Attention!! Fresh from brain. Happy reading, chingudeul~
...
Jinyoung duduk di hadapan Mark. Ia ikut memakan nasi goreng buatannya kemarin. Mereka berdua masih terdiam satu sama lain karena canggung. Jinyoung tetap memakan makanannya dan tidak merasa canggung sama sekali, karena ia merasa diam lebih baik daripada membahas masalah yang membuatnya sakit kepala. Sedangkan, Mark. Sedari tadi, ia sudah gatal mau menjelaskan semuanya.
"Jinyoung-ah," panggil Mark. Jinyoung cuma mengangkat kepalanya. Mark tersenyum padanya dan itu membuat nafasnya tercekat.
Sebenarnya, apa perasaanmu padaku? Tanya Jinyoug dalam batinnya. Itu membuatnya bingung dan sakit hati.
"Aku bisa menjelaskan semuanya. Aku tidak berkencan dengan siapaㅡ"
"Sudahlah, hyung. Tidak apa-apa. Aku sudah memaafkanmu," potong Jinyoung cepat-cepat karena pandangannya sudah berkunang-kunang. Ya, penyakit psikisnya kembali lagi.
Jinyoung bangun dari duduknya tanpa menghabiskan makanannya, ia menumpukan badannya pada meja itu, karena kakinya sudah lemas sedari tadi.
"Akh."
Sial, sakit. Batin Jinyoung. Ia mulai meremas rambutnya.
"Jinyoung-ah," Mark ikut berdiri dan membantu Jinyoung dengan memegang bahunya. Tapi, Jinyoung langsung menepisnya.
"Aku tidak lemah, hyung," Jinyoung langsung berjalan meninggalkan Mark dan pergi ke kamarnya. Mark terdiam di dapur masih menatap kepergian Jinyoung yang begitu saja terjadi.
"Jinyoung-ah, kenapa?"
...
Jinyoung duduk di pinggir kasurnya dan memeras rambutnya kencang-kencang. Tidak, aku tidak boleh makan penenang ataupun menelepon Jisoo, batin Jinyoung. Dia menarik napasnya dan langsung membuangnya.
"Ayolah, Jinyoung. Kau harus kuat," monolognya pada diri sendiri.
Kepala Mark menyembul dari pintu kamar. Jinyoung menunduk dan melepas tangan dari rambutnya. Mark masuk dan langsung menutup pintu kamar, ia juga langsung menghampiri Jinyoung."Sayang," panggil Mark. Jinyoung menoleh.
"Sayang, aku minta maaf," lanjut Mark lalu berjongkok dan memeluk pinggang Jinyoung.
"Sudahlah, hyung. Aku sudah memaafkanmu," Jinyoung mengulas senyumnya dan mengelus surai Mark.
"Hyung, kau tahu? Aku tak bisa berhenti memikirkanmu sama sekali selama aku ada di apartemen Youngjae. Aku tidak bisa tidur karena kau tak memelukku dan aku tidak bisa berhenti melamun karena tidak mendengar suaramu. Mana mungkin aku pergi darimu? Aku hanya akan pergi kalau kau meminta," ucap Jinyoung.
"Tidak akan. Aku tidak akan melepaskanmu. Aku berjanji. Aku sangat mencintaimu, bagaimana bisa aku melakukan itu?"
Lalu, kenapa kau pergi dengan dia? Batin Jinyoung.
"Ya, bisa saja kan. Apapun bisa terjadi dalam hitungan detik," Jinyoung kembali tersenyum. Mark duduk di samping Jinyoung dan menarik Jinyoung untuk berbaring di sampingnya lalu ia ikut berbaring dan langsung memeluk Jinyoung.
"Sudahlah, sayang. Aku sangat merindukanmu," Mark mengecup pelan pipi Jinyoung. Jinyoung tersenyum.
Triiiiiiing! Triiiiiiiiiing!
Jinyoung melepaskan pelukan Mark dan meraba saku celananya. Matanya membulat sempurna saat melihat nama peneleponnya.
Appa? Kenapa ia.. ah sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STAR [MARKJIN]
Fiksi Penggemar"Cinta itu tidak bisa dipaksakan. Ini antara kau dan aku. Tidak satupun dari kita saling mencintai. Ini salah orangtuaku karena menjodohkanku denganmu. Harusnya kita tidak menikah!" "Bukan tentang siapapun. Tapi, tentang kita. Setiap hari aku menjal...