16

507 76 3
                                    

20.00, Stasiun Busan

Malam ini semua kru YG Ent dan Idol Mode akan pulang ke Seoul. Member iKON juga nggak terkecuali, mereka juga pulang malam ini. Tadinya waktu perjalanan ke stasiun mau misah aja mobilnya, tapi thanks to mantannya Rose a.k.a Junhoe, mereka jadi satu bis. Sekalian meminimalisir budget perusahaan juga katanya. By the way nih, sejak kejadian Junhoe ke kamar Rose dan ternyata cewek itu nge-date sama Daniel, cowok itu belum berani deketin Rose lagi. Ya gimana, tiap kali mau deketin selalu aja si kudanil datang mengganggu. Alesannya iya minta anterin kemana lah, iya nyariin Rose lah, iya kangen lah, bikin Junhoe jijik liat dia nempelin Rose gitu. Lagian Rose mau aja ditempelin cowok alay kaya gitu. Perasaan dulu Junhoe juga nggak gitu-gitu amat, ya walaupun nggak banyak waktu yang mereka habisin bareng.

Sekarang mereka sudah sampai di Stasiun Busan. Keretanya berangkat tepat pukul 20.00 dan estimasi sampai Seoul sekitar dini hari. Tempat duduk susunannya juga masih tetap sama, cuma kali ini kursi Daniel-Rose yang menghadap Daehwi-Mino diputar menghadap ke sisi lain. Alesan aja pusing kalo ngehadap sana, padahal mah mau pacaran hihihi.

Setengah jam mereka jalan, seluruh penumpang serempak aja gitu tidur. Mungkin karena kecapekan jalan-jalan hari ini, secara pada balik ke hotel aja tadi satu jam sebelum berangkat. Cuma Rose dan Junhoe kayaknya yang belom tidur. Daniel aja udah nyender ke jendela dan tidur saking ngantuknya. Junhoe yang sadar kalo Rose belom tidur akhirnya nyamperin ke bangku cewek itu.

"Hey." Bisik-bisik biar kudanil nggak bangun.

"Uhm...hi?"

"Kamu nggak tidur?" Cowok itu sudah berjongkok di samping kursi Rose.

"Belom ngantuk." Rose menggeleng.

"Wanna have a little talk? I think I still have an unfinished thing with you." Cowok itu akhirnya memberanikan diri untuk ngomong. Rose tampak menimbang-nimbang untuk mengiyakan tapi takut Daniel bangun dan nyari dia. Akhirnya dia mutusin buat ikut Junhoe, toh hitung-hitung menyelesaikan masalah.

Mereka berdua akhirnya jalan ke gerbong makanan. Mereka duduk di salah satu bangku dan cuma memesan minuman, Junhoe pesan americano dan Rose (as usual) matcha latte. Lima belas menit awal mereka hanya diem-dieman, bingung mau ngomong apa karena sudah lama nggak ketemu dan pisah pun secara nggak baik-baik.

"Apa kabar, Se? Kayaknya pas ketemu kemarin aku belom sempat tanya ya?" Cowok itu akhirnya buka suara.

"Ya seperti yang kamu liat, aku baik-baik aja dan udah ada Daniel sekarang yang jagain aku. So, ya I'm more than fine now."

'Boong banget Se, boong banget.'

"Sebelumnya aku mau minta maaf soal kejadian di depan rumah tempo hari. I know I act like a stalker, but I miss you so much since the day I came to the dorm." Junhoe menggenggam tangan Rose, cewek itu berusa menariknya tapi ditahan Junhoe.

"Aku ngerti kamu marah sama aku waktu itu karena bener-bener hilang nggak ada kabar, but I miss you. I miss you so bad 'till all my body ache everytime I breath without you by my side. Dan aku nggak nyangka kamu bakal mengakhiri hubungan kita karena aku lebih milih ngejar mimpi aku." Mata Junhoe menyiratkan kesedihan.

"Semua butuh pengorbanan, Jun. Kamu pilih mimpi kamu dan ngorbanin hubungan kita. Bukan aku nggak mendukung mimpi kamu, tapi aku juga makhluk hidup punya perasaan dan butuh kepastian. Berbulan-bulan kamu luntang-lantungin hubungan kita tanpa kejelasan. Sekarang aku tanya, apa pernah kamu khawatir sama aku sejak kamu di karantina? Bahkan setelah debut, apa pernah kamu cari aku?  Berpikir untuk kabarin aku? Oh iya aku lupa kamu nge-spam aku dengan e-mail 'I miss u' tiap hari. Tapi apa pernah kamu mikir salah kamu apa?" Rose benar-benar pengen nangis sekarang. Dia marah. Dia kesal. Tapi nggak mau kelihatan lemah di depan cowok itu.

"Aku tahu aku salah, Se. Dan sekarang karma aku datang, waktu aku pengen memperbaiki segalanya udah ada laki-laki lain yang ngobatin luka kamu." Junhoe bener-bener desperate sekarang.

"Semuanya nggak akan bisa diperbaiki, Jun. Apa yang udah rusak nggak akan sama walaupun diperbaiki. Oke aku terima permintaan maaf kamu, tapi kamu nggak bisa mengharapkan apa-apa lagi dari aku."

"Even as a friend?"

"Even as a friend. We're stranger now and always be." Rose menarik tangannya kemudian bangkit dari kursinya dan kembali ke gerbong penumpang, meninggalkan Junhoe yang menelan pahit-pahit kenyaatan yang ada sekarang.

'Sorry Jun, aku cuma nggak mau jatuh ke tangan yang salah lagi.'

***

Daniel sedang mengusap kepala Rose yang sedang menangis di pelukannya. Nggak lama dari Rose pergi tadi, cowok itu terbangun karena kepalanya kejedot kaca jendela waktu tidur. Dia bingung waktu mendapati bangku sebelahnya kosong karena Rose nggak ada. Tapi setelah melirik ke deret belakang dan nggak menemukan Junhoe, cowok itu langsung tahu kalau mereka sedang bicara entah dimana. Alih-alih cemburu dan mencari keberadaan mereka, Daniel menunggu di bangkunya sendiri. Dia membiarkan dua orang itu menyelesaikan masalah mereka berdua. Yang dia khawatirkan cuma satu, apakah Rose kuat untuk menumpahkan semua kemarahannya pada cowok itu. Dia takut Rose begitu rapuh dan kemakan omongan Junhoe.

Pertanyaannya terjawab begitu melihat Rose datang dari arah gerbong dapur dengan wajah merah dan mata berkaca-kaca menahan tangis. Dengan cepat tangannya meraih tangan cewek itu dan menuntunnya duduk. Ketika satu bulir air matanya jatuh, Daniel reflek menarik kepala cewek itu ke dadanya dan memeluknya. Tangannya mengusap-usap puncak kepala dan punggung cewek yang sedang menangis di dadanya itu.

"Everything's gonna pass, Se." Cowok itu berusaha menenangkan.

"I finally told him what I've felt from the past, but why does it still hurt me so much? Gue salah apa sih Dan sampe tuhan ngehukum gue kayak gini? Batin gue sakit." Rose ngomong sambil sesenggukan dan tangannya memukul-mukul dadanya, berharap rasa sesak di sana bisa hilang dengan cara tersebut.

"Sshh...kamu nggak salah apa-apa. Mungkin tuhan sengaja mempertemukan kamu dengan orang yang salah biar kamu nggak sembarang jatuh hati? Let all the pain go with your tears tonight, princess. I promise tomorrow will be brighter for you." Tangan Daniel mengusap-usap rambut cewek itu sayang.

Nggak lama, Junhoe lewat untuk kembali ke bangkunya setelah dari gerbong dapur tadi. Matanya menangkap Rose yang sedang dipeluk Daniel. Dadanya berdenyut nyeri melihat pemandangan itu. Tapi yang lebih menyakitkan adalah mengetahui kalau wajah yang sedang tersembunyi di dada Daniel itu tengah menangis dan itu semua salahnya. Mata Daniel benar-benar menatap Junhoe tajam. Ingin rasanya meninju wajah tampan cowok itu sekarang juga karena telah membuat kekasihnya menangis seperti.

'I promise this will be the last time you cry because of that bastard, Se.' Tangan Daniel mengepal di balik punggung Rose yang sedang menangis.

Flirty PhotographerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang