33. Pajak

24 0 0
                                    

Gue, Viana, Sarah, Mya, dan Aretha sudah berada disebuah cafe didekat sekolah. Cafe Mino namanya. Reyhan sedang mengerjakan tugas tambahannya disekolah karena sempat absen berhari-hari. Dia berjanji akan jemput gue nanti.

"Pesen sepuas lo semua, Reysha bakal bayarin tenang aja," ucap Viana. Gue pun menjitaknya pelan.

"Seenak jidat kalo ngomong," sahut gue.

"Gue bayarin kalian air mineral aja. Makanannya bayar sendiri," ucap gue pada yang lain.

"Ye, nenek kau," balas Mya.

Sarah pun memanggil pelayan dan kami memesan.

Sambil menunggu pesanan datang, kami bercengkrama diselingi senda gurau.

"Eh, Devon beneran gak ngajak ngobrol lo lagi?" tanya Mya.

"Ya, yang kayak kalian liat aja. Bahkan yang biasanya dia minjem tip-x pun sekarang engga," jawab gue dengan senyuman kecut.

"Sedih lo?" tanya Sarah.

"Kan udah punya abang Rey," ledek Aretha.

"Tetep aja gue pengennya temenan gitu sama Devon. Cuma ya mau gimana lagi."

"Mungkin dia butuh waktu," timpal Aretha.

"Entar juga kayak biasa lagi, kok," ucap Viana.

Tak lama, makanan pun datang. Reyhan juga datang dan segera duduk disebelah gue.

"Udah selesai tugasnya?" tanya gue.

"Udah," balas Reyhan. Ia memanggil pelayan dan memesan hot chocolate.

"Wah, alamat jadi nyamuk nih gue," gerutu Viana yang duduknya dipojok, disebelah gue dan Reyhan. Sedangkan Mya, Sarah, dan Aretha duduk disebrang gue.

"Sekali-sekali lah, Vi. Biasanya juga gue yang nyamukin lo sama Kak Adam," balas gue.

"Heh, My, Reth, lo jangan tinggalin gue jomblo sendirian, ya. Awas lo pada punya pacar juga," ancam Sarah.

"Yah, gue sih udah mau ditembak bentar lagi," ucap Aretha.

"Halah mimpi lo ketinggian," ledek Mya.

"Lagian, Sar, itu yang lo ceritain cowo dikelas lo yang suka ngechat sama ngajak pulang bareng, kenapa gak jadiin pacar?" tanya Viana.

"Ah, ogah, jelek."

"Kenapa gak sama Devon aja lo?" tanya Mya yang tiba-tiba entah darimana muncul ide brilliant dan nyeleneh itu.

"Hush, Devonnya aja suka sama..." ucapan Aretha menggantung akibat dipelototi oleh gue dan Viana.

"Sama lo, My," lanjut Aretha cengengesan.

Reyhan berdehem membuat kami saling pandang memandang.

"Maap maap," ucap Aretha yang tadi menyinggung nama Devon.

Setelah menghabiskan makanan masing-masing, Reyhan membayar billnya. Kami pun bubar.

Gue dan Reyhan masuk kedalam mobil. Mobil pun melesat menuju rumah gue.

"Rey, gimana tugasnya apa lagi yang belum?" tanya gue basa-basi.

"Lumayan, tapi temen-temen gue pada mau bantuin, sih."

Sesaat kemudian, mobil pun sampai didepan rumah gue.

"Thanks. Hati-hati dijalan, Rey," ucap gue seraya turun.

Reyhan sempat membuka kaca untuk sekadar melambaikan tangan. Mobilnya pun berjalan.

Gue masuk rumah dan mama masih belum pulang. Hanya ada asisten rumah tangga didapur dan Reyna yang menonton televisi.

"Baru balik kak?" tegur Reyna ketika gue melewatinya.

"Seperti yang kamu liat."

"Dianter kak Devon atau kak Reyhan?"

"Kamu ketularan mama, ya?"

"Ketularan apaan, sih. Reyna gak ngerti."

Reyna terus menatap televisi sambil mengoceh. Sesekali ia memasukkan cemilan kedalam mulutnya. Otak gue mengeluarkan ide brilliant. Sebelum tangan Reyna memasukkan cemilan kedalam mulutnya, buru-buru gue rampas.

"Kak!" protesnya.

Gue mengunyah cemilan itu dengan muka tidak berdosa, "hm?"

"Ngeselin banget, sih!" gerutunya.

"Lagian kamu tadi ngajak ngobrol aku tapi matanya kearah televisi aja."

"Lagi seru filmnya. Nih, sekarang iklan. Aku gak liat ke televisi lagi matanya."

"Kakak pulang sama kak Devon atau kak Reyhan?"

"Kepo kamu."

"Ih, siapa? Aku kepo, nih."

"Sama Reyhan. Kenapa? Pengen dianter jemput juga?" ledek gue mengingat pacarnya Reyna sekaligus adik dari mantan pacarnya itu belum boleh membawa kendaraan sendiri.

"Mana kak Devon, kak? Kok gak keliatan lagi."

"Lagi cuti hamil," jawab gue asal.

"Ih, serius. Kakak kan bilang mau saling cerita sama aku? Masa kakak gak inget," kata Reyna dengan bibir yang dikerucutkan.

"Jelek bibirmu digituin. Aku sama Reyhan udah pacaran. Jadi Devon gak nganterin lagi, kan udah ada Reyhan."

"WHAT?!!" pekiknya.

"Kakak sama Kak Reyhan pacaran?" beonya.

"Iye, kenapa?"

"Kak Devon gimana?"

"Ya, temenan," ucap gue bohong.

"Emang kalo kakak pacaran sama Kak Reyhan, Kak Devon gak boleh anterin kakak?"

"Ya, boleh sayangku cintaku. Tapi kan ada Reyhan yang bisa anterin aku. Gitu, loh," jelas gue.

"Ngomong sama bocah gak akan kelar, ah. Aku mau naik," ucap gue seraya beranjak dari sofa dan menaiki anak tangga.

"Kak, jangan lupa pajak jadian!"

Gue memberhentikan langkah ketika berada ditangga.

"Reyna," panggil gue.

Adik gue pun menoleh.

"Jangan cerita ke Devan tentang tadi."

"Tentang apa? Emang kenapa?"

"Ish, jangan pokoknya. Itu kan urusanku."

Reyna yang bingung hanya mengganggukkan kepala.

Antara Mantan dan PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang