32. Pernyataan

27 1 0
                                    

Reyhan keluar dari ruang OSIS dengan muka lesu. Gue melihatnya dari arah kursi penonton dilapangan.

"Vi, gue susul Reyhan, ya. Balik duluan gak apa-apa, kan?" tanya gue.

"Iya, hati-hati, ya, Sha."

"Sorry, ya, gue tinggalin lo."

"Gak masalah. Bentar lagi juga selesai tandingnya."

Gue pun berlalu meninggalkan Viana. Gue berlari kecil kearah Reyhan, melupakan ingatan gue dengan kata-kata yang gue dengar didalam ruang OSIS.

"Reyhannn," panggil gue. Dia tidak menoleh.

"Reyhann," panggil gue lagi dengan menepuk bahunya. Ia menoleh.

"Rey, lo sakit?" tanya gue khawatir.

Dia menggeleng dan menarik lengan gue. Tanpa sepatah kata, ia berjalan ke parkiran dan masuk ke mobil.

"Are you okay?" tanya gue didalam mobil.

"Ke taman bentar, gue butuh waktu refreshing," pintanya.

Mobilnya pun melaju keluar gerbang sekolah, mengarah ke sebuah taman. Sesampainya di taman, kami duduk disalah satu bangku.

Dia segera memeluk badan gue.

"Gue capek, Sha. Lagi banyak pikiran," lirihnya.

Gue mengangguk. Wajar dia banyak pikiran, dia sudah beberapa hari ini tidak masuk dan tugas sekolah menumpuk ditambah tugas serta kegiatan OSIS.

"Iya, Rey," balas gue singkat dengan menepuk-nepuk punggungnya.

"Gue sayang banget sama lo," ucapnya.

"Iya, gue juga."

"Gue yakin lo denger ucapan Azel didepan ruang OSIS," tuturnya.

"Hm.. Iya. Lo tau disitu ada gue?" tanya gue.

Dia mengangguk.

"Gue sayangnya sama lo, Sha," ujarnya.

"Lo gak perlu kepikiran gue denger atau engga ucapan Kak Azelia tadi di ruang OSIS. Masih banyak tugas lo yang lebih penting dipikirin. Gue gak apa-apa, kok, cuma masalah tadi."

Reyhan mengeratkan pelukannya. Sesaat kemudian, dia melepaskannya dan menatap wajah gue dengan jarak yang dekat lalu tersenyum.

Kami terdiam menikmati pemandangan. Reyhan menyenderkan kepalanya di bahu gue dan menyelipkan jari jemarinya di sela jari jemari gue.

"Sha,"

"Hm?"

"Manggil doang."

"Aneh."

"Mau es krim?" tanya Reyhan. Gue pun mengangguk. Dia segera bangkit dan berjalan kearah penjual eskrim.

Sesaat kemudian, dia kembali dengan salah tangan yang menggenggam dua cone eskrim, tangan yang lainnya ia sembunyikan dibalik tubuhnya.

"Sha," panggilnya ketika sampai dihadapan gue.

"Yeay, es krimnya dateng!" sorak gue.

Tiba-tiba Reyhan berlutut direrumputan membuat gue mengernyitkan dahi.

"Gue tau gue bukan cowo romantis. Gue gak bisa soalnya. Gue cuma pengen kasih tau ke lo kalo lo itu orang yang gue sayang. Gue udah mendam rasa dari awal deketin lo harusnya lo sadar itu. Gue gak beli bunga atau apapun. Gue kasih ini aja," ucapnya seraya menyodorkan apa yang ada dibalik tubuhnya.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" lanjutnya.

Berdebar-debar? Tentu. Ini adalah momen yang gue tunggu setelah lama ber-hts ria dengan Reyhan.

Antara Mantan dan PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang