Bab 36 Aku suamimu!

15.5K 1.9K 48
                                    

Vino sebenarnya merasa tidak tega dengan mengatakan hal itu kepada Melati. Dia tahu istrinya sangat lembut. Tidak pernah memendam dendam kepada siapapun. Apalagi kepada kedua orang tuanya. Dan terutama ayahnya yang telah memperlakukannya secara tidak adil.

Hati Vino mencelus membayangkan Melati selama ini dianggap seperti anak tiri oleh ayahnya. Hanya karena kecemburuan di masa muda orang tuanya itu menyebabkan kesulitan untuk istrinya. Dia benci akan hal itu. Selama ini dia sudah terlalu mengalah dan menerima. Yang menyebabkan dirinya tidak bahagia. Dan sekarang demi apapun itu dia tidak mau ditindas lagi.

Pagi ini Melati terlihat begitu murung. Istrinya itu memang hanya menangis pilu saat kemarin dia tidak mengijinkan Melati untuk menjenguk ayahnya ke Jakarta. Dan Melati tidak membantah. Bahkan Melati tidak menyinggung hal itu lagi. Istrinya berusaha untuk bersikap baik kepadanya. Tapi Vino tahu, Melati terluka dan bersedih. Hal ini membuat Vino merasa bersalah.

"Mel. Udah baikan belum? Masih mual kalau mencium parfumku?" Vino kini mencoba untuk membuat istrinya itu tersenyum.

Tapi Melati hanya menggelengkan kepalanya. Istrinya yang sekarang duduk di depannya itu hanya tersenyum kaku. Hari ini Vino memang libur. Dan dia bersumpah akan meringankan suasana hati Melati.

"Aku kan libur hari ini. Eh kita jalan-jalan yuk. Mau kemana? Pantai?"

Kali ini Vino menatap Melati yang tampaknya tidak bergairah mendengar ajakannya itu. Istrinya itu malah beranjak dari duduknya. Lalu membereskan piring makan mereka. Menumpuknya menjadi satu.

" eh udah biar aku aja nanti yang nyuci piring. Kamu kelihatan pucat banget gitu. Udah diminum vitamin sama susunya?"
Melati hanya tersenyum. Tapi kemudian menggelengkan kepalanya.

"Vin udah semua kok. Tapi aku hari ini ingin di rumah aja. Apalagi mendung kayak gini. Gak apa-apa ya? Kamu gak marah kan kita gak pergi?"

Tentu saja Vino tersenyum mendengar permintaan maaf Melati. Kenapa wanita itu begitu halus hatinya?

"Enggak sayang. Kamu kalau merasa gak enak badan tidur aja. Nanti aku yang cuci piring, cuci baju, beresin rumah. Udah tenang aja."

Kembali Melati tersenyum tipis. " makasih ya Vin  aku memang sedikit pusing. Boleh kan aku tidur lagi?"

Vino beranjak dari duduknya dan akan melangkah mendekati Melati saat istrinya itu hanya menggelengkan kepalanya lagi.

" Aku bisa sendiri kok ke dalam kamar."

Akhirnya Vino hanya membiarkan Melati melangkah meninggalkannya di meja makan. Hati Vino kembali sedih. Istrinya itu pasti masih memikirkan ayahnya.

Dia mengambil ponsel yang ada di saku celananya. Lalu segera menghubungi seseorang.

"Halo Vin, Angga lagi pergi ke pasar sama mama. Nanti telepon lagi aja." Suara berwibawa papanya membuat Vino tersenyum.

" Nanti bicara sama Angganya, Vino mau ngomong sama papa. Soal Ayah Mel. Apa bener beliau masuk rumah sakit?"
Terdengar jelas helaan diujung sana.

"Iya. Papa udah jenguk kemarin. Ayahnya Melati masih lemah. Tapi tidak terlalu parah. Hanya butuh istirahat total. Melati gimana? Kondisinya masih mual muntah?"

"Masih pah. Hanya saja Vino bingung. Ibunya Mel mengharapkan Mel menjenguk ayah. Dan itu membuat Mel sedih karena Vino melarangnya. Vino gak mau terjadi apa-apa sama Mel dan buah hati kami. Pah tolong pantau kondisi ayahnya Mel ya pah. Biar Mel bisa tenang."

