"Kamu mau bicara tentang pacar kamu lagi, Juna?" tanya Ayahnya tak ayal membuat Arjuna mengangguk. Arjuna akan terus membahas ini selagi masih ada waktu. Selama ini Arjuna tidak pernah tidak menuruti kemauan orangtua serta selalu berusaha menjadi kakak yang baik bagi adiknya tapi untuk masalah ini Arjuna perlu mengesampingkan sikap penurutnya. Kalau pun masih tak ada jalan lain. Arjuna masih akan terus menggalinya sebanyak mungkin.
"Ya udah masuk," suruh pria yang baru saja menaruh buku di rak kecil miliknya. Arjuna masuk dan duduk di kursi.
"Mama mana, Pa?" Arjuna mencoba berbasa-basi.
"Ntar juga Mama kamu ke sini. Itu dia."
Mamanya datang dengan segelas minuman di tangan. Perempuan itu tidak bingung kenapa anaknya ada di sini.
"Cuman ada es."
"Ya. Taruh," suruh Papanya. Wanita yang telah mengandung Arjuna selama sembilan bulan itu menaruh segelas es di meja. "Duduk dulu."
Setelah Mamanya duduk. Barulah Arjuna berdehem, menjelaskan maksudnya di sini.
"Ma, Pa. Arjuna udah bicara sama orangtua Abel. Arjuna butuh dukungan Mama sama Papa biar pertunangan Arjuna sama Abel nggak terjadi." Kedua tangan Arjuna berada di ujung lututnya. Menampilkan sikap anak yang beretika di hadapan orangtua. Badannya tegak dengan mata tajam persis milik Ayahnya.
Benar kata pepatah. Memang buah tak jatuh dari pohonnya. Begitu pula apa yang dilihat Asahi pada Arjuna.
"Kenapa kamu terus nolak Juna? Mama pengin banget kamu sama Abel bahagia. Papa kamu juga."
"Maaf Ma, Arjuna nggak bisa."
"Kamu bisa kalau kamu ada niat." Aldrin angkat bicara. "Kamu sama pacar kamu masih?"
Arjuna mengangguk mantab. "Masih."
Tidak ada keraguan di wajahnya. "Apa Papa sama Mama tega ngeliat Abel malah menderita sama Arjuna? Arjuna nggak pernah ada rasa sama dia. Dia udah Arjuna anggep sebagai adik Arjuna sendiri. Dari kecil sampai sekarang Arjuna udah ngejaga dia. Ngelindungin dia. Ngehibur dia kalau dia lagi sedih."
"Arjuna tau Papa sama Mama suka sama dia. Percaya sama dia tapi Arjuna juga berhak nentuin hidup Juna. Arjuna udah selalu nurut sama Papa sama Mama. Apa kali ini Arjuna nggak boleh nentuin hidup Arjuna sendiri?"
"Juna," Asahi memanggil. "Kami pengin kamu bahagia. Orangtua mana yang nggak mau anaknya bahagia? Kamu anak pertama Mama sama Papa. Kami cuman pengin biar kamu nggak salah pilih. Abel cantik. Pinter. Deket sama keluarga kita. Asal-usulnya jelas. Dia juga suka sama kamu. Apa kamu nggak mau berpikir buat jalanin sama dia?"
"Poppy lebih cantik," seketika suaranya terdengar emosi. Ketenangannya terusik karena Mamanya lebih membela Abel. "Dia pinter. Dapet beasiswa di sekolah. Biarpun dia bukan lahir dari kalangan berada. Tapi aku tetep suka. Aku nggak pernah liat orang dari asal-usulnya."
"Kalau misalnya dia anak preman juga aku bakalan tetep suka sama dia karena aku nggak pernah ngeliat orang dari asal-usulnya."
Aldrin tersenyum kecil. Puas dengan apa yang telah ia dengar juga dengan perjuangan anak lelakinya. Ternyata secepat ini Arjuna dewasa.
"Aku cuman butuh dukungan Mama sama Papa. Apa aku nggak boleh nentuin hidup aku sendiri?"
Asahi hendak mengatakan sesuatu pada Arjuna namun Aldrin menarik lengannya membuat Asahi menoleh, tidak jadi mengeluarkan pendapatnya.
"Arjuna," panggil Aldrin. "Besok bawa pacar kamu ke rumah. Papa sama Mama mau kenalan."
***
Keputusan itu tak lantas membuat Arjuna senang karena orangtuanya tidak juga membatalkan acara yang sudah mereka siapkan jauh-jauh hari. Untuk menghibur diri sendiri. Cowok itu masuk ke kamarnya dan menghidupkan lagu-lagu kesukaannya. Matanya beralih ke meja belajar. Ada piguran kecil fotonya saat kecil. Di depan kaca pigura itu ada foto yang ukurannya lebih mungil. Seorang perempuan dengan baju putih abu-abu sedang berada di rangkulannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome Boy
Teen Fiction[Sebagian cerita ini di private, follow dulu baru bisa baca] Masa putih abu-abu memang tidak akan pernah terlupakan. Apalagi bagi Arjuna dan Poppy yang menjalin hubungan layaknya muda-mudi yang saling tertarik satu sama lain. Poppy dengan segala yan...