggilan tersebut.
"Ayo, bergegas. Telepon Jackson, Bambam, dan Yugyeom. Suruh mereka datang juga," suruh Youngjae pada Jisoo sambil berjalan meninggalkan kafe tersebut.
...
Jackson yang mendapat telepon dari Jisoo langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata dan sampai di rumah sakit dengan sangat cepat. Ia pergi ke ruang UGD dan melihat Mark yang duduk tertunduk dengan tatapan kosong di sana.
Jackson menghampiri Mark dan menarik kerah Mark membuat Mark kaget. Ia meninju rahang Mark meninju juga pipi Mark membuat Mark langsung terjatuh.
"Puas kau menyakiti Jinyoung," Mark melihat Jackson lalu langsung menunduk lagi. Ia berdiri dan kembali duduk dengan posisi tadi tanpa mengalihkan pandangan pada Jackson. Menurutnya, saat ini lebih penting menenangkan dirinya sendiri terlebih dahulu dibandingkan mementingkan orang lain.
"Jawab aku, brengsek," bentak Jackson. Mark menatap Jackson sebentar.
"Iya, aku sudah puas," ucap Mark pelan lalu kembali menunduk. Ia benar-benar ingin mati. Karena ia tak tahu apa-apa. Yang ia ingat semalam ia datang ke kelab untuk mengantarnya pulang. Tapi, ia meminum sesuatu, lalu ia hanya ingat ia pingsan di kelab saat itu juga.
Jackson menaikkan sebelah alisnya. Ia tak pernah melihat Mark yang seperti ini sebelumnya.
"Jelaskan padaku apa yang terjadi!" Jackson kembali membentak Mark. Mark menghela napasnya.
"Lihat saja sendiri," jawab Mark pelan. Jackson kembali menarik kerah Mark dan meninju lagi rahang Mark. Padahal darah sudah keluar dari ujung bibir Mark dan memar sudah terpampang nyata di pipi dan pinggir mata Mark.
"Jackson cukup!!" Teriak seorang wanita dan laki-laki di belakangnya.
"Jisoo-ssi, Youngjae-ya," gumam Jackson.
"Biarkan dia puas," ucap Mark pelan. Jackson melepaskan tangannya pada kerah Mark membuat Mark jatuh begitu saja di lantai.
"Biarkan aku mati sekarang juga," ucap Mark. Jisoo saja kaget mendengarnya.
"Jackson, jangan lakukan itu lagi. Sungguh, kali ini, bukan salah Mark," ucap Jisoo.
"Apa maksudmu?"
"Maksudku..."
Tbc dengan menyebalkan
Maksud Jisoo apa hayo? /ditabok gara-gara bikin tbc disini.
-moonaebi, adeknya Bambam
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STAR [MARKJIN]
Fanfic"Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Ini antara kau dan aku. Tidak satupun dari kita saling mencintai. Ini salah orangtuaku karena menjodohkanku denganmu. Harusnya kita tidak menikah!" "Bukan tentang siapapun. Tapi, tentang kita. Setiap hari aku menjal...