Chapter 4

8.7K 425 27
                                    

"Guys, gue keluarin makanannya sekarang, ya," Kak Via tiba-tiba beranjak dari kursinya dan tanpa menunggu kami merespon ucapannya, Kak Via sudah berlalu.

Tidak lama kemudian, Kak Via bersama dua orang pelayannya yang mendorong troli makanan datang mendekati meja kami. Kak Via menghidangkan banyak sekali makanan untuk kami. Untuk appetizer dan main course sengaja dikeluarkan Kak Via bersamaan. Seharusnya memang satu per satu, tapi Kak Via memilih bersamaan saja mengeluarkannya.

"Silahkan dimakan, Guys! Gue tadi bikin semua itu untuk kalian," kata Kak Via sembari kembali duduk, "Khusus lagi buat Sheera, Sofie, sama Aaron yang perdana nyobain."

"Wah, jadi tersanjung nih, Kak," sejenak, aku melupakan masalahku dengan Kak Dave.

Pertama, tentunya kami memakan appetizer-nya. Cukup aneh bagiku. Kita hanya kumpul santai saja di siang hari, tetapi makanan yang dihidangkan seakan sedang table manner atau acara makan penting.

Lalu setelahnya, kami menyantap hidangan main course yang sudah disajikan. Ah, masakan Kak Via benar-benar enak. Tidak rugi Kak Via menuntut ilmu jauh-jauh hingga Swiss. Apa nanti aku meminta les privat memasak, ya, pada Kak Via?

Secara, kemampuanku dalam memasak sungguh buruk. Menggoreng telur saja kalau tidak gosong, pecahnya ke mana-mana mengotori dapur. Memasak mie instan selalu kelembekan. Bereksperimen membuat cake apalagi, cake-nya sampai tidak terbentuk. Membuat nasi goreng, kecapnya kebanyakan hingga nasinya menjadi coklat sekali—bahkan mendekati hitam—. Merebus air saja, airnya sampai habis karena kutinggal telepon dengan klien.

Kadang, aku prihatin pada diriku sendiri yang tidak bisa memasak. Inilah akibat saat remaja aku tidak mau membantu Mama atau Mommy memasak di dapur. Padahal masakan kedua ibuku itu sangat enak.

"Kak, kapan-kapan ajarin aku masak, ya?" pintaku mengutarakan isi hatiku.

Yang lain langsung tersedak mendengar permintaanku. Terlebih lagi Kak Dave, Aaron, dan Kak Sofie.

"Ra, serius?" tanya Kak Sofie pelan.

"Aku sih mau aja, Ra. Kapan kamu luangnya?" Kak Via bertanya dengan santai.

"Kak Via yakin mau ajarin Sheera?" Aaron menyangsikannya, "Kak, gue kasih tau, ya. Sheera itu buruk banget—tolong kutip kata banget—kalau masalah masak. Dia mungkin jago manajemennya, tapi urusan dapur? Jangan pernah percaya sama Sheera."

Aku mencebik. Aku tahu kemampuanku sangat amat buruk. Tapi harus, ya, membahasnya secara gamblang seperti itu?

"Dek," tegur Kak Sofie.

"Kak, aku itu ngomong yang sejujurnya. Kasihan Kak Via nanti," ujar Aaron dengan nada suaranya yang sok polos.

"Aaron," Fay yang kini menegur Aaron, "Aku juga gak bisa masak, masih mau ngatain Sheera terus? Sama aja kamu ngatain aku," ketus Fay.

"Gak gitu, Sayang."

"Lo ngejek sepupu gue, gue hajar lo," Kak Kevin menunjukan tinjunya ke depan wajah Aaron yang langsung menyengir.

"Gue bercanda, Kak. Pada baperan banget sih."

"Lagian lo bercandanya gak tepat, bro. Sheera lagi serius pengen belajar masak," timpal Kak Ken, "Buat bekal jadi ibu rumah tangga yang baik. Gak mungkin kan Dave yang masak?"

Aku melotot pada Kak Ken. Maksudku tidak begitu juga. Memang sih, tujuan lainku belajar memasak adalah itu. Tetapi itu terlalu kejauhan. Memangnya aku akan menikah secepatnya?

Tujuanku sebenarnya hanya ingin membuktikan saja bahwa aku juga bisa memasak. Dan agar aku bisa memberikan masakanku untuk yang lainnya. Tidak mungkinkan yang memasak selalu Kak Via, Kak Sofie, Disha, dan Reni? Aku juga harus bisa!

Relation of Daveera [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang