Si namja manis itu terbaring lemah di ranjang di rumah sakit sementara si namja kelahiran LA itu terus saja menatapnya.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Jinyoung-ah, apa kau masih meminum obat penenang itu?"
Brak!
Pintu ruangan itu terbuka sempurna. Youngjae masuk dengan terengah-engah.
"Jinyoung-ah," matanya membulat sempurna saat melihat Jinyoung yang tidak sadarkan diri. Tatapan sengit langsung ia berikan pada Mark.
"Aku sudah bilang padamu agar kau menceraikannya. Kenapa kau tidak melakukannya, lelaki brengsek?! Kau tidak mendengar ucapanku saat itu, hah?! Dia tertekan karena dirimu! Sekarang, beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi!"
"A.. aku.. aku tidak tahu. Dia datang ke sekolah tempat aku mengajar," jelas Mark singkat yang juga sedang panik.
"Lalu?! Pasti ada alasannya mengapa ia sedang tidak sadarkan diri disini, bodoh!" Mark langsung mengingat sesuatu. Saat ia ingin mengucapkannya, ia teringat hal yang lain.
"Hei, ayo keluar dulu dari ruangan ini. Jinyoung akan sedih kalau tahu kita berdebat karena dirinya," Youngjae langsung keluar tanpa menatap Mark. Mark mengikutinya dan menutup kembali pintu ruangan itu.
"Jelaskan," ujar Youngjae pelan, ia rasa ia harus lebih tenang dan tidak emosi.
"Hm. Jadi, sebenarnya pacarku berada di sekolah itu," ucap Mark. Youngjae pun duduk di kursi yang berada di koridor itu.
"Sebenarnya hal itu tidak ada hubungannya kalau saja Jinyoung tidak mengenal siapa pacarmu, Mark. Jinyoung selalu tahu semuanya, tapi ia tidak ingin mengungkapkannya. Intuisinya kuat, feelingnya mengenai sesuatu didominasi dengan kebenaran. Ia mungkin mengenal pacarmu," ucap Youngjae sambil menghela napas berat.
"A.. apakah... maksudmu Jinyouㅡ"
"Dia pasti mengenal pacarmu itu, Mark. Kalau tidak, kenapa ia bisa seperti ini? Bisa jadi pacarmu itu salah satu orang yang dekat dengan Jinyoung, makanya ia bisa sampai pingsan. Ia bilang, ia sudah tidak meminum obat penenang itu sejak kau tidak pernah pulang larut bahkan sampai tak pulang. Tapi, aku pikir ia malah semakin tertekan saat tidak meminumnya. Kadang aku kasihan melihatnya tertekan, jadi aku bilang minum saja satu pil. Tapi, itu tidak baik kalau ia minum terus menerus, jadi aku rasa aku juga salah karena tidak melarangnya,"
"Selama ini, aku pikir ada orang yang lebih peduli padanya dibanding aku, tapi ternyata tidak ada," Youngjae pun diam. Kini, Mark duduk di sebelah Youngjae.
"Ia tidak pernah bercerita tentang kedua orang tuanya," ucap Mark.
"Hal sesederhana itu saja kau tidak tahu. Kedua orang tuanya kini sudah bercerai, dan tidak tahu ada dimana lagi. Dulu, Jinyoung pernah bercerita. Bahwa sejak ia berumur 7 tahun, orangtuanya sering bertengkar di rumah, jadi ia ditelantarkan. Ibunya sering berpergian di malam hari entah kemana bahkan pernah tidak pulang selama satu tahun, entah kemana, akhirnya ayahnya yang selalu menjaganya,"
"Semakin lama, Jinyoung semakin dewasa, tapi rumah tangga ibu dan ayahnya belum juga membaik. Hingga saat ia kuliah, ayahnya memberitahu kalau ia akan dijodohkan dengan anak teman kantor ayahnya itu, ia awalnya tidak menerima karena ia memang sebenarnya sudah memiliki kekasih saat itu dan ingin melanjutkan untuk bekerja. Ibunya marah dan menamparnya, ibunya bilang Jinyoung bukanlah anak yang berguna, hanya bisa merepotkan saja. Akhirnya, Jinyoung menerimamu walau harus dipaksa terlebih dahulu, sebenarnya ayahnya tidak memaksa, tapi ibunya ingin ia segera pergi dari kehidupan rumah tangga itu agar tidak semakin runyam,"
"Akhirnya, ia menikah denganmu dan ia tersakiti. Mungkin ia akhirnya menjadi seperti ayahnya sendiri," jelas Youngjae panjang lebar. Mark tertegun mendengar perkataan Youngjae.
"Apa kau bahkan tidak tahu ayahnya berada di mana sekarang?"
"Jinyoung saja tidak tahu, apalagi aku. Kau ingin berbuat sesuatu, bukan?" Tanya Youngjae. Merk mengangguk.
"Buatlah dia bahagia dan putuskan pacarmu atau ceraikan kalau kau ingin membahagiakan pacarmu itu. Pilihanmu ada dua, Mark. Kau boleh memilihnya. Lagipula, kalau kau menceraikannya, aku sudah tahu Jinyoung akan bersama siapa," ucap Youngjae.
"Kau?"
"Aku? Tidak, aku sudah bersumpah hanya akan menjadi sahabatnya hingga kapanpun. Ia juga sudah kuanggap saudara."
"Siapa?"
"Kau tidak perlu tahu. Lagipula, kalau kau tahu, pasti kau juga akan tetap memilih untuk menceraikan Jinyoung. Kau kan tidak mencinㅡ "
"Aku mencintainya," ucap Mark tegas.
"Lalu, kenapa kau menyakitinya, bodoh? Itu namanya bukan cinta."
...
"Hyung, hyung, hyung!" Panggil Bambam pada Jackson di apartemen yang lumayan besar itu. Jackson sedang memotong-motong alpukat yang ingin ia makan.
"Hm, apa?" Tanya Jackson.
"Tadi, aku bertemu Jinyoung Hyung di sekolah," seketika tangan kanannya yang sedang memegang pisau berhenti memotong.
"Lalu?" Tanya Jackson pelan.
"Ish, hyung tidak peka. Maksudku, aku senang sekali bisa bertemu Jiㅡ"
"Hey, Mookie. Aku mau tanya."
"Tanya apa?"
"Kau bilang kau sudah memiliki pacar. Aku lupa namanya, siapa namanya itu?" Tanya Jackson.
"Ehmm.. Mark Hyung? Dia guru di sekolahku," mata Jackson membulat sempurna. Mark guru di sekolah Mookie? Sialan.
"A.. ada apa, hyung?" Tanya Bambam. Jackson memasukkan alpukat ke dalam mangkuk dan memasukkan susu coklat kental. Ia pun mencuci tangannya.
"Tidak. Aku hanya bertanya," Jackson tersenyum pada Bambam dan memberikan semangkuk alpukat itu pada Bambam.
Bambam langsung mengerutkan keningnya, "Bukankah ini untuk kau makan tadi?" Tanya Bambam. Jackson mengangguk,"Ya, kau makan saja. Aku ada urusan."
"Oh, ya, hyung. Apa mama belum ingin ke Korea lagi?" Tanya Bambam.
"Mama siapa? Mamaku atau mamamu, Mook?"
"Mamaku!! Mamamu bilang akan datang bulan depan, hyung. Jadi, aku tidak tahu kalau mamaku akan datang kapan," ucap Bambam.
"Aku akan meneleponnya nanti. Lagi pula paling ia sedang bersama papa," ucap Jackson. Jackson memakai jaket dan mengambil kunci mobilnya.
"Kau mau kemana?"
"Urusan orang dewasa, kau tidak perlu tahu. Sudah, aku pergi dulu. Jangan kemana-mana!" Jackson pun pergi dari apartemen itu. Ia langsung menuju mobilnya. Ia mengambil ponselnya dan menelepon Youngjae.
"Hey, apa Jinyoung baik-baik saja?" Tanya Jackson saat telepon itu diangkat.
"Datanglah ke rumah sakit X, ruangan no.7, Jack. Jinyoung sakit."
"Ah, sialan. Benar saja feelingku, aku akan segera ke sana."
...
Jackson berlarian di koridor rumah sakit. Jujur saja, ia memang khawatir pada temannya itu. Ia memang benar tidak menyukai Jinyoung, tapi perasaannya pasti sakit saat temannya sendiri sakit.
"Hey, Youngjae," panggil Jackson saat melihat Youngjae yang duduk berhadapan dengan Mark.
"Hey, Jackson," balas Youngjae. Mark terkejut saat matanya dan mata Jackson beradu pandang.
"Ja..Jackson?" Jackson tertawa meremehkan.
"Feelingku benar lagi. Suami Jinyoung adalah seorang Mark Yien Tuan. Sudah puas kau menyakitinya? Karma itu ada, Mark," ucap Jackson.
"Kalian saling mengenal?" Tanya Youngjae bingung.
"Menurutmu?" Tanya Jackson.
Tbc
Next ga nih? Ayo dund bikin saya semangad~ hehe
Ohya JB belom muncul. Tapi, nanti dia bakal lumayan banyak di munculin. Hehe, semangat bacanya ya:v
-🌙애🐝
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STAR [MARKJIN]
Fanfic"Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Ini antara kau dan aku. Tidak satupun dari kita saling mencintai. Ini salah orangtuaku karena menjodohkanku denganmu. Harusnya kita tidak menikah!" "Bukan tentang siapapun. Tapi, tentang kita. Setiap hari aku menjal...