Aku, Kak Kevin, Kak Via, dan Kak Valdo masih menunggu dokter keluar dari unit gawat darurat bersamaan dengan Kak Dave, Kak Nico, Kak Ken, serta Lena yang baru datang lima menit yang lalu. Kak Via sudah berhenti menangis histeris, tapi airmatanya masih saja mengalir.
Aku tahu Kak Via sangat menyayangi adiknya, Alisha. Perbedaan usia mereka cukup jauh, sekitar duabelas tahun. Alisha baru berusia duabelas tahun. Dan baru saja masuk SMP. Jadi wajar bila mengharuskan antar-jemput. Aku yang sudah dewasa saja masih di antar-jemput. Apalagi Alisha. Terlebih lagi, kami tinggal di kota metropolitan yang kemungkinan besar banyak bahaya yang harus dihadapi. Sudah seharusnya Kak Via memprotek adik perempuannya.
Aku jadi memikirkan kejadian beberapa tahun lalu. Andai saja Mommy tidak keguguran, mungkin adikku sudah berusia sekitar tujuh atau delapan tahun. Dan akan menjadi temanku saat di rumah.
Maafin Kakak, ya, Dek. Karena Kakak egois, kamu gak jadi lihat dunia ini. Kakak minta maaf sama kamu, Dek. Semoga kamu bahagia di sana. Kakak sayang kamu, Dek. Aku hanya dapat membatin sedih.
Suara pintu yang terbuka membuat kepala kami semua mendongak serentak dan mengerubungi dokter yang baru saja keluar dari UGD.
"Bagaimana kondisi adik saya?" tanya Kak Via cepat.
"Dokter Fiza, bagaimana keadaan Alisha?" Kak Valdo bertanya dengan lebih tenang.
Dokter wanita itu—yang kata Kak Valdo bernama Fiza—menghela nafas, "Kita harus melakukan operasi. Benturan di kepala pasien yang cukup keras, membuatnya mengalami gegar otak. Kita harus segera mengambil tindakan jika tidak ingin terjadi sesuatu pada pasien," penjelasan Dokter Fiza membuat Kak Via melemas. Sebelum Kak Via meluruh ke lantai, Kak Ken dengan sigap menopang tubuh Kak Via.
"Lakukan yang terbaik, Dok. Saya mohon," ujar Kak Via lirih.
Dokter Fiza mengangguk, "Kalian bisa mengurus administrasi dan segala hal lainnya terlebih dahulu."
"Baik, Dok."
"Aku urus administrasinya, ya, Vi," kata Kak Kevin. Tapi Kak Via tak bergeming.
"Biar gue sama Nico aja yang urus, Vin. Lo gak lebih baik dari Via," ucap Kak Dave mengingatkan kondisi Kak Kevin yang memang sama kacaunya dengan Kak Via.
Kak Dave menepuk bahuku, "Aku urus administrasi Al dulu, ya. Sekalian beli minum buat kalian," Kak Dave berkata pelan padaku.
Aku hanya mengangguk, "Cepat, ya, Kak."
"Gara-gara kamu gak jemput Al, adik aku sampai harus operasi, Vin. Dimana pikiran kamu? Kenapa kamu harus lupa sama janji kamu?! Kamu lebih pilih hangout gak jelas bareng tim kamu!" Kak Via kembali meracau, "Selama ini aku udah berusaha ngertiin kesibukan kamu, kamu gak hubungi aku seminggu atau dua minggu, aku gak masalah. Kamu digosipin sama Celine, aku masih percaya kamu. Kamu hilang tanpa kabar, aku gak menuntut kamu. Tapi untuk yang satu ini, aku gak bisa ngerti lagi," Kak Via seakan tercekat untuk melanjutkan perkataannya.
Aku yang mendengarkan saja sudah berurai airmata karena dapat merasakan kesedihan Kak Via yang selama ini hanya dipendamnya seorang diri. Aku tidak menyangka dibalik damainya hubungan Kak Kevin dan Kak Via, ada Kak Via yang selalu mengalah. Selama ini memang Kak Via tampak mengerti Kak Kevin dan tidak banyak menuntut apapun, tanpa semua orang tahu bahwa sebenarnya hati Kak Via terluka.
Aku jadi malu sendiri. Kak Dave tidak mengabariku dalam hitungan jam saja aku sudah uring-uringan. Bagaimana jika Kak Dave tidak mengabariku selama berminggu-minggu seperti yang dilakukan Kak Kevin? Mungkin aku langsung mendatanginya dan mengamuk hingga puas.
"Mungkin lebih baik, kita… kita putusin pertunangan kita. Ak…aku gak bisa lagi sama kamu yang sekarang," tangis Kak Via pecah, "Aku susah percaya lagi sama kamu, Vin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Relation of Daveera [Completed]
Aktuelle LiteraturHubunganku dengannya bukan lagi sebuah hubungan antara kakak dengan adiknya. Bukan hanya sebuah hubungan persahabatan. Bukan juga saudara sekandung. Hubunganku dengannya yang sekarang adalah sebuah hubungan yang menentukan masa depan kami nantinya...