Chapter [27] (1)

50.5K 4.2K 195
                                    

Kesehatan Aga tambah menurun.

Poppy menyenderkan tubuhnya di dinding sekolah setelah selesai mendengar kata-kata Bu Ayun yang tadi menghubunginya dan memberitahu bahwa Aga pingsan. Saat-saat tadi dan sampai sekarang Poppy rasanya kalut namun tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa melakukan apa karena ia terlalu lelah.

Hidup dengan seorang adik yang sakit. Harus mengejar materi di sekolah yang banyak tertinggal dan... bekerja. Belum lagi biaya eksternal yang tiba-tiba datang secara mendadak. Poppy rasanya tidak kuat. Ada tanggung jawab besar di pundaknya dan beban itu semakin menupuk kian harinya.

Andai kedua orangtuanya di sini. Andai mereka masih hidup mungkin sekarang ia bisa mencari tempat bertumpu untuk dirinya. Setidaknya ada yang menopangnya di saat-saat seperti ini. Ada orang yang bisa ia ajak bercerita dan berbagi masalah. Namun hanya ada Bu Ayun dan Poppy tidak mungkin bergantung pada ibu kontrakan itu terus. Tidak mungkin sekali. Meskipun keduanya sudah dianggap anak, tetapi tetap saja mereka orang asing.

Kadang Poppy mendengar Aga mengeluh sakit saat malam namun anak lelaki kecil itu menahannya dan itu semakin membuatnya sakit.

Poppy tidak sanggup.

Cewek itu mengusap wajahnya lalu matanya terpejam. Kedua matanya mulai terasa panas namun untuk menangis air mata Poppy rasanya sudah kering. Cewek itu hanya bisa mengatur napasnya yang putus-putus. Dadanya sesak.

Berharap Arjuna akan menolongnya? Laki-laki itu sudah sering membantu dalam banyak hal. Dan Poppy juga tau Arjuna adalah cinta monyetnya. Perasaan jatuh cinta yang kerap kali menyerang anak muda di masa indah putih abu-abu. Bisa saja kan Arjuna meninggalkannya? Bisa saja mereka tidak cocok nantinya? Atau bisa saja mereka nantinya berpisah. Tidak ada yang tau kedepannya karena itu Poppy tidak terlalu mau bergantung pada Arjuna.

Teringat orangtua, adiknya dan juga hidupnya. Kadang memikirkan ini membuat pikirannya berkecambuk sekaligus takut. Poppy bersyukur atas apa yang ia miliki namun ia juga tidak munaf. Ia juga terkadang mengeluh pada dirinya sendiri atas apa yang ia punya. Atas hidupnya. Kadang juga ia merasa satu orang beruntung dari 10.000 orang yang hidupnya mungkin jauh dari kata layak. Tapi, yang namanya manusia pasti ada rasa tidak puas.

Dan Poppy tau betul apa yang dirasakannya sekarang.

Dunia tidak adil.

Dunia itu kejam.

Pemahaman itu benar. Nyatanya orang kecil dan lemahlah yang selalu ditindas. Nyatanya dunia dan Tuhan seolah mengucilkannya. Lalu kenapa masalah datang secara bertubi-tubi padanya? Bukankah itu satu bukti bahwa Tuhan tidak adil?

"Poppy," panggilan itu membuat Poppy buru-buru mengangkat wajahnya. Lion yang berdiri di depan Poppy mengerutkan keningnya melihat wajah cewek itu takut dan merah. Ada selaput bening di kedua matanya. "Lo kenapa?"

Poppy menggelengkan kepalanya. Dia sama sekali tidak menjawab. Otak dan mulutnya masih tidak berfungsi sejenak.

"Poppy," panggil Lion lebih halus dari yang tadi. Cowok itu mendekatinya sementara Poppy hanya diam di tempatnya. "Lo kenapa?" tanyanya. Tidak biasanya cewek yang selalu ia lihat tegar dan ceria itu murung seperti ini. Bahkan ini lebih dari sekadar murung biasa.

"Ada yang nyakitin lo?"

Poppy masih diam.

"Lo bilang sama gue. Ada yang nyakitin lo? Atau ganggu lo? Atau bikin lo takut? Lo kenapa?" Lion memberondongnya dengan berbagai macam pertanyaan namun Poppy masih diam. Kediamannya membuat Lion semakin cemas.

"Poppy," panggil Lion lalu cowok itu menyentuh tangan Poppy yang dingin.

"Kenapa sih Tuhan gak adil Yon?" kata Poppy. Jelas suaranya tidak seperti biasa. Suara Poppy seperti ingin menangis. "Aku salah apa?" tanyanya sambil merunduk.

Handsome BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang