Mark sedang duduk di sebuah restoran yang dekat dengan Sungai Han dan menatap kosong ke depan. Sedari tadi, namja imut di depannya sedang bercerita padanya, tapi ia tidak mendengarkannya.
"Hyung? Kau dengar aku, kan?" Tanya Bambam. Mark langsung menyadarkan dirinya.
"Ah, ya, aku dengar," ucap Mark asal. Padahal, tidak.
"Benarkah? Jadi, bagaimana tanggapanmu?" Tanya Bambam. Mark bingung harus menjawab apa, pasalnya ia tidak tahu apa yang tadi Bambam bicarakan.
"Itu bagus sekali, Bamie," jawab Mark kembali asal sambil tersenyum. Bambam mendengus kesal.
"Benar, kan. Kau tidak mendengar. 'Kan aku tadi berbicara tentang tetanggaku yang dikejar anjing, kau bilang itu bagus? Hebat sekali, Hyung. Apa sih yang membuatmu sampai tidak fokus begini?" Tanya Bambam. Mark hanya menunduk, tidak tahu harus menjawab apa. Ia bingung.
"Tidak ada," ucap Mark sambil tersenyum pada Bambam. Mark menghela napasnya dan melihat ke luar jendela restoran itu.
"Yasudahlah, hyung. Aku makan saja. Kau yakin tidak mau makan?" Tanya Bambam. Mark menggeleng sambil tersenyum, Bambam pun langsung menyantap makanannya. Mark kembali menatap ke luar jendela restoran.
Masih teringat ucapan Youngjae tadi siang.
Flashback
"Jinyoung..."
"Ya, dia mencintaimu, sialan. Tapi, si bodoh itu malah menutupinya darimu karena tahu kalau kau tak bahagia dengannya. Ia benar-benar bodoh," ucap Youngjae.
"La.. lalu, apa lagi?"
"Apalagi katamu? Mau kuceritakan semuanya? Kau mau mengetahui semuanya?" Youngjae menatap Mark sambil menaikkan sebelah alisnya. Mark hanya diam, ia merasa semuanya telah terlambat.
"Sebenarnya, benar-benar terlambat kau baru menanyakan ini sekarang, bahkan ia tahu kau punya pacar di luar sana," Mark langsung menoleh saat Youngjae mengucapkannya. Namja itu seolah tahu pikiran Mark.
"Tapi, aku yakin ini semua masih bisa diperbaiki."
"Aku rasa kau belum menceraikannya sampai saat ini karena kau kasihan padanya. Tapi, itu sama sekali tidak membuat Jinyoung senang, Mark. Lebih baik kau menceraikannya."
Youngjae diam. Seketika, keduanya diam tanpa ada yang berbicara. Keramaian di taman pinggir Sungai Han dan gemericik air mendominasi keduanya.
"Jinyoung meminum obat penenang karena dirimu, Mark. Ia tertekan karena kau. Aku sangat khawatir padanya. Ia selalu tersenyum padahal dirinya hancur. Aku takut terjadi sesuatu padanya."
Mark membulatkan matanya dan menoleh pada Youngjae karena reflek. Ia benar-benar tidak mengetahui itu semua.
"A..ap..apㅡ"
"Sudah kubilang, kau itu terlalu brengsek untuknya, Mark. Sudahlah, percuma saja aku bertemu denganmu, kau itu benar-benar tidak tahu apa-apa. Aku harap ia menemukan seseorang yang pantas untuknya," potong Youngjae sambil memutar badannya dan mulai meninggalkan Mark.
"Ta-tapi... Yak! Tunggu!!" Youngjae berhenti.
"Apakah Jinyoung akan menerimaku?"
"Bagaimana kalau aku yang bertanya? Apakah kau peduli padanya?" Youngjae kembali berjalan meninggalkan Mark. Skakmat. Mark membatu dan tak bisa bergerak. Seolah takdir mempermainkannya, ia bingung harus apa.
Pilihannya dua.
Memilih Bambam yang ia cintai atau memilih Jinyoung yang benar-benar mencintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STAR [MARKJIN]
Fanfiction"Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Ini antara kau dan aku. Tidak satupun dari kita saling mencintai. Ini salah orangtuaku karena menjodohkanku denganmu. Harusnya kita tidak menikah!" "Bukan tentang siapapun. Tapi, tentang kita. Setiap hari aku menjal...