Chapter 24

7K 323 30
                                    

Acara barbeque kami masih berlanjut hingga pukul sepuluh malam waktu Bali. Tentu saja tersisa kami yang muda-muda. Para orangtua lebih memilih beristirahat di kamar karena sudah lelah. Begitupun dengan Mommy, Daddy, Tante Kayla, dan Om Fero yang sudah kembali ke rumah Grandpa. Kak Kevin sendiri masih bertahan bersama kami, karena di rumah Grandpa sepi.

“Kalian gak ke kamar aja?” Kak Ken bertanya padaku dan Kak Dave. Biasanya jika Kak Ken bertanya, akan berujung pada sebuah godaan.

“Kenapa? Aku belum ngantuk. Jadi masih mau di sini,” balasku.

“Kalian kan ...,” Kak Ken menggantung ucapannya.

“Kalau Kak Ken mau godain aku lagi, mending gak usah deh. Aku udah kebal,” aku menjulurkan lidahku pada pengacara lulusan Harvard itu, lalu memasukkan sepotong daging ke mulutku. Tanganku terulur untuk menusuk daging lagi, tapi kali ini tujuannya untuk Kak Dave, “Aaaa, Kak,” aku meminta Kak Dave membuka mulut, yang langsung dituruti olehnya.

“Elahh... Sok sweet banget sih kalian,” Kak Nico mencibir.

“Iri aja sih lo,” balas Kak Dave setelah menelan daging yang kusuapkan tadi. Kak Dave lalu mengeratkan selimut yang menggantung di bahuku. Sekitar lima belas menit yang lalu, Kak Dave pamit untuk ke kamar sebentar, dan saat kembali ternyata Kak Dave membawa sebuah selimut yang cukup tebal untukku.

“Main truth or dare, yuk!” ajak Lena tiba-tiba.

“Apaan sih, Dek? Pasaran banget mainan kamu,” Kak Nico memutar bola matanya, “Mending main gombal-gombalan aja,” tangan Disha segera beraksi memukul lengan Kak Nico.

“Sekali playboy, tetap aja playboy,” ketus Disha.

“Gak gitu, Cantik. Aku tuh tadi cuma asal ngomong. Lagian Lena mainannya pasaran banget. Aku malas.”

“Kakak malas atau takut aibnya terbongkar?” sahut Lena menyudutkan kakaknya.

“Itu sih jelas option kedua, My Lena,” Kak Ken yang menyahut.

“Gue setuju, Len! Ayo, kita main truth or dare!” seru Disha membuat Lena tersenyum senang. Sementara Kak Nico mengerang kesal. Dan yang lain termasuk aku hanya diam menanti.

“Nih, botolnya,” Lena mengambil sebuah botol dan meletakkannya di tengah-tengah kami, “Hukumannya makan setengah sosis pakai sambal buatan Oma-nya Kak Dave, kalau ada yang gak jujur dan gak berani ngelakuin tantangannya,” kata Lena yang langsung kami setujui dengan anggukan, “Kak Ken, tolong putar,” pintanya.

Kak Ken memutar botol itu. Kami kembali diam menunggu hingga botol itu berhenti tepat di ...

Kak Valdo.

Truth or dare, Kak?”

“Hmm ..., truth.”

“Payah lo,” ejek Kak Nico, “Tapi, biar gue sini yang kasih pertanyaan.”

“Giliran yang lain kena aja, semangat banget lo,” Kak Kevin meninju bahu Kak Nico main-main.

Kak Nico terkekeh sekilas, lalu fokus pada Kak Valdo, “Revaldo, hal romantis apa yang pernah lo lakuin buat Reni?”

Kak Valdo terlihat tenang. Reni sepertinya malu. Sedangkan kami, diam-diam ingin tahu juga hal romantis yang pernah dilakukan Kak Valdo untuk Reni. Karena pasangan inilah yang paling adem di antara kami semua. Bahkan kami sempat terkejut saat Kak Valdo tiba-tiba mengumumkan hubungannya dan Reni beberapa tahun yang lalu.

“Gue gak ngerasa pernah ngelakuin hal romantis buat Reni,” ucap Kak Valdo, “Tapi ...,” Kak Valdo menggantungkan kalimatnya, “Waktu kita berdua lagi jalan di pantai, gue pernah beliin Reni ikat rambut karena dia risih rambutnya terbang-terbangan. Ya udah sekalian gue ikat aja rambutnya. Gue gak tau itu masuk kategori romantis menurut lo atau gak.”

Relation of Daveera [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang