27. Menjaga Reyhan

58 3 0
                                    

Gue sudah membersihkan diri dan mengganti pakaian di toilet kamar rawat inap Reyhan. Gue duduk dikursi sebelah ranjang, menatapi ciptaan Tuhan yang indah ini. Tangan gue bergerak mengelus lengan Reyhan berlanjut ke rambut hitam Reyhan. Tak lama, ia tersadar.

"R--Rey?"

"Gue tidur lama banget, ya?" Itulah kata-kata yang terlontar dari mulutnya pertama kali ketika bangun.

"Lumayan," jawab gue dengan senyuman.

"Mana mama?"

"Istirahat dirumah, kasian mama kamu capek."

"Ini jam berapa?" Reyhan celingak celinguk mencari jam dinding.

"Reysha," panggilnya lagi.

"Lo kok belum pulang?" tanyanya.

"Gue yang jaga lo malem ini."

Reyhan mengernyitkan dahi, otaknya sedang mengolah ucapan yang gue lontarkan. Setelah itu senyumnya mengembang.

"Makasih," ucapnya.

"Sha," panggilnya.

"Apa? Butuh bantuan?" tanya gue dengan sigap.

"Makasih."

"Buat?"

"Karena lo ada disini."

Gue terkekeh, "maaf karena gue, lo jadi harus dioperasi dan ngerasain sakit dari kemarin."

"Itu sama sekali bukan salah lo."

"Devon gimana?" tanya Reyhan yang tumben-tumbenan menanyakan kabar Devon.

"Baik-baik aja."

"Kalo gue sembuh gue bakal hajar dia balik," ucap Reyhan yang membuat gue melotot.

Dia meringis, "hehe ampun, becanda doang."

"Sha," panggilnya lagi.

"Tidur gih udah malem," perintahnya.

"Masih gak ngantuk kok, Rey."

"Kan lo tadi sekolah terus kesini pasti capek. Tidur sana."

"Engga, entar aja, ya."

Reyhan pun menyerah untuk menyuruh gue tidur.

"Sha, gue sayang banget sama lo."

Gue tersenyum, "gue juga."

Jari jemari Reyhan menggenggam tangan gue.

"Gak mau gue lepas," ucapnya dengan senyuman. Gue pun membalas dengan senyuman.

Malam ini, Reyhan, bintang-bintang, dan bulan lah yang menemani gue.

"Gue seneng," ungkap Reyhan ketika kami sama sama sedang menikmati indahnya bulan dan bintang.

"Hm?" gue menoleh.

"Seneng karena malem ini gue sama bidadari cantik."

Pipi gue memerah, "gak usah gombal baru juga sadar abis operasi."

Reyhan terkekeh.

**
Secercah sinar dari jendela kamar rawat inap Reyhan membuat mata gue terbuka.

Gue melirik tangan Reyhan. Jari jemarinya masih terikat dengan jari jemari gue. Dia menepati ucapannya semalam, "gak mau gue lepas."

Gue melihat wajah Reyhan. Matanya masih terpejam. Gue melepaskan jari jemari gue dari pegangannya. Gue merengangkan otot-otot badan gue yang kaku akibat tidur dengan posisi duduk.

Gue berjalan kearah toilet untuk cuci muka dan sikat gigi. Saat kembali, telah ada satu nampan berisi sarapan untuk Reyhan. Pelayan rumah sakit telah mengantarnya tadi.

"Morning," sapa gue ketika mendapati Reyhan mengerjapkan mata.

Reyhan tersenyum, "morning."

"Mau makan sekarang?"

Reyhan mengangguk.

"Suapin, Sha," rengeknya seperti anak kecil.

"Mentang-mentang tangannya diinfus, ya. Dasar," balas gue. Gue segera mengambil nampan dan duduk ditepi ranjang Reyhan. Reyhan mendudukkan dirinya sendiri.

"Sha, abis ini mau buah apel juga," pintanya.

"Iya, abisin dulu nasinya."

"Sha, gak mau daun bawangnya."

"Makan."

"Gak mau."

"Makan."

"Sha, ih, gak mau."

Mata gue melotot kearah Reyhan, "hehe iya mau daun bawangnya tapi jangan banyak-banyak."

Suapan demi suapan diberikan sampai akhirnya semua makanan diatas nampan itu habis.

"Minum jusnya biar sehat."

Reyhan mengangguk.

"Mau buah, Sha," pintanya. Gue mengangguk dan mengupas kulit apel. Setelah itu gue menyuapinya sepotong demi sepotong.

Pintu terbuka perlahan.

"Eh, mama ganggu kemesraan dua sejoli, ya," ledek mama Reyhan ketika tubuhnya memasuki kamar rawat inap Reyhan.

"Tante udah dateng? Gimana tidurnya tante? Nyenyak?" tanya gue menyambut mama Reyhan dan mempersilahkannya duduk dikursi sebelah ranjang.

"Nyenyak banget Reysha. Makasih ya udah mau nemenin Reyhan disini semalaman."

"Sha, apelnya," pinta Reyhan yang sedari tadi merasa dikacangi.

"Manja ya anak mama ini, maafin ya Sha," ucap mama Reyhan.

Mama Reyhan hanya memperhatikan gue yang sibuk mengupas dan memotong apel serta Reyhan yang sibuk mengunyah.

"Kenyang," ucap Reyhan. Tingkah lakunya seperti bocah. Apa jangan jangan kepalanya juga terbentur saat berantem? Lalu ia lupa ingatan? Makanya sikapnya menjadi seperti anak kecil? Hmm..

Antara Mantan dan PacarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang