32

291 54 4
                                    

Seoul, 2.00 pm KST

Setelah tadi pagi melaksanakan presentasi dan izin ke kantornya, Daniel langsung berkemas barang kemudian memesan tiket kereta langsung ke Seoul. Perasaan cowok itu campur aduk sejak mendengar berita tadi pagi. Untung saja pekerjaannya tadi pagi tidak ikut terganggu. Antara kecewa karena Rose masih ketemuan sama mantannya, marah yang lebih kepada dirinya sendiri kenapa dia bisa nggak mikir sampai kesana, dan khawatir tentunya dengan keadaan pacarnya sekarang gimana. Kalau aja fans-fans di Korea ini nggak seanarki fans negara lain, mungkin dia nggak akan sepanik ini karena jauh dari Rose.

Bisa bayangin kan dari berita-berita yang sering kesebar? Pacaran sesama idol aja kadang idolnya dihujat haters, gimana kalo sama rakyat jelata macem Rose? Bisa-bisa tinggal nama doang kalo nggak diselamatkan! Daniel juga yakin cowok brengsek yang jadi biang kerok masalah ini juga lagi dikurung sama pihak agensinya. Dasar nggak tanggung jawab, abis bikin keributan malah ilang! Kira-kira itulah yang ada dipikiran Daniel sekarang. Pastinya dia bakal bikin perhitungan sama cowok itu nanti, liat aja kalo ketemu!

Setelah menempuh perjalanan naik kereta dan taksi, akhirnya cowok itu sampai di rumah Rose. Dari luar kelihatan sepi sih, tapi dia bisa melihat kaca samping rumah cewek itu bolong seperti habis dilempar sesuatu. Perasaan panik langsung aja merayapi hatinya. Dia bener-bener takut cewek itu kenapa-kenapa. Yakali kan nikah aja belom, calonnya udah meninggal duluan. Meninggalnya konyol lagi, dibunuh sama fans mantannya. Kan nggak lucu.

Cowok itu bergegas ke arah pintu dan mengetuk pintunya nggak sabaran. Lima menit ada kali dia nunggu di depan pintu, baru kemudian pintu itu kebuka. Yang keluar nggak lain, nggak bukan, Dongho.

"Rose mana, hyung?" Daniel ngeluyur masuk ke dalam rumah disusul Dongho yang udah nutup pintu lebih dulu.

"Salam dulu kek lu masuk rumah orang main ngeloyor aja. Ada di kamar, tadi gue suruh jangan kemana-mana."

Daniel berjalan ke arah kamar cewek itu dan menemukan Rose sedang berbaring di kasurnya dengan perban menempel di dahinya. Cewek itu memposisikan dirinya duduk saat ini. Daniel mendekati ranjangnya dan duduk di sisi cewek itu sambil mengelus perban di dahinya pelan. Matanya menyiratkan kekhawatiran dan pertanyaan.

"Nggak apa, tadi ada yang lempar batu terus nggak sengaja kena. Udah diobatin Dongho sunbae kok." cewek itu mencoba menenangkan.

"Mestinya aku nggak kerja di Busan." ujar cowok itu sambil menatap Rose sendu.

"Udahlah, Niel. Aku nggak apa-apa kok. Lagian bukan salah kamu."

"Salah aku, Se. Kalo aja aku nggak ke Busan dan nggak ngedesak kamu buat nikah, kamu nggak bakal ketemu si brengsek ini dan ini kejadian sama kamu."

"Dia nggak salah Niel, mungkin orang iseng atau sasaeng fans nya. Udahlah, anggep aja aku lagi sial." cewek itu menghela nafas berat.

"Kamu masih belain dia, Se? Jauh-jauh aku kesini karena khawatir sama kamu bakal kenapa-napa." raut wajah cowok itu terlihat kecewa.

"Niel, please, aku nggak mau kita ribut dulu, okay? Masalah ini aja udah bikin aku pusing sekarang. I know you care about me, but it's really not his fault." Rose berusaha menenangkan Daniel. Ya sebenarnya menenangkan dirinya sendiri juga karena nggak mau terpancing keributan dengan cowok itu.

"So, would you tell me what is happening now? You owe me an explanation."

Cewek itu menarik nafasnya lalu menghembuskannya pelan. Dia tahu Daniel benar-benar kesal sekarang, dan dia yakin pasti ada pertengkaran sehabis ini dengan cowok itu. Tapi mau gimana lagi, daripada dia nggak ngasih penjelasan apapun?

"He only took me to get fresh air when we hung out last night. Semalem aku keluar sama Daehwi dan yang lain, dia bilang mau ikut ya aku iyain aja. Karena aku pusing kebanyakan minum, dia ngajak keluar dan kita cuma ngobrol." cewek itu menjelaskan.

"Ngobrol apa?"

"Ngobrolin kamu."

