7 Tahun Kemudian.
"AAAAAA! TAU GAK SIH? GUE LAGI SENENG BANGET SOALNYA NIH YA GUE KETERIMA DI KANTOR IDAMAN GUE! DUH BENER-BENER DEH KALAU LO ADA DI SINI GUE BAKALAN MELUK LO!" teriak Adilla terdengar sangat nyaring sekaligus bahagia di waktu yang bersamaan. Poppy tersenyum. Ia membuka kedua kedua pintu jendela rumahnya. Angin sejuk menerpa kulit wajahnya. Perempuan ini—yang dulu selalu bergantung pada orangtuanya sekarang sudah bisa mandiri. Dewasa. Apa-apa dia beli sendiri. Adilla selalu menceritakannya pada Poppy lewat telpon. Ia bahkan tidak peduli seberapa habis pulsanya.
"Terus sekarang lo di mana Dil?"
"Gue lagi di jalan nih. Sama Angga. Lo?"
"Langgeng banget. Di rumah."
"Oh ya dong!" Adilla membalas semangat. "Lo kapan sih balik ke sini? Ke Indonesia? Kangen gue."
"Gatau." Poppy cengengesan. Tidak tahu harus membalas bagaimana. "Nadin apa kabar?"
"Gatau gue jarang ketemu sama dia. Dia sibuk banget."
"Emangnya nggak dikasi apa sama suaminya istirahat bentar aja? Kan kasian dia."
"Tauh tuh! Lion tuh emang gak pernah peka dari dulu. Kesel gue."
"Jadi ceritanya masih nggak bisa move on nih?"
"Nggak mungkin dong kalau gue nggak move on gue nerima Angga. Bentar lagi juga gue sama dia mau nikah."
"Cepet banget." Poppy memandang langit. Gelap di mana-mana. "Kapan?"
"Bulan depan."
"Kok buru-buru Dil?"
Adilla terkikik di sana. Seperti sedang menahan geli. "Iya. Hmm. Gitu deh."
Kening Poppy mengernyit mendengar jawabannya. "Lo udah isi?"
"Iya," jawab Adilla malu-malu.
"Omegat! Selamat ya!"
"Makasii Poppy! Lo kapan? Cepet nyusulnya. Udah 7 tahun nih masa nggak move on. Move on."
"Gak tau gue. Seriusan."
"Emang nggak ada cowok yang lagi deketin lo gitu? Atau apa?"
"Ada sih cuman...."
"Cuman?"
Poppy memandang bintang-bintang. Tidak ada pikiran apa pun di otaknya. Kosong. Kekosongan yang telah ia jalani seorang diri. Salah satu bintang paling kecil itu bersinar terang. Paling terang dari yang lainnya. Paling bersinar menembus langit kelam—berusaha menunjukkan jati dirinya yang meskipun kecil namun kekuatannya begitu dahsyat. Poppy tersenyum. Ingat Aga. Bintang itu mengingatkan Poppy dengan Aga. Dengan adik kecilnya. Dengan semangat yang tak pernah terputus. Dengan senyum, harapan beserta cita-cita yang harus kandas di tengah jalan. Untuk itu semua Poppy tidak terus bersedih. Dia masih melanjutkan hidup. Karena Aga ada di sini. Di dekatnya. Sangat dekat menyentuh sanubari. Di hatinya.
"Siapa sih?" tanya Adilla lagi.
Poppy tersenyu. "Dia—"
"Dia kenapa? Arjuna?" tebak Adilla mengungkit nama itu lagi. Nama yang cukup tabu untuk diingat Poppy. Adilla lalu berdehem tidak enak. "Sorry-sorry. Gue kelepasan. Lagi."
"Nggak pa-pa, Dil. Dia kan bagian dari masa lalu gue." Poppy merunduk. Memainkan tirai jendela dengan tangannya. Ada tali putih yang bergoyang-goyang karena angin di depannya.
"Lo... nyesel?"
Poppy tersenyum. Perih itu masih ada jejaknya. "Nggak. Dia udah bahagia sama Abel kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome Boy
Teen Fiction[Sebagian cerita ini di private, follow dulu baru bisa baca] Masa putih abu-abu memang tidak akan pernah terlupakan. Apalagi bagi Arjuna dan Poppy yang menjalin hubungan layaknya muda-mudi yang saling tertarik satu sama lain. Poppy dengan segala yan...