31. Letting Go

1.2K 143 17
                                    

"Dokter Jisoo? Apakah ini temanmu?" Tanya sang dokter pada Jisoo. Jisoo memang dokter kawakan yang terkenal di daerah tersebut.

"Ya, apa yang terjadi padanya?" Tanya Jisoo.

"Hipotermia tingkat sedang. Beruntung suaminya membawa Jinyoung ke sini dengan cepat. Kalau suhunya kurang dari 20°, ia akan terkena Hipotermia tingkat tinggi. Kau tahu, kan? Ia bisa saja koma dan pasien pengidap hipotermia tingkat tinggi...  mayoritas meninggal. Suhu tubuhnya sudah normal, itu keajaiban. Dan, saya membaca riwayat pasien. Ia adalah pasienmu?" Jisoo mengangguk.

"Jinyoung punya penyakit psikis dan terakhir kami melakukan pengecekan, dia sudah tidak kambuh. Bahkan, hampir dikatakan sembuh total. Tapi, saya rasa belakangan, ia kembali... kembali.. kembali mengidapnya," ucap Jisoo agak panik. Dokter tersebut mengangguk dan mengelus pundak Jisoo.

"Santai saja. Dia sudah melewati masa kritisnya. Dia pasien yang kuat, aku yakin dia akan cepat pulih. Kalau begitu, tidak ada hal lagi yang perlu dibicarakan. Hanya saja, ia masih harus dirawat walau nanti ia sudah siuman. Ia hanya pingsan karena itulah gejala hipotermia yang biasa. Aku permisi," ucap dokter tersebut meninggalkan Jisoo di lorong rumah sakit. Tak lama, Youngjae, Jackson, Bambam, dan Yugyeom kembali. Mereka hanya habis membicarakan masalah Jinyoung.

"Apa kata dokter?" Tanya Jackson. Mark masih menunduk dengan mata bengkaknya. Kemudian, Jisoo mendongak.

"Beruntung Mark membawanya cepat ke rumah sakit. Jinyoung sudah melewati masa kritisnya, sudah boleh dijenguk," ucap Jisoo.

"Apa ada hal lain?" Tanya Youngjae kini.

"Dia hanya mengalami hipotermia tingkat sedang, iaㅡ"

"Apa kau bilang? Hipotermia? Kau tahu kan banyak orang meninggal karena hipotermia? Kau bilang 'hanya'? Itu bukan suatu hal yang kecil. Kau tau itu, kan? Kau itu dokter, kau tahu kan kalau itu berbahaya bagi Jinyoung?!" Sahut Mark tiba-tiba. Jackson mendecak sebal.

"Yak, diam. Semua ini juga karena kau, sialan," ucap Jackson sambil mengepalkan tangannya bersiap untuk memukul lagi.

"Sudahlah, Jack. Mark benar. Itu berbahaya bagi Jinyoung. Tapi, dokter berkata kalau Jinyoung sudah mengalami masa kritisnya. Jadi, ya itu berarti sudah tak apa. Hanya menunggu Jinyoung siuman. Ia tidak akan koma karena ini Hipotermia sedang," jawab Jisoo menenangkan Jackson.

"Apa Jinyoung hyung akan lama pingsannya?" Tanya Bambam. Jisoo menggeleng.

"Ia hanya butuh istirahat," jawab Jisoo tenang. Sejujurnya, Jisoo juga khawatir dan panik. Tapi, sebagai dokter dan orang yang paling mengerti keadaan Jinyoung sekarang, ia harus tenang.

"Tapi, Jisoo Noona.. Jinyoung hyung pasti akan siuman kan?"

"Haish, bocah banyak tanya," omel Jackson. Jisoo dan Youngjae tertawa kecil. Jisoo melihat Mark masih menunduk dan tak berekspresi sedikitpun.

"Mark, apa kau sudah ingat?" Tanya Jisoo. Mark mendongak dan tersenyum tipis atau lebih tepatnya tersenyum miris.

"Belum," jawab Mark pelan.

Derap langkah kaki seseorang yang berlari mendekati lorong itu terdengar. Nafasnya memburu dan ia sangat khawatir, "Jinyoung-ah?!"

Jisoo, Bambam, Yugyeom, Youngjae, Mark, dan Jackson menoleh bersamaan. Beberapa dari mereka mengerutkan alisnya seperti Jisoo, Youngjae, Yugyeom, dan Bambam.

"Jaebum hyung?" Ucap Bambam dan Yugyeom.
"Jaebum-ah?" Ucap Jisoo dan Youngjae.

"Youngjae? Jisoo? Yak, Kim Yugyeom. Kau bilang Jinyoung sakit, kan?" Ucap Jaebum saat tiba di situ.

"Iya, Jinyoung Hyung memang sakit. Aku dan Bambam kan temannya Jinyoung Hyung. Youngjae hyung, Jisoo noona, dan Jackson hyung juga teman Jinyoung hyung. Dan... ehmm.. kau tahu, Mark hyung adalah suaminya," Jaebum tersenyum lalu mendekati Youngjae dan Jisoo.

"Oraemaniya," (sudah lama, ya) ucap Jaebum pada kedua orang itu.

"Kau mengenalnya?" Tanya Youngjae dan Jisoo bersamaan. Jaebum tersenyum dan mengangguk. Ia mengelus rambut Youngjae setelahnya.

"Jadi, kau siapa?" Tanya Mark tiba-tiba. Jaebum berbalik dan mendekati Mark.

"Aku... Im Jaebum. Aku mantan pacar istrimu, Mark. Aku adalah laki-laki yang Jinyoung tinggalkan demi dirimu," ucap Jaebum. Mark hanya diam, sedangkan Youngjae dan Jisoo membelalakan matanya kaget. Begitu juga Yugyeom dan Bambam. Jackson mengernyit heran.

"Ok, aku tidak mengerti," ucap Jackson membuat suasana jadi kacau.

...

Mark memasuki ruangan itu. Dimana Jinyoung terkulai lemah dan dipasangkan alat-alat yang memberinya kesempatan hidup. Mark masih belum bisa berekspresi. Sebegitu berpengaruh Jinyoung dalam hidupnya sampai membuat ia bahkan tak bisa tersenyum secuil pun kalau tidak dipaksakan. Mark mendekati Jinyoung.

"Aku tak bisa menangis lagi karena air mataku habis. Apa yang sekarang harus aku lakukan, sayang?" Mark mengelus surai legam istrinya tersebut.

"Aku sudah pernah bilang kan, aku sangat mencintaimu. Kenapa kau sampai seperti ini?" Tanya Mark yang belum juga menemukan memori yang hilang di otaknya.

"Sayang, kalau memang menyakitkan, kenapa tidak bilang padaku? Aku akan menjelaskan semuanya dan melepaskan apapun yang membuatmu sakit. Apapun. Apapun akan kulakukan untukmu. Tapi, kenapa kau tak pernah mengucapkan sedikit saja keluh kesahmu padaku? Apa kau sungkan? Apa kau berpikir aku bukan pendengar yang baik? Apa kau tidak suka bercerita? Kalau begitu, aku harus apa? Kau bahkan tak pernah menjelaskan padaku keadaanmu, aku terlalu bingung untuk mengerti. Kau tak pernah menunjukkan apapun dan berperilaku seolah tak terjadi apapun. Setelah ini, bisakah kau lebih terbuka padaku? Aku merasa kecil di hadapanmu. Aku... aku...hiks.. sayang..." Mark mulai menangis dan terisak lagi.

"Sayang, kenapa kau hiks.. kenapa kau tidak cerita? Kenapa kau menceritakan semuanya pada Youngjae? Aku disisimu setiap hari juga, kau tahu itu, kan? Jinyoung-ahh.. hiks.. Apa aku tak berarti untukmu?" Mark jatuh terduduk dan memegang tangan Jinyoung erat-erat, takut Jinyoung akan meninggalkannya lagi karena ulahnya.

"Sayang, aku memang bukan suami yang baik.. hiks.. sayang, aku bukan yang terbaik atau bahkan yang paling bisa membuatmu tenang. Tapi bisakah kau hidup demi aku? Aku sakit melihatmu seperti ini. Aku bahkan tak tahu kenapa kau jadi seperti ini. Semua terjadi begitu saja dan membuatku ingin mati.. hiks.. Jinyoung-ahh.. sayang.. kau yang terakhir untukku. Aku bisa jamin hal itu.." Mark berdiri dan mengecup dahi Jinyoung dengan penuh kasih sayang. Ia menangkup pipi Jinyoung.

"Dengar aku baik-baik. Ceraikanlah aku setelah ini dan berbahagialah, sayang. Kau tahu kan kau tak pernah bahagia denganku? Kenapa tak menceraikanku sejak dulu? Aku tak tega menceraikan istri sebaik, secantik, setulus, dan sesabar dirimu. Aku tak bisa melepaskanmu. Tapi, aku akan berkata begini untuk yang pertama dan terakhir. Aku akan melepaskanmu, sayang. Jadi, bangunlah dan aku akan menciummu untuk yang terakhir kali, sayang," Mark memeluk Jinyoung dan menangis sekencang-kencangnya. Ia begitu tersiksa melihat Jinyoung yang bahkan tak bisa membuka matanya sedikitpun.

"Sayang, aku akan melepaskanmu dan membiarkanmu bahagia untuk yang pertama dan terakhir kalinya. Aku berjanji, sayang. Aku tak akan memanggil namamu lagi jika perlu. Aku akan meninggalkanmu dengan Jackson. Kau akan bahagia dengannya, ok? Asal kau kembali membuka matamu dan menunjukkan senyummu yang manis itu lagi," Mark memperhatikan muka Jinyoung yang pucat itu dan mengelus pipinya.

"Sayang, kau cantik."



Jackson yang mau menjenguk Jinyoung membuka pelan pintunya. Ia melihat Mark yang menangis meraung-raung di hadapan Jinyoung. Melihatnya saja Jackson miris.

"Aku tak pernah melihatmu menderita seperti ini, Mark. Sungguh," ucap Jackson pelan. Ia menjatuhkan setetes air matanya.

"Pasti cintamu sangat tulus, Mark."

Tbc

Saya mau nangis nulisnya. Suwer deh :"


-aebi, anaknya Daddy Jaebum.

MY STAR [MARKJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang