"Oke, kita akan pakai jasa Jenny's Organizer untuk jadi wedding organizer-nya. Mama udah bilang kalau acaranya untuk lima bulan lagi. Kita semua—termasuk keluarga lainnya—udah sepakat kalau acara pernikahan kalian tanggal 17 Juni. Kalian setuju?" jelas dan tanya Mama padaku serta Kak Dave.
Aku dan Kak Dave saling berpandangan.
"Jenny's Organizer itu salah satu WO terbaik di Indonesia. Dan katanya pemiliknya ini asli Jerman. Banyak yang udah pakai jasa Jenny's Organizer dan rata-rata hasilnya memuaskan. Dari semua WO yang Mommy datangi, Jenny's Organizer yang paling memenuhi kualifikasi," Mommy membantu Mama menjelaskan ketika melihatku dan Kak Dave yang masih ragu.
"Ya udah, kita pakai jasa WO ini aja," kataku pada akhirnya menyetujui.
Mommy dan Mama tersenyum sumringah.
"Kita atur jadwal ketemu Jenny, ya. Sheera, kapan ada waktunya?"
Aku berusaha mengingat-ingat jadwalku, "Kayaknya minggu depan Sheera bisa deh."
"Kalau Dave?"
"Dave harus ke Bandung dua hari, Rabu dan Kamis. Mungkin Jum’at atau Sabtu bisa."
"Sabtu aja deh, Ma. Soalnya Sheera juga masih belum pasti Jum’at bisa," timpalku kemudian.
"Oke, jadi Sabtu minggu depan kita bahas masalah pernikahan kalian di Jenny's Organizer, ya?"
Aku mengangguk.
"Mommy pinjam kartu identitas kalian berdua, biar bisa di data sama WO-nya," pinta Mommy kemudian.
Kak Dave merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompetnya untuk mengambil kartu identitasnya. Begitupun denganku yang mencari dompetku di dalam tas dengan tujuan yang sama.
Aku melihat ke sela-sela dompetku, tempat biasa aku meletakan kartu identitas, kartu ATM, dan yang lainnya.
"Mana, Baby, kartu identitas kamu?"
"Sebentar, Mom. Kok gak ada, ya?" gumamku panik karena tidak menemukan kartu identitasku di dalam dompet. Seluruh kartu yang ada di dompetku, aku keluarkan. Tapi tetap saja tidak ada.
"Kok bisa gak ada sih? Kemana? Kamu taruh mana?" pertanyaan Mommy justru membuatku semakin panik.
"Sheera taruh dompet, Mom," kataku yang sekarang mulai mengubrak-abrik isi tasku. Seluruh isi tasku, kukeluarkan demi mencari kartu identitasku.
"Makanya jangan teledor, Sweetie. Coba kamu ingat-ingat, kamu taruh mana?" Mama membantu menggeledah tasku.
"Sheera lupa, Ma. Tapi biasanya Sheera taruh dompet," kekeuhku. Aku menuju meja kerjaku untuk memeriksa laci serta tempat lainnya.
Nihil.
Kartu identitasku tidak ada di ruangan kerjaku. Astaga.. Bagaimana jika hilang? Lalu ditemukan orang asing yang tidak bertanggungjawab dan menyalahgunakan kartu identitasku? Ya Tuhan..
"Coba lebih teliti lagi, She. Siapa tau kamu lupa taruhnya?"
"Sheera selalu taruh di dompet, Kak," kataku yang kembali memeriksa dompetku. Tapi tetap saja tidak ada. Aku mendesis sebal dan mencoba mengingat-ingat terakhir kali aku menggunakan kartu identitasku.
Aku berusaha mengingat hal-hal terakhir yang kulakukan dengan kartu identitasku. Kalau aku tidak salah ingat, saat itu aku dari bank di sebelah hotel, lalu Ra Eun menelepon saat aku sedang menuju hotel dengan terburu-buru karena ada meeting dengan investor dari luar negeri. Di saat aku berjalan, aku menabrak sesuatu—ah seseorang—dan semua barangku terjatuh. Kemudian...
KAMU SEDANG MEMBACA
Relation of Daveera [Completed]
General FictionHubunganku dengannya bukan lagi sebuah hubungan antara kakak dengan adiknya. Bukan hanya sebuah hubungan persahabatan. Bukan juga saudara sekandung. Hubunganku dengannya yang sekarang adalah sebuah hubungan yang menentukan masa depan kami nantinya...