"Kenapa nggak sama Daehwi sih, Se? Kenapa harus sama dia? You know I don't like him so fuckin' much for hurting you and you went out with him, talking about me? "

"Niel, trust me, he's not that bad. I know he's been an asshole, tapi dia nggak salah apa-apa. Dia cuma mau bantu aku jernihin pikiran, that's it."

"Jernihin pikiran atau malah ngeracunin pikiran kamu, huh?" cowok itu berujar sarkas.

"Dan, aku nggak segampang itu berpaling ke orang lain cuma karena kita break. I thought about your proposal. Aku-"

"Give me the answer now if you really thought about it." Daniel menatap tajam cewek itu sekarang.

"Really, Dan? I thought you come to comfort me and now you're asking for my answer?" gantian Rose yang menatapnya nanar.

"So, what? Kamu sendiri yang bilang kamu mikirin jawabannya. Just shoot me the answer. I guess I give you too much time that you used it to go out with another boy."

Hati Rose benar-benar sakit mendengar omongan cowok di hadapannya itu. Dia lagi pusing begini sempet-sempetnya nanyain jawaban ajakan nikah? Air mata Rose udah mau jatuh kalo aja dia ngedip sekarang. Dia berusaha mengatur nafasnya yang udah mulai naik turun karena kesal berdebat dengan cowok dihadapannya ini.

"Is it so hard to believe on someone that you love, Dan?" nada bicara cewek itu sedikit tercekat di tenggorokan.

"I've been believed on someone and she betrayed me, Se. Believe is not in my dictionary anymore."

"BUT, I'M NOT YOUR DAMN EX, KANG DANIEL! FOR FUCK SAKE, YOU'RE THE ONE WHO CAN'T SETTLE WITH YOUR PAST, DAN SEKARANG KAMU MARAH KE AKU KARENA MASA LALU AKU?!" Rose benar-benar nggak bisa menahan suaranya untuk nggak meninggi sekarang.

"Dan sekarang kamu lebih milih teriak ke aku, belain mantan kamu, daripada ngasih aku jawaban? Sesulit itu ngasih jawaban kalo emang kamu udah mikirin?" Daniel mejawab dengan suaranya yang dingin.

"Tadinya aku udah dapet jawabannya, tapi kayaknya masalah ini bikin mata aku lebih terbuka lagi soal hubungan kita. I'm not gonna marry someone who can't put even a little trust on me, Dan. We're done." Air mata yang menggenang sejak tadi akhirnya jatuh seiring dengan kepala cewek itu yang tertunduk saat memberikan jawaban ke Daniel. Dia nggak sanggup menatap wajah cowok itu, apalagi matanya.

Daniel pun begitu. Rasanya bagai disambar petir siang bolong ketika mendengar jawaban cewek dihadapannya ini. Hatinya berdenyut nyeri, tapi rasa kesal lebih menutup akal sehatnya saat ini. Benar-benar diluar dugaannya kalau hubungan mereka akan berakhir dengan cara seperti ini. Cowok itu menggertakkan giginya, tanda darahnya benar-benar sudah naik ke ubun-ubun. Senyum sinis terpampang di wajahnya saat ini.

"Good then, I hope you'll enjoy your time with your ex. Oh, or are you already enjoying him when we're apart?"

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus lelaki itu setelah berujar demikian. Rose nggak menyangka kalau mulut manis cowok itu bisa menyayat hatinya bagai pisau belati.

"You promise me to never make me cry again, but you're the one who hurt me. Asshole!"

Cewek itu meraih tas kerjanya yang tadi dan ponselnya, kemudian bergegas keluar rumahnya. Bodo amat mau itu rumahnya sendiri kek, atau mau kemalingan sekalian kek, dia sudah nggak peduli. Yang dia tahu sekarang dia benar-benar nggak mau ada disekitar Daniel saat ini. Daniel yang dia kira bakal dateng buat nenangin dan ngelindungin dia, justru malah jadi the one yang menyakiti hatinya lebih dalam dengan kata-katanya. Cemburu udah benar-benar menguasai akal sehat cowok itu dan Rose nggak terima dengan semua tuduhan nggak benar yang dilontarkan oleh cowok itu.

"Se, lo mau kemana? Nggak aman kalo lo keluar sekarang." Dongho yang melihat ancang-ancang cewek itu keluar rumah segera menghalangi jalannya.

"Bukan urusan lo, sunbae. Gue akan berterima kasih banget sama lo kalo lo mau jagain rumah gue sampe si brengsek itu pergi. Kuncinya nanti bisa lo masukin pot kembang atau di bawah keset. Gue pergi dulu." cewek itu menyelipkan badannya yang ramping di celah pintu rumahnya.

'Duh kenapa makin ribet gini sih urusannya?' Dongho membatin sambil menatap mobil cewek itu yang perlahan meninggalkan parkiran.

Flirty PhotographerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang