Chapter 22

171 26 5
                                    

-------

Aku menangkupkan kepalaku diatas meja begitu Park ssaem menjelaskan dengan suaranya yang seperti suara pengantar tidur itu.

Tidak berbeda jauh denganku, anak-anak dikelas ini semuanya melakukan hal yang sama.

Bagaimana tidak?

Kami semua kelelahan setelah hari terakhir kemah. Panitia mengajak kami untuk bermain games dari pagi hingga petang, lalu pulang naik bus hingga malam. Dan keesokan harinya, kami harus berangkat kesekolah dengan keadaan yang jauh dari kata baik tentunya, seperti sekarang ini.

Benar-benar melelahkan.

Ini sudah mendekati jam terakhir sebelum bel pulang.

Beberapa temanku bahkan sudah ada yang tertidur dengan nyenyak di pojok sana.

Untung ssaem satu ini bukan termasuk yang pemarah. Ia lebih tidak peduli dengan keadaan kelas dan muridnya, asalkan ia sudah merasa menyampaikan tugasnya sebagai seorang guru dengan baik.

Entahlah, aku tak peduli.

Aku memejamkan kedua mataku dengan khidmat.

'Tettttt'

Dan langsung berdiri tegak begitu suara bel pulang berbunyi nyaring.

Rasa kantuk ku meluap sudah entah kemana.

Aku membereskan buku-bukuku masuk kedalam tas dengan perasaan yang sudah lebih baik.

Tidak sabaran untuk bercumbu dengan kasur kesayanganku.

Aku berpamitan dengan teman-temanku begitu aku sudah membereskan semuanya.

Ternyata Hoshi masih tidur dipojok sana. Dalam hati aku terkikik geli.

Setelah itu aku berjalan cepat keluar kelas berdesak-desakan dengan siswa-siswi disini yang juga ingin cepat pulang seperti ku.

Namun diujung sana, aku dapat melihat siswa-siswi yang membuka lebar jalan untuk orang yang tak lain dan tak bukan adalah seorang Kim Mingyu dan teman-temannya tentunya.

Membuat orang-orang didepanku ini menggeser tubuhnya kesamping untuk memberi mereka akses jalan dan berhenti sebentar.

Aku memutar kedua bola mataku.

'Cuih.'

Aku mendecih dalam hati.

Semua siswi disini menatap mereka dengan berbagai tatapan, namun didominasi tatapan memuja untuk kaum siswi tentunya.

Aku menatap mereka dengan jengah. Mereka hanya membuang-buang waktuku yang berharga untuk cepat bertemu dengan kasurku dan membuat kepalaku sakit seketika entah karena apa. Namun sialnya mataku dan mata Mingyu bertemu setelah itu.

Ia menatapku dengan tatapan dinginnya yang biasa.

Aku tak menghiraukannya.

Kami -mungkin untukku- menganggap apa yang sudah kami lakukan pada saat kemah kemarin itu bukan apa-apa. Aku mencoba bersikap seperti semuanya tetap sama. Dan Mingyu pun juga demikian kurasa.

Bahkan saat dikantin kami bertemu, kami masih saling menatap sengit, dan Mingyu yang dengan sengaja menyenggol bahuku entah apa maksudnya.

Mingyu itu benar-benar sulit ditebak.

Walaupun jujur...

Sulit untuk melupakan saat malam kemah itu.

Tapi aku mencoba untuk melupakannya, karena memangnya apa yang bisa kuharapkan dari seorang Kim Mingyu?

SCHOOL FIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang