18. To the Autumn

1K 132 20
                                    

Day by day,
I'm nervous that i'll be lost you

(Girlfriend, Bigbang)

Jinyoung menuliskan kata-kata sehalus perasaannya pada kertas tak bersalah. Tinta hitam mencoretkan huruf tak bermakna. Tapi, merangkai kata penuh rasa.

To the autumn

You will come with your smile
Which will i hear?
Felony or melody?

To the autumn

Throw the sense and use feeling
People say it's time to love
Can we?

To the autumn

Can i get some happiness?

Ia menutup bukunya setelah selesai menuliskan kata-kata tersebut. Ia tersenyum melihat buku berwarna biru langitnya tersebut. Sudah puluhan lembaran ia habiskan untuk menulis puisi dan sajak.

Krieett

Pintu kamarnya terbuka menampakkan seorang perempuan. Ya, Kim Jisoo. Siapa lagi? Youngjae bekerja, begitu juga Mark. Jackson harus mengurus kafenya, Bambam dan Yugyeom sekolah, siapa lagi yang bisa ia andalkan selain Jisoo, dokternya sendiri.

"Hey, sedang apa?" Tanya Jisoo. Jinyoung menoleh.

"Menulis saja," jawab Jinyoung singkat. Jisoo hanya mengangguk dan duduk di sebelah Jinyoung.

"Apa kau lapar? Haus? Mau jalan-jalan?" Tanya Jisoo. Jinyoung menaikkan alisnya sebelah.

"Tidak juga. Kenapa kau bertanya begitu?"

"Tak apa. Aku hanya merasa melihatmu seperti anak kecil," ucap Jisoo lalu tertawa.

"Jisoo-ssi."

"Hmm??"

"Kau tahu? Kehadiranmu seperti mengisi satu tempat kosong di dalam diriku. Sementara Youngjae mengisi tempat sahabat dan Mark mengisi tempat orang yang kucintai, kau mengisi tempat ibuku. Itu selalu kosong sejak aku kecil. Tidak tahu harus bagaimana aku mengisinya, kalau aku tidak sakit, mungkin aku tidak akan bertemu denganmㅡ"

"Kalau kau tidak sakit, kau pasti sedang berada dengan ibumu bukan?" Jisoo menebak apa yang sebenarnya ingin Jinyoung katakan.

"Aih, apa-apㅡ"

"Kau tidak akan bisa menyembunyikannya, Jinyoung-ah. Kau pasti merindukan sosoknya, aku hanya membuatmu berpikir seolah aku ibumu. Terbukalah kepadaku mulai sekarang," Jinyoung meneteskan air matanya dan terisak.

"Aku merindukannya," gumam Jinyoung pelan, air mata mulai deras turun dari matanya. Jisoo bangun dari duduknya dan memeluk Jinyoung dengan erat.

"Ssttt..  Kau boleh menangis kali ini, tapi jangan biarkan kesedihan selalu menguasaimu. Tegarlah dan hadapi semuanya," ucap Jisoo.

"Aku ingin mencintainya tapi aku membencinya, Jisoo-ssi," ucap Jinyoung masih menangis dengan lebih keras. Ia sungguh kehilangan sosok ibu dari hidupnya.

"Sstt.. aku tahu rasanya. Ayahku seorang pemabuk dulu, tidak pernah pulang," Jisoo ikut meneteskan air matanya, "Sekalinya pulang ia akan membawa seorang perempuan dan mencumbunya di ruang tamu. Aku dan adikku yang tidak tahu apa-apa hanya mengintip di balik pintu kamar kami, terkadang ibu sering bilang itu hanya teman ayahku. Tapi, aku sering mendengar ibu menangis dan ditampar oleh ayah. Setelah satu tahun, ibu dan ayahku bercerai lalu ibuku menikah lagi. Sejak itulah aku melupakan ayah kandungku. Tapi, melihatmu seperti ini membuatku mengingat diriku sendiri, Jinyoung-ah.  Kau dan aku itu sama, kita sama-sama kehilangan satu sosok terpenting. Jangan lemah. Semuanya akan selesai kalau kau menghadapinya. Lihat betapa dewasanya aku sekarang. Itu semua karena aku selalu melihat apa yang di depanku dan menghadapinya. Berjuanglah, Jinyoung-ah. Semua akan selesai pada saatnya," jelas Jisoo panjang lebar. Ia mengusap pelan air mata di pipinya.

MY STAR [MARKJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang