4) OPPA!!! (Esme's Side)

1.1K 74 7
                                    

Hari Sabtu ini aku kembali berkunjung ke Jogjakarta. Bukan sengaja untuk berlibur atau temu kangen dengan keluarga. Tapi ini murni karena tugas dari atasan. Karena sejak hari Senin kemarin, aku sudah pindah kantor ke bagian penyidikan. Aku tidak sendiri, ada Rini dan mas Abimanyu, dua orang stafku yang memang sudah cukup berpengalaman dalam hal melakukan penyidikan.

Beberapa hari ini, aku disibukkan dengan berkas-berkas tentang pelanggaran HAM. Di salah satu kasus itu, aku harus menemui salah satu keluarga dari terdakwa yang memang berdomisili di Jogjakarta, yang sudah tiga kali dikirim surat panggilan namun tidak pernah datang ke kantor kejaksaan agung. Meski ini adalah tugas dinas, aku diperkenankan untuk bermalam barang semalam di rumah orangtuaku. Sekaligus sebagai pelepas lelah, karena seharian harus berjibaku dengan pekerjaan.

Jam kecil berlambang EXO, salah satu grup idol K-Pop favoritku, yang melingkar di pergelangan tangan kananku kini sudah menunjukkan pukul 14.45 WIB. Setidaknya, saat ini aku sudah dalam perjalanan menuju pesantren milik keluarga eyang kakung. Kuputuskan berkunjung ke sana, sebelum pulang ke rumah orangtuaku. Dan tentu saja, meskipun biaya transportasi serta akomodasi sudah di tanggung oleh bagian keuangan, aku lebih memilih untuk berhemat. Maka kuajak Rini dan mas Abimanyu untuk ikut bermalam di rumah orangtuaku.

"Assalamu'alaikum!" ucapku, saat memasuki pintu utama kantor eyang kakung. Kantornya adalah sebuah bangunan yang memiliki beberapa ruangan. Jika dari arah kiri, aku bisa berjalan menuju dapur. Sedangkan dari arah kanan, aku bisa masuk ke ruang kerja eyang kakung. Biasanya, di ruangan itu eyang menerima tamu dari luar.

"Wa'alaikumussalam! Nah, panjang umur. Baru saja eyang ngobrol tentang kamu sama eyang kakung dan gus Felix. Masuk nduk, ajak sekalian teman-temanmu," balas eyang putri, yang ternyata sedang memegang nampan berisi dua cangkir teh aroma melati. MashaAlloh, itu teh kesukaanku.

"Eyang, tehnya buat Syasya yah," rengekku. Bukannya menuruti permintaanku, eyang putri malah geleng-geleng kepala sambil berdecak.

"Bikin sendiri. Sekalian saja kamu buatkan untuk teman-temanmu," sanggah eyang putri. Lalu berjalan menuju ruangan eyang kakung.

"Es, pantes aja kamu manja amat ya. Kamu paling bungsu dari kita-kita sih," ujar Rini. Yup, betul sekali pemirsah. Aku memang paling bungsu di bagian direktorat penyidikan. Di bagian direktorat eksekusi dan eksaminasi pun aku paling bungsu. Karena, aku memang salah satu staf baru yang diterima dua tahun yang lalu. Meski begitu, tak ada yang bisa meragukan kemampuanku. Bukannya sombong lah ya. Tapi, dengan durasi kerja paling pendek, dan usia yang terbilang cukup muda, yaitu 24 tahun, aku sudah menjadi seorang kepala bagian sub direktorat.

Bukan sebuah kebanggaan yang patut disenangi berlarut-larut. Justru menjadi seorang leader, aku harus lebih ekstra keras dalam meningkatkan kinerja para staf yang aku pimpin.

"Ngomong ndasmu, Rin. Aku ra peduli. Mau minum apa nih? Biar aku bikinin sekalian," balasku.

"Jus alpukat, Es," sahut mas Abimanyu, nyengir kuda.

"Aku mau air zam-zam, ada nggak Es?" timpal Rini, nyengir onta.

"Oke! Wait for five manites," jawabku mantap. Dapat kulihat dari balik kacamata minusku, raut keduanya terlihat melongo.

Kalian kira sebuah gurauan hanya sekedar gurauan? Kalian akan menyesal karena berani berhadapan dengan Esme Syalimar As-Siddiq binti H. Abu Bakar As-Siddiq bin K.H. Abdus-Somad As-Siddiq. Hahahah....

"Es, ini serius?" tanya Rini dan mas Abimanyu, bersamaan. Saat melihat segelas jus alpukat dan segelas air putih zam-zam, yang tergeletak dengan percaya dirinya di atas meja ruang tengah kantor eyang kakung.

"Kenapa? Kalian tahu nggak dengan istilah tamu adalah raja atau ratu?" tanyaku menyengir monyet, sambil mengaduk butiran-butiran gula di dasar gelas tehku. Aku yakin, sekarang mereka lelah otak karena menghadapi kelakuanku.

"Eh, i....iya sih Es. Tapi nggak gini juga kan? Kita tadi cuma bercanda kok, beneran," sahut mas Abimanyu.

"Hahahaha.... Tenang aja mas, santai. Aku serius kok. Itu emang buat kalian. Lagian udah jadi kewajiban aku untuk melayani tamu. Tentu, sebagai atasan kalian, aku juga berkewajiban untuk memberikan sedikit feedback atas kerja keras kalian beberapa jam yang lalu," jelasku panjang lebar.

"Tapi...." Rini ingin protes, namun lebih dulu aku potong.

"Sssttthhh....udah, nggak usah protes. Cepat diminum. Percaya deh, itu nggak aku kasih racun kok. Paling suplemen penambah stamina doang," ujarku asal.

"Beneran, Es? Kamu