33

342 51 3
                                    

Daniel masih terdiam di kamar Rose pasca tragedi tamparan yang dilayangkan cewek itu tadi. Pipinya terasa panas sih, tapi hatinya lebih panas saat ini. Selesai sudah semua mimpi yang dia bangun dalam benaknya bersama cewek itu. Cuma karena rasa cemburunya dan mulutnya yang nggak bisa di kontrol yang akhirnya menyakiti hati cewek itu.

Tapi dia ngerasa nggak sepenuhnya ini salahnya. Coba kalau cewek itu nggak ngebela-belain mantannya, pasti Daniel nggak akan naik pitam seperti sekarang. Napasnya naik turun karena kekesalan yang dipendamnya sejak tadi. Sekarang dia nggak tahu harus apa. Cowok itu memijat pelipisnya berharap pusing akan masalahnya sekarang bakal berkurang sedikit.

"Dan, lo nggak ngejar Rose?" Dongho ternyata sejak tadi memperhatikannya di muara pintu. Sekarang cowok itu berjalan ke arah Daniel dan duduk disampingnya.

"Buat apa gue kejar, hyung ? Emang itu udah pilihan dia buat pergi."

"Lo nggak takut dia kenapa-napa dijalan?"

"Dia bisa jaga dirinya sendiri. Toh selama ini dia semandiri itu sampai nggak butuh gue lagi disampingnya. Lagian, mana tahu mantannya yang brengsek itu nanti bisa nolong dia, kan?" Daniel tersenyum mengejek.

"Sorry nih Dan, bukan maksud gue buat ikut campur, tapi gue denger semua yang kalian omongin tadi dari luar. Menurut gue, kali ini yang salah lo. Lo terlalu terburu-buru, padahal lo sendiri tahu kalo masalah yang nimpa Rose ini nggak sepele. Gue tahu lo kesel, tapi nggak seharusnya lo bersikap seperti tadi." Dongho menepuk pundak cowok itu.

"Tapi kalo udah begini sih, terserah lo Dan. Apakah lo mau balik mempertahankan cewek itu lagi atau lo lebih memilih ego lo yang terluka karena Rose." lanjut Dongho pada cowok itu.

Daniel cuma diam, nggak bisa jawab karena apa yang dikatakan Dongho tadi benar. Sekarang dia cuma bisa larut dalam pikirannya yang nggak tahu arahnya kemana.

***

Rose sudah ada di ruang tamu apartemen Daehwi sekarang. Cewek itu tengah menangis sesenggukan, dengan Daehwi yang kini memeluknya sambil mengusap-usap punggungnya. Tadi cewek itu menelponnya yang sedang di kantor bahwa dia menuju ke apartemennya. Bergegaslah dia balik karena pasti ada yang nggak beres setelah mendengar suara tangis cewek itu ditelpon. Walaupun Rose belum bilang apa-apa sampai sekarang, cowok itu tahu kalau Daniel udah tahu mengenai hal ini, nggak akan ada lagi 'ngomong baik-baik' diantara mereka berdua.

"Udahan dong nangisnya, Se. Basah semua nih baju gue kena ingus lo." ujar cowok itu sambil tetap mengusap-usap punggung Rose. Dia nggak serius ya. Eh tapi serius ding, ingus Rose semua.

Cewek itu melepas pelukannya pada Daehwi dan mengambil beberapa lembar tisu yang ada di meja untuk mengelap wajahnya yang kini nggak berbentuk. Ya dipikir aja make-up luntur dan bekas air mata sama ingus dimana-mana. Belum lagi matanya yang bengkak dan hidungnya yang merah. Kalo dilihat sama client nya, nggak akan ada yang bakal ngakuin kalo Rose kerja di rubrik fashion dan make-up.

"Sorry, Wi."  jawab cewek itu masih sesenggukan.

"So? Are gonna tell me what happen?" cowok itu kini memasang telinga.

Setelah meminum air yang disuguhkan cowok cantik itu, Rose berusaha mentralkan suara dan nafasnya. Cewek itu memulai ceritanya dengan kejadian sebelum dia berangkat ke club kemarin malam hingga kejadian tadi pagi. Dia mengambil jeda saat akan menceritakan pertengkarannya dengan Daniel tadi. Matanya kembali berkaca-kaca ketika mengulang ucapan Daniel yang melukai hatinya.

"Kenapa bisa dia ngeluarin kata-kata yang nyakitin banget kayak gitu? Semua tuduhan nggak berdasar yang lempar ke gue hanya karena gue nggak ngasih dia jawaban."

Flirty PhotographerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang