Part 18

9.8K 597 7
                                        

"Awas tiati" Aldan menuntunku dia baru saja mengantarkan aku ke dokter langsung, kata dokter aku baik baik saja. Hanya sedikit benturan yang keras di punggung ku jadi sedikit nyeri.

"Elo pulang aja nggak papa" Kataku pulang saat aldan berhasil mengantarkan aku pulang. Dan kini aku sedang di sofa.

"Serius elo baik baik aja?"

"Iya dan" Kataku sedikit lebih keras, Aku masih memikirkan hal tadi yang baru saja terjadi, kenapa seburuk ini? Baru saja aku percaya pada seorang lelaki tapi malah lelaki itu bukan lagi miliknya detik ini.
Kadang aku berfikir, apakah memang aku terlalu buruk untuk dipercayai dan mempercayai? Sesedih ini hidupku? Ditinggal pergi mama , ayahku juga. Tinggal seorang diri di kota asing dan disini pun juga diasingkan. Semiris ini hidupku?
Aku mengeluarkan air mataku yang sejak tadi kutahan saat bertemu Ali. Ah menyebut namanya saja membuat ribuan jarum lari menusuk hatiku.

"Sakit ya?" Aldan mengelus pelan punggung ku, aku yang menyadari aldan masih disini menatapnya sendu.

"Gue baik baik aja, luka kayak gini udah biasa buat gue" kataku sambil terisak terlihat aldan yang makin menatapku cemas.

"Loe nyari gue dan?" Tanya seorang temanku yang juga kost disebelah , aku tidak begitu dekat dengannya tapi jika aku butuh bantuan dia selalu senang saja membantuku.
Aldan mengangguk dan dia pun masuk dan ikut duduk di sofa kecil kost ku, Shofie dialah orang nya. Mahasiswi yang pandai dan baik yang selalu rela meminjamkan bukunya padaku. Kebetulan aku dan dia dijurusan yang sama.

"Abis nangis ly? Loe kenapa?"
Tanya Shofie melihatku dan aku hanya tersenyum dan menghapus air mataku.

"Jadi gini shof, Prilly ini abis kecelakaan kecil. Punggung nya sedikit memar, tadi sih udah gue anter ke dokter dia baik baik aja. Gue tadi nyariin elo cuman mau bilang bisa minta tolong jagain Prilly? Ya minimal elo ada saat dia butuh aja. Gue sih mau nemenin tapi gimana? Ini kost an gue nggak mungkin nginep sampai dia sembuh. Pas malem aja kok , siang sama pagi biar gue jagain" Jelas aldan panjang lebar dan aku menatapnya kaget. Apa apaan aldan ini?

"Nggak usah dan gue bisa sendiri, sejak kapan sih elo posesif gini?" Kataku sedikit keras karna aku tidak suka merepotkan orang. Aldan berlebihan.

"Setelah elo memilih orang yang salah!" Bentak aldan saat aku mencoba meronta tak mau ditunggu. Ketika aldan bilang seperti itupun aku diam, dia memang benar apa yang aku bisa? Selain melakukan kesalahan saja?

"Bisa kan Shof?" Shofie hanya mengangguk takut melihat guratan emosi yang ada di wajah aldan, aldan memang orang yang memiliki wajah ramah jika orang belum mengenalnya dia akan takut sekali melihat aldan marah seperti ini.

"Jangan lupa minum obat! Mulai sekarang gue nggak suka dibantah! Gue sayang sama elo. Gue pulang" Terlihat aldan bejalan tegas sambil meninggalkan aku dan Shofie , aku melihat Shofie dan dia menatapku iba. Diapun duduk mendekati aku.

"Elo kenapa?"
Aku hanya menggeleng sambil menangis. Shofie menghapus air mataku dan spontan aku memeluk Shofie.

"Gue takut" kataku sambil memeluk nya erat.

"Aldan sayang sama elo, elo harus tau itu" aku hanya mengangguk dalam hati aku berkata. Bukan itu yang aku takutkan Shof.

Setelah aku berada dipelukan Shofie menangis sepuasku, Shofie menyuruhku istirahat dia menidurkan aku di kasurku, berdiam lama dikasur membuat mataku lelah dan akhirnya tertidur.

Sinar yang masuk dari jendela kamar kosan ku membuat aku sedikit terganggu dan akhirnya terbangun, kulihat di sisi kiri Shofie sedang menyiapkan sesuatu yang entah apa. Aku pun bangun sekedar duduk untuk mengumpulkan nyawa setelah tertidur.

"Udah bangun loe" kata shofie berjalan kearahku dan aku tersenyum. "Bagus deh pas banget , makan nih buburnya gue nggak masakin sih beli didepan. Gue juga mau kuliah loe baik baik yaa" Katanya sambil memberikan semangkuk bubur ayam di pangkuan ku.

"Makasih ya Shof"

"Its okay, kalau loe butuh apa2 ke ibu aja gue tadi udah bilang kalau loe sakit" aku hanya mengangguk. "Tapi pril ada seseorang dari tadi pagi didepan gue sih nggak kenal, dia mau nemuin elo"

Aku menyergit, siapa dia?

"Ciri cirinya."

"Ahh lupa guee, pokok nya ganteng gue nggak terlalu namatin wajahnya kayak nya sih orang kaya"

Ali.
Satu nama yang kini melintas dipiranku ketika dia mengatakan orang kaya. Seketika aku benci orang kaya kini.

"Suruh pulang aja"
Kataku sambil berusaha berdiri untuk ke kamar mandi.

"Ya gimana? Gue nggak enak"

"Udah bilang aja Prilly nggak bangun2 gitu"

"Udah prillll. Dan dia bilang akan tunggu"

"Apa aja kek yang bikin dia pergi. Udah sana berangkat entar telat lagi. Sekalian bilang ke dia"

"Iya deh. Gue berangkat loe ati ati okeee"
Aku mengangguk sambil melihat kearah Shofie yang berjalan keluar. Karna kepo aku mengintip nya dibalik jendela.
Kulihat Ali dan Shofie berbicara , Ali terlihat kecewa namun saat kemudian dia pergi diiringi Shofie juga yang pergi.
Aku lega.
Maafkan aku Li, aku tidak mau dianggap orang ketiga dalam hubungan kalian.

Selesai mandi dan berberes aku berjalan kearah dapur dan mengambil obat yang kemarin diberi oleh dokter. Aku berniat memberi ini diruang tengah aku berjalan tertatih sambil memijat pelan pundakku.

"Masih sakit?"
Deg! Alangkah kaget aku Ali malah didalam ruang tamu itu sambil menatapku ramah.

"Siapa yang ijinin kamu masuk sini?"
Ali pun berdiri dan berjalan kearahku , aku pun panik sedikit menjauh dengan melangkah mundur.

"Kenapa aku harus ijin buat masuk ke kosan calon istri aku sendiri"

"Ali nggak lucu, mendingan kamu pulang!"
Usirku pada Ali malah membuat Ali menunduk, sambil memasang muka sedih.

"Aku bilang pergi Li"
Aku mendorong tubuh Ali hingga tersungkur di bawah kakiku. Ia memegang kakiku seperti memohon.

"Ali apaan sih lepas"

"Aku mau ngomong"

"Nggak mau lepasin!"

"Dengerin aku sayang"

"Ali lepas" spontan aku menendang Ali hingga dia tersungkur hingga tertidur aku yang takut sekaligus terkejut langsung menghadap membelakangi Ali.

"Ayasha sakit"
Katanya lirih, aku yang terkejut langsung tidak bisa menahan air mataku. "Aku nggak tau musti gimana waktu dia manggil nama kamu terus, aku minta maaf"

Aku makin menangis makin menjadi ketika dia bersuara serak seperti orang menangis.
Iya dia menangis juga aku yakin.

"Setidaknya maafin aku buat ayasha"
Aku harus kuat tidak! Jangan runtuh Prilly.

"Ayasha sudah bukan urusan aku lagi, bahkan semua yang berhubungan sama kamu sudah bukan urusan aku lagi. Sekarang kamu pergi atau aldan akan marah banget sama kamu karna dia akan kemari sebentar lagi!"
Aku berteriak sambil sedikit menahan air mata lalu berjalan menuju kamarku. Kututup pintunya keras agar Ali mendengar bahwa aku benar benar mengusirnya.

-------------------------------------------------
Halooo!!!!
Maaf yaa lama. Lagi sibuk kuliah ini, namanya juga Maba. Wkwk!

See you on next chapter ❤

Pelindung keponakankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang