Malam itu, gue mengirimkan pesan line kepada Devon.
Reysha: bsk gausah jemput
Devon: emang Reyhan jemput lo?
Gue pun mengirimkan sticker bergambar jempol yang mengartikan "ya".
Keesokannya, gue memeriksa ke depan pagar rumah. Syukurlah, tidak tampak motor Devon.
Gue memesan uber, lalu berangkat kesekolah.Sesampainya di gerbang sekolah, Devon berdiri disana dengan berkacak pinggang.
"Bandel, ya, udah berani bohong nipu gue," ucap Devon kesal ketika gue turun dari uber.
Gue tertawa kecil.
"Mana katanya dijemput Reyhan?" tanyanya.
"Gak jadi, gue nya kelamaan bangun, dia harus cepet-cepet kesekolah ngurus OSIS, makanya gue bilang gak usah jemput," gue berbohong.
"Bilang, dong, ke gue," kata Devon.
Gue meninggalkan Devon menuju kelas. Dia mengikuti langkah gue dari belakang.
Sampai dikelas, ia menyentil telinga gue pelan.
"Kebiasaan suka ninggalin. Gak baik, dasar," katanya.
"Ish," gue hampir tersulut emosi pagi - pagi akibat sentilan di kuping.
**
Bel istirahat, Devon pergi ke lapangan untuk bermain basket. Gue, Viana, Mya, Aretha, dan Sarah menuju kantin. Kami duduk di meja yang kosong.Gue sedang asyik mengunyah nasi goreng ketika seorang laki-laki datang dan memegang tangan gue.
"Reysha," panggil laki-laki itu pelan.
Gue menengadah. Reyhan berdiri didepan meja gue sambil memegang tangan gue.
Gue segera melepaskan pegangan tangannya.
"Apaan, sih, megang-megang," ucap gue dengan galak.
"Nanti pulang sama gue, ya," pintanya.
"Gak," jawab gue ketus.
"Gue mau ngomong," ujarnya memelas.
"Yaudah ngomong aja disekolah, gak usah anter pulang segala," balas gue.
Gue sudah terlanjur sakit hati akan sikapnya kemarin. Lelaki mana yang berkata dengan lancang "gue gak butuh lo" padahal dia bukan siapa-siapa, pacar bukan, suami bukan, bapak juga bukan.
"Gue tunggu di taman sekolah, lima menit lagi. Lo abisin dulu nasi goreng lo."
Ketua OSIS itu lalu pergi berlalu. Gue makan dengan tidak nafsu. Teman-teman gue yang lain hanya diam, bingung karena tidak tahu apa-apa. Viana mengelus pundak gue beberapa kali.
"Gue ke taman dulu, ya. Kalian duluan aja ke kelas."
Gue pergi kearah taman sekolah dan meninggalkan tanda tanya untuk Sarah, Mya, dan Aretha. Viana pun memboyong mereka kembali ke kelas.
Gue sampai di taman dan melihat seorang lelaki tinggi dengan pakaian rapi duduk dengan raut muka gelisah di bangku berwarna hijau.
Gue berdiri, berkacak pinggang didepan Reyhan.
Reyhan menengadah.
"Sini, duduk dulu," ucapnya sambil senyum terpaksa.
"Buruan ya, kalo ngomong. Udah mau bel masuk," gue berbicara dengan nada judes.
"Lo berubah ya," katanya mengawali topik pembicaraan.
"Lo yang berubah," gue membalas.
"Emosi lo gak stabil, lo udah kurang ajar sama gue. Lo pikir lo siapa tiba - tiba ngomong seenak jidat kayak kemaren di mobil? Gue juga gak butuh lo, kak, asal lo tau. Gue punya banyak temen, banyak orang yang ngelilingin gue pake rasa sayang. Gak kayak lo, gajelas," gue berbicara dengan nada cepat dan kesal. Gue mencurahkan perasaan gue. Tenang, gue berhasil menahan tangisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Mantan dan Pacar
Teen Fiction***** Reysha, tipe cewe yang susah jatuh cinta tapi sekalinya suka dan cinta sama seseorang bakal setia dan susah move on. Ketika Reysha udah mulai move on dan menyukai kakak kelasnya, bayang bayang mantan mengikutinya. Apa yang akan terjadi selanj...