5. Penjelasan Devon

109 5 0
                                    

Selama jam pelajaran, Devon gak balik balik ke kelas. Sampe pelajaran terakhir. Gue rasa hal yang sama juga dirasakan Reyhan. Dia pasti belum balik ke kelasnya. Pasti nama dia tercoreng. Hhh.. Entahlah.

Selama jam pelajaran ini gue cuma bisa bengong bengong. Viana yang selalu nyadarin gue kalo ada guru yang ngeliat gue bengong.

Sampe jam terakhir pun, Devon belum balik ke kelas. Gue ngerasa gelisah dan gak fokus belajar. Gue pun izin ke guru gue untuk ke toilet. Gue di toilet cukup lama. Merenung.

'Sebenernya apa yang gue lakuin tadi, saat mengacuhkan Reyhan dan Devon itu salah gak sih? Terus nanti kalo Devon atau Reyhan mau jelasin semuanya harus gak gue dengerin?'

Gue bertanya tanya dalam hati.

Setelah gue rasa cukup untuk merenung dan agak fokus, gue kembali ke kelas.

Baru saja gue keluar dari toilet, Devon lewat. Dia menoleh kearah gue. Terlihat jelas goresan luka dan memar yang ada di muka dan tangannya. Gue yang sadar kalo itu Devon pun langsung membuang muka. Kasian emang, tapi gue harus bisa berjalan dengan pendirian gue dan mengurangi belas kasihan pada orang lain mulai sekarang.

Dia mendekati gue. Dan menahan gue di dinding.

"Sha, please dengerin gue dulu," kata Devon.

"Nanti aja ya, gue males bahas begituan," balas gue dengan muka judes.

"Gak. Gue minta lo dengerin gue sekarang. Karena gue tau lo bakal selalu ngehindarin gue mulai sekarang," ujarnya lagi.

"Gak, sorry Dev. Gue gak siap dengerin sekarang. Ini waktu belajar Dev. Please. Gue mau belajar di kelas. Kalo lo mau nyari masalah lagi gak usah disini," ujar gue memohon belas kasihan Devon.

"Gue janji bakal luangin waktu buat dengerin penjelasan lo. Tapi gak sekarang," kata gue.

"Hmm..." dia agak sedih tapi gue cuek dengan jawaban gue. Dia pun melepaskan tangannya yang menahan gue.

Gue pun berjalan kembali ke kelas. Tapi, Devon tetap disitu. Gue pikir dia gak mau masuk soalnya nanggung pelajaran terakhir.

Tiba tiba dia manggil gue.

"Sha," panggilnya dari belakang. Gue menoleh. Gue ngeliat hidungnya ngeluarin darah. Mimisan. Gue kaget.

"Dev? Are you okay?" tanya gue cemas.

Gue memutar arah menjadi kearah dia.

"Ada tisu gak?" Devon balik bertanya.

Gue menggeleng.

"Yaudah, tolong bilang ke guru yang lagi ngajar sekarang kalo gue ada di UKS. Bukan cabut pelajaran tapi beneran sakit. Bilangin ya," kata Devon.

Dia segera berjalan kearah tangga untuk ke UKS di lantai 1.

Karena gue gak tega ngeliat orang sakit dan gue mau membalas kebaikan dia yang telah membantu gue disaat maag gue kambuh kemarin, gue mengurungkan niat untuk ke kelas dan berlari menyusul Devon.

Gue membatalkan janji gue untuk mengurangi belas kasihan gue kepada orang lain. Buktinya sekarang gue udah berjalan disamping Devon karena merasa kasihan dan tidak tega.

"Dev, I will help you," kata gue dengan pelan.

Gue melihat senyuman di wajah Devon walaupun hidungnya meneteskan darah.

Sesampainya di UKS, gue mengucap syukur karena UKS kosong. Tandanya gak ada yang bakal memata matai gue dengan Devon ataupun mengadukan gue ke Reyhan.

Antara Mantan dan PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang