28

358 63 2
                                    

08.00 am

Pagi ini Rose sedang menyiapkan bekal di dapur dengan ibunya Daniel. Rencananya mereka mau pergi piknik atau jalan-jalan gitu mumpung Rose ada disini. Tadinya hanya Daniel dan Rose saja yang mau kencan, tapi karena nggak enak dengan eommo-nim jadi mereka berdua mengajak wanita itu juga. Yah hitung-hitung refreshing keluarga sebelum jadi keluarga kalo katanya eommo-nim mah ehe.

Tangan Rose sibuk menyusun masakan yang dibuat eommo-nim ke dalam tempat makan ketika Daniel datang di belakanganya lalu memeluknya. Cowok itu menyandarkan kepalanya yang besar di bahu Rose. Eommo-nim hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya yang seperti anak kecil itu.

"Niel, Niel, bocah banget sih." ibunya berkomentar sambil mengacak rambut cowok itu.

"Biarin sih eomma sirik aja, namanya juga kangen udah lama nggak ketemu. Rose aja nggak masalah, ya nggak bae?" cowok itu mencari persetujuan dari pacarnya.

"Kata siapa nggak masalah? Susah nih masukinnya ke tupperware!" cewek itu menyikut perut Daniel. Yang disikut hanya meringis sambil melepas pelukannya.

"Woo baru sehari sama eomma aja Rose jadi gini, gimana kalo udah nikah nanti terus ketemu tiap hari?" cowok itu menggerutu.

Tangan Rose berhenti dari pekerjaannya saat mendengan ucapan Daniel.

"Makanya buruan dinikahin biar Rose bisa nemenin eomma" ibu cowok itu dengan senyum sumringahnya menoleh ke Rose yang masih diam.

"Se? Kenapa?" Daniel ikut menoleh ketika ibunya bertanya begitu pada Rose.

Cewek itu cuma mengulum senyum kemudian melanjutkan pekerjaannya. Suasana dapur seketika hening karena bercandaan tadi nggak ada yang menanggapi. Cewek itu sibuk dengan pekerjaan dan pikirannya. Sedangkan Daniel dan ibunya sendiri yang menyadari perubahan ekspresi Rose memilih untuk tidak lanjut bicara lagi.

"Niel, eomma ganti baju dulu ya ke atas?" eommo-nim kemnudian meninggalkan mereka berdua dengan suasana awkward diluar sana.

"Why? Kamu kepikiran becandaan aku tadi?" Daniel kembali memeluk cewek itu.

"Nggak apa-apa. Aku cuma kaget kamu tiba-tiba bilang nikah." Rose nggak mengalihkan pandangannya dari wadah makan yang sudah terisi penuh itu.

"Kamu nggak mau nikah sama aku emang, hmm?" Daniel ini membalikkan badan cewek itu dan menatapnya serius.

"Bukan gitu Niel, nggak segampang itu bilang nikah. Banyak hal yang mesti dipikirin." Rose menghela nafas berat.

Karirnya sedang bagus-bagusnya saat ini di Idol Mode. Rose juga masih punya mimpi ingin melanjutkan studi fashion nya ke luar negeri. Bagaimana dengan orang tuanya juga? Apa mereka akan setuju saja juga kalau dia menikah dengan Daniel? Bagaimana pula dengan kehidupannya nanti setelah menikah? Apa dia akan jadi ibu rumah tangga yang mengurus anak? Bayangin hal kayak gini aja rasanya Rose belom sanggup. Rasanya dia masih ingin bebas dan meniti karirnya hingga mengukur batas dirinya di industri ini. Tapi nggak mungkin kan dia mengutarakan hal kayak gini ke Daniel? Yang ada cowok itu akan terluka karena jawabannya yang mengecewakan.

"Jangan dibahas dulu ya? Kita cari waktu yang tepat buat bahas ini serius, aku nggak mau ngerusak mood seharian ini karena kita bahas ini sekarang, please?"

Daniel menyerah, dia melepaskan pelukannya pada cewek itu lalu menaiki tangga menuju kamarnya. Sepertinya cowok itu mau siap-siap juga, tapi ekspresi wajahnya tadi menyiratkan bahwa dia mencoba menghindari pertengkaran kecil dengan cewek itu. Yakali kan baru ketemu sebentar tapi sudah mau ribut karena hal kecil. Well, hal ini sebenarnya nggak kecil-kecil banget.