"Itu pasti Vin  istrimu jangan banyak berpikir. Nanti kalau ada info papa pasti kasih tahu."

Vino merasa lega papanya mengerti kesulitannya.
"Makasih pah. Salam buat Angga. Nanti Vino telepon lagi."

Terdengar jawaban di ujung sana sebelum Vino menutup ponselnya. Dia menghela nafas dan menatap meja makan. Tampaknya hari ini dia yang harus membereskan semuanya. Dia akan memanjakan Melati agar wanitanya itu kembali tersenyum.

*****

Satu jam Vino sudah selesai mencuci piring, dan mencuci pakaian di mesin cuci. Setelahnya dia melangkah untuk menengok Melati di dalam kamar.

Dia mendapati istrinya itu tengah meringkuk di atas kasur. Sepertinya tertidur. Melati sangat mungil saat ini. Vino ingin selalu memeluk istrinya itu dan memberi kehangatan. Dia duduk di tepi kasur dan mengulurkan tangan untuk mengusap rambut Melati. Tapi tangannya seketika terhenti saat melihat bahu Melati bergetar.

"Mel. Hei.. "

Vino menyentuh bahu Melati dan membuat Melati sedikit berjenggit . Istrinya itu akhirnya membalikkan tubuh dan Vino bisa melihat istrinya tengah menangis.

"Mel."

Melati mengusap air mata yang mengalir di wajahnya dengan punggung tangannya. Lalu mulai beranjak tidurnya dan menghambur ke dalam pelukannya.

"Vin maafin aku. Tapi aku sedih karena sepertinya aku sudah tidak ada yang mempedulikan. Ibu tadi menelepon lagi dan mengatakan aku sudah tidak dianggapnya anak dan.."

"Ya Tuhan." Vino mengecpucuk kepala Melati dengan sayang. Dia merasa merana mendengar penuturan istrinya itu.

"Huusst. Jangan menangis. Aku juga ikut merepih  kalau kamu seperti ini. Sudah. Abaikan ucapan ini. Sekarang kamu di sini ada aku. Ada mama dan papa. Dan juga Angga. Serta calon buah hati kita. Ada juga Igo  dan Kania.  Mereka semua menyayangimu. Terlebih aku Mel."

Vino tidak bisa lagi menghibur Melati. Dia mendekap erat tubuh Melati dan membuainya  seperti anak kecil. Istrinya itu sedang rapuh. Dan butuh untuk dilindungi.

Melati lebih tenang untuk beberapa saat. Vino masih mendekapnya  erat. Saat dirasakan nafas Melati teratur. Dia langsung menunduk dan melihat Melati tertidur di pelukannya. Istrinya itu terlalu tegang semalam, pasti dia juga tidak nyenyak tidurnya.

Vino menghela nafasnya. Masih memeluk Melati dia merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya kembali. Lalu mencari sebuah nama di ponselnya.

"Halo."

Bu. Ini Vino. Saya mohon ibu tidak mengancam Melati dengan ucapan ibu. Melati sedang sakit. Kondisinya yang hamil muda membuat dia tidak bisa pergi jauh. Apalagi ke Jakarta. Maafkan saya bu yang memang melarang Melati untuk ke sana. Tapi saya memang tidak akan mengijinkannya.  Saya ikut prihatin atas kondisi ayah. Semoga ayah cepat diberi kesembuhan. Hanya saja saya tidak senang dengan sikap ibu yang mengintimidasi. Dia istri saya bu. Dan saya akan melakukan apapun untuk membuat istri saya bahagia. Jadi saya akan melindunginya dari apapun. Termasuk ibu yang telah mencederai jiwa putri kandung ibu sendiri. Maaf bu kalau saya sudah lancang. Tapi saya sudah tidak tahan dengan ini semua. Jangan pernah hubungi Melati lagi kalau ibu hanya menyakitinya."

Bersambung

Yeeeiii  bravo Mas Vino yaaaa...

seputih MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang