“Congratulations, Dave, Sheera!”
Entah sudah keberapa kalinya aku mendengar ucapan itu seharian ini. Sejak sore tadi, sahabat dan kakak-kakakku yang lain berdatangan setelah mendengar kabar aku pendarahan karena sedang mengandung.
Mereka bahkan membawakanku berbagai jenis makanan dengan alasan ibu hamil harus banyak makan dan takut aku tiba-tiba ngidam. Aku merasa bahagia karena keantusiasan mereka terhadap kehamilanku.
Setiap melihat perhatian mereka semua, aku selalu berbicara dalam hati pada janin yang ada dalam kandunganku, ‛Semua Om dan Tante kamu senang karena kehadiran kamu. Jadi, aku mohon banget, kamu harus kuat. Kita berjuang sama-sama, sayang.’
Karena jujur saja, rasa takut kehilangan itu masih kurasakan. Jadi, sebisa mungkin aku akan melakukan segala yang kubisa untuk menjaga anakku. Meski harus bedrest total sekalipun akan kulakukan, asal anakku tetap bersama kami semua. Aku tidak mau menjadi egois lagi.
“Kenapa? Perutnya sakit lagi?” pertanyaan bernada khawatir itu berasal dari Kak Dave yang tidak beranjak dari sisiku sama sekali. Aku yang memintanya, aku masih ingin selalu dekat dengan Kak Dave, meskipun tidak bisa di pangkuannya seperti tadi pagi. Dan Kak Dave menurutinya tanpa banyak protes seperti tadi, mungkin Kak Dave berpikiran ini pengaruh dari anaknya juga.
Aku menggeleng untuk menepis kekhawatiran suamiku itu, “Gak kok, Kak,” ucapanku itu disambut helaan nafas lega Kak Dave.
“Gimana ceritanya sih Sheera bisa sampai pendarahan gitu?” tanya Kak Kevin yang baru saja datang dan ketinggalan cerita.
“Gue harus story telling lagi nih?” Kak Ken mendesah lelah. Memang, Kak Ken yang menceritakan insiden tadi siang kepada yang lain. Parahnya lagi, mereka semua datang tidak berbarengan, sehingga Kak Ken mengulang-ulang cerita yang sama.
Aku belum bisa terlalu banyak bicara, karena perutku masih agak sakit. Kak Dave juga tidak ada ketika aku pendarahan, jadi tidak bisa menceritakan detailnya. Kak Via, Lena, dan Aaron tidak mengetahui kemanjaanku sebelum mereka datang, tidak bisa bercerita lengkap juga. Sedangkan Kak Nico saat diminta Kak Ken menggantikannya bercerita justru berkata, ‘Ken, karena lo pengacara yang sering berhadapan sama kasus, lo pasti sering adu bacot kan untuk bela klien lo. Jadi, gue serahin tugas ini ke lo.’
“Intinya aja,” tambah Kak Kevin kemudian.
“Sheera kecapaian,” ujar Kak Ken.
“Iya, terus apalagi?”
“Ya udah segitu aja. Intinya doang kan?”
Kak Kevin berdecak kesal, “Gak gitu juga, Kenzo. Yang jelas dong.”
“Aahh, ini mah sama aja lo minta full story-nya,” Kak Ken kemudian menceritakan kembali insiden tadi pada orang terakhir yang datang.
Kak Kevin memang yang paling akhir datangnya. Tapi Kak Kevin sudah berusaha secepat mungkin untuk menjengukku. Setelah syuting-nya selesai, Kak Kevin segera bergegas ke rumah sakit.
“Aduh, Ra, mulai sekarang kamu harus banyak istirahat. Gak usah pikirin pekerjaan lagi, oke?” Kak Kevin mengusap rambutku setelah mendengar cerita lengkap Kak Ken.
Aku mengangguk kecil dan mengulas sebuah senyum simpul, “Iya, Kak. Ini juga udah dilarang kerja sama Kak Dave.”
“Bagus deh kalau gitu. Jaga calon keponakan aku, ya, Ra,” Kak Kevin tersenyum.
“Pasti dong, Kak.”
“Vi, Dave sama Sheera aja udah mau punya anak. Kita kapan resmi?” tanya Kak Kevin yang menoleh pada Kak Via.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relation of Daveera [Completed]
General FictionHubunganku dengannya bukan lagi sebuah hubungan antara kakak dengan adiknya. Bukan hanya sebuah hubungan persahabatan. Bukan juga saudara sekandung. Hubunganku dengannya yang sekarang adalah sebuah hubungan yang menentukan masa depan kami nantinya...