Tubuh lelah. Kaki pegal. Wajah kusam. Tapi hati senang.
Itulah yang kurasakan usai resepsi pernikahanku dan Kak Dave di Jakarta. Aku menghempaskan tubuhku ke atas ranjang masih dengan dress yang melekat di tubuhku. Aku ingin mengistirahatkan punggungku yang rasanya sudah ingin rontok.
“Sheera, kebiasaan deh!” gerutuan itu sudah pasti berasal dari seorang lelaki yang sudah mengubah status lajangnya pagi tadi.
“Apa sih, Kak? Sheera capek,” ujarku tanpa mengubah posisiku.
“Aku tau kamu capek. Tapi bisa kan ganti baju dulu sebelum tiduran, atau minimal lepas alas kaki kamu itu,” omelan Kak Dave itu sudah sering kudengar. Dulu.
“Iya, Kakak,” aku terbangun dengan malas dan meraih kakiku sendiri untuk membuka heels yang kupakai. Bedanya dengan dulu adalah aku akan mendiamkan ucapan Kak Dave dan berakhir dengan Kak Dave yang akan melepaskan alas kakiku. Tapi sekarang aku merasa tidak enak jika harus seperti itu lagi.
Betapa status mengubah segalanya.
Setelah melepaskan alas kakiku, aku kembali merebahkan tubuhku dan memejamkan mata. Resepsi pernikahanku dan Kak Dave dimulai dari setengah satu hingga pukul lima sore. Ada waktu satu jam untukku beristirahat di hotel. Sebelum nanti pulang ke rumah Daddy untuk mempersiapkan barang-barang yang diperlukan.
Karena besok pagi, kami akan langsung menuju Bali untuk persiapan resepsi di sana. Masih ada waktu satu hari sebelum resepsi dimulai.
Rasanya baru saja mataku terpejam, tapi sekarang aku sudah merasakan pipiku ditepuk-tepuk pelan oleh Kak Dave.
“Sayang, bangun,” ucapan Kak Dave masih terdengar samar di telingaku.
“Nggghhh...”
“Bangun, She. Siap-siap. Kita mau dinner.”
“Kakak aja. Sheera capek. Mau tidur.”
“Ehh, gak bisa gitu, Sayang. Kamu harus temenin aku,” paksa Kak Dave. Lalu tangannya dengan cekatan menarik tanganku hingga tubuhku ikut tertarik dan langsung dalam posisi duduk. Aku merengut kesal, “Udah gak usah cemberut gitu. Sekarang bersihin make up kamu dulu, baru mandi. Aku tadi gak bisa bersihin make up kamu.”
“Males Kakak,” rengekku.
“Asheera.”
Aku berdecak kesal mendengar teguran Kak Dave. Tapi karena aku sudah berjanji ingin menjadi istri yang baik dan penurut, maka aku beranjak dari posisiku menuju koper kecil yang berisi keperluanku. Termasuk keperluan untuk membersihkan wajahku dari make up.
Sekitar empat puluh lima menit kemudian, aku sudah siap untuk makan malam. Aku menghampiri Kak Dave yang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.
“Ayo, Kak.”
Kak Dave mendongak, menganggukkan kepalanya, dan berdiri. Aku melingkarkan tanganku ke lengan Kak Dave seraya tersenyum.
“Sheera masih gak nyangka, Kak,” aku berkata pelan, tapi masih bisa didengar oleh Kak Dave.
Kak Dave ikut tersenyum dan menepuk kepalaku pelan, “Iya. Perasaan cepat banget, ya. Baru kemarin kita sibuk sama persiapannya, sekarang udah sah aja.”
Aku mengeratkan rangkulanku.
“Kamu mau kita honeymoon kemana?” tanya Kak Dave, “Dulu, impian kamu ke Seoul. Tapi sekarang karena kamu udah sering ke Seoul, mungkin impian kamu berubah. Jadi, mau kemana?”
“Gak usahlah, Kak. Kita udah sering jalan bareng. Mending sekarang uangnya kita tabung aja.”
“Udah pintar, ya, sekarang,” goda Kak Dave.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relation of Daveera [Completed]
General FictionHubunganku dengannya bukan lagi sebuah hubungan antara kakak dengan adiknya. Bukan hanya sebuah hubungan persahabatan. Bukan juga saudara sekandung. Hubunganku dengannya yang sekarang adalah sebuah hubungan yang menentukan masa depan kami nantinya...