Beberapa hal dari serangkaian pernikahanku dengan Kak Dave sudah siap. Termasuk prewedding merepotkan bersama Leonard. Yang lainnya Mommy dan Mama yang mengurusnya di Indonesia.
Berhubung hari ini Lena mengajak jalan-jalan, dan aku juga tidak memiliki jadwal apapun, aku mengiyakan permintaan Lena. Kami jalan bersama Kak Sofie, tanpa para lelaki. Kak Dave dan Leo akan pergi sendiri bersama dengan Alex Oppa. Rencananya, kami akan bertemu nanti di suatu tempat.
Kami sudah mengunjungi beberapa tempat di Korea yang menjadi destinasi tujuan Lena untuk inspirasinya menulis. Sekarang kami berada di Myeongdong. Tentu saja untuk berbelanja.
"Ah, ayo abisin duit kita selama kerja," Lena terkikik ketika berbicara seperti itu.
"Ayolah," sahut Kak Sofie cepat.
"Ngapain ngumpulin duit kalau mau diabisin buat belanja?" tanyaku.
Lena dan Kak Sofie saling lirik, "Yang mau nikah mah beda, Kak. Harus ngirit buat resepsi mewah di tiga tempat, dua negara," Kak Sofie tergelak mendengar ucapan Lena. Aku mendengus.
"Len, lihat nanti kalau kamu nikah sama Kak Ken," kataku.
"Masih lama, Ra. Aku sama Kak Ken masih mau fokus ke karier masing-masing," timpal Lena sembari mulai berjalan menyusuri pusat perbelanjaan Myeongdong.
"Emang kalau nikah gak bisa fokus ke karier gitu?" aku bertanya, menyamakan langkah kami bertiga.
"Bisa sih, tapi gak bisa semaksimal sebelum nikah," jawab Lena, "Maksudnya nih, kalau kamu belum nikah, ibaratnya kamu masih diurus orangtua, pulang kerja gak perlu nyiapin makan malam, paling cuma bantu-bantu. Kalau kamu udah nikah, kamu yang ngurus suami kamu, kamu yang nyiapin sarapan, makan malam, baju, dan hal lainnya. Kamu gak bisa fokus sama satu hal."
Aku diam memikirkan. Opini Lena ada benarnya. Sekarang, segala keperluanku masih dibantu Mommy dan ART di rumah. Aku tinggal makan makanan yang sudah mereka siapkan. Tapi nanti, saat aku dan Kak Dave sudah menikah, tidak ada lagi Mommy atau ART—jika Kak Dave tidak berkenan memakai jasa ART—yang membantuku. Aku yang harus membuat makanan, itupun aku masih harus belajar memasak.
"Ck! Lena, jangan sampai omongan kamu ini bikin Sheera berubah pikiran," celetuk Kak Sofie yang menyadarkanku dari lamunan, "Beberapa persiapan pernikahannya udah siap, dan Sheera batalin cuma karena omongan kamu, siap-siap kamu digantung sama Dave."
Lena hanya cengengesan mendengar kalimat pengancaman dari Kak Sofie.
"Dan kamu, Ra, jangan terpengaruh omongan Lena. Nikah itu bukan hambatan dalam mengejar karier. Kalau kamunya bisa membagi waktu, semuanya aman kok. Karier kamu aman, dan pernikahan kamu juga aman. Jangan jadi ragu, kamu udah setengah jalan loh ini," Kak Sofie mengusap bahuku, "Pikirin aja sisi positif setelah kamu sama Dave nikah nanti. Misalnya kayak tinggal bareng lagi, ketemu setiap saat, tidur ada yang nemenin. Jangan dengerin ucapan Lena tadi."
Lena merangkul bahuku, "Ra, aku ngomong gini bukan bermaksud pengaruhi kamu kok. Ini murni karena prinsip aku dan Kak Ken, yang belum ada niatan ke sana. Tapi aku salut sama Kak Dave, dia berani ambil keputusan nikah secepat ini. Siapa yang sangka kamu dan Kak Dave yang bakal duluan ke pelaminan? Aku aja dulu nyangkanya Kak Via sama Kak Kevin duluan," celoteh Lena berusaha menenangkan hatiku yang mulai bergejolak ragu. Astaga.. Kenapa sifat keras kepalaku tidak muncul di saat seperti ini? Kenapa yang muncul justru kelabilanku?
Tarik nafas, Sheera, tahan, lalu hembuskan perlahan..
Ingat, jangan meragu lagi atas pernikahan ini. Ini sudah keputusanmu. Jangan ragu. Tidak boleh ragu. Kamu harus yakin, Sheera. Yakin! Aku mensugesti diriku sendiri agar tidak meragu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relation of Daveera [Completed]
Fiction généraleHubunganku dengannya bukan lagi sebuah hubungan antara kakak dengan adiknya. Bukan hanya sebuah hubungan persahabatan. Bukan juga saudara sekandung. Hubunganku dengannya yang sekarang adalah sebuah hubungan yang menentukan masa depan kami nantinya...