Dibalik alasan takut ditikung Junhoe lagi, sebenarnya Daniel memiliki alasan tersendiri ingin menikahi cewek itu cepat-cepat. Pertama, ya dia memang mencintainya dan terlalu sayang jika harus diambil orang lain seperti dulu. Kedua, dia ingin ibunya tak hanya sendiri lagi. Rose bisa saja pindah kesini dan menemani ibunya jika mereka menikah. Atau sebaliknya ibu yang pindah dan siapa tahu mereka bisa memiliki banyak anak, kan? Memikirkan rumah mereka ramai saja sudah membuat Daniel senyum-senyum sendiri. Tapi dia juga mengerti kalau cewek itu masih bimbang karena yah resiko jatuh cinta pada perempuan mandiri. Dia tahu kalau Rose masih ingin bekerja, tapi sedikit rasa egois di hatinya berkata dia tetap ingin menikahi cewek itu.

***

Taman cukup ramai saat ini karena memang sedang akhir pekan. Cukup sulit untuk mereka mencari spot yang enak untuk dipakai beristirahat setelah jalan-jalan tadi. Daniel akhirnya menemukan sebidang tanah kecil yang dipayungi oleh pohon besar rindang yang setidaknya bisa melindungi mereka dari sinar matahari yang kelewat cerah hari itu.

Setelah membentangkan alas, cowok itu duduk di atasnya kemudian membantu mengeluarkan satu per satu bekal yang mereka bawa dari rumah tadi. Cowok itu mengambil sekotak kecil jus jeruk kemasan dan menyeruput isinya hingga tandas. Matanya mengitari lapangan taman yang memang sangat luas dan dipenuhi anak kecil yang sedang bermain. Tiba-tiba seekor kucing datang menghampirinya dan perhatian cowok itu langsung terpusat kesana sepenuhnya. Bahkan ketika kucing itu berlari, dia mengejarnya.

"Daniel emang kayak gitu." eommo-nim buka suara sambil mengamati anaknya yang bermain dengan kucing dari jauh.

"Dia nggak punya saudara, jadi mainnya sama kucing. Kucing-kucing yang dititipin dirumah kamu itu dari level adik sekarang naik jadi anak seiring dia bertambah usia." perempuan itu menghela nafas. Rose memperhatikannya tapi dia tidak menyahut.

"Salah eommo-nim sih pisah duluan sama appa nya sebelom ngasih dia adik. Jadi kebiasaan main kucing lama-lama kelakuannya mirip kucing." ibu cowok itu mendumel kesal setelah melihat kelakuan anaknya nun jauh diujung lapangan sana. Rose juga sebenarnya cuma bisa tertawa melihat tingkah cowok yang cool setengah mati sampai jadi idola kantor itu malah bertingkah seperti kucing.

"Mmm...kalo boleh tau, eommo-nim, appa ada dimana ya?" Rose bertanya hati-hati.

"Amerika. Dulu setelah pisah, appa sempat membawa Daniel tinggal disana. Tapi kayaknya anak itu nggak betah dan malah pulang buat tinggal sama eommo-nim." wanita itu sekarang memutar badannya ke arah Rose.

"Se, eommo-nim tau kamu perempuan yang hebat dan mandiri. Kamu punya karir cemerlang, cantik, pintar, sopan. Baru kali ini Daniel berani ngenalin perempuan sama eommo-nim setelah kejadian dulu itu. Kalo dia mendesak kamu untuk menikah, maklumi saja ya? Dia mungkin masih takut kalau-kalau kejadian dulu itu terjadi lagi. Bisa jadi juga dia mau merasakan punya keluarga utuh. Keputusan tetap ada di tangan kalian berdua sih, tapi eommo-nim harap baik kamu maupun Daniel memikirkannya baik-baik biar nggak ada yang menyesal di akhir." tangan ibu cowok itu terulur megusap-usap rambut Rose.

Di satu sisi Rose sedikit merasa senang karena memang dia lah wanita yang dipilih oleh cowok itu karena, yah, dia benar-benar serius. Tapi kembali lagi pada pertimbangannya tadi, benar kata eommo-nim mereka harus memikirkannya baik-baik agar tidak ada yang menyesal.

"Rose pikir-pikir dulu ya, eommo-nim?"

Flirty PhotographerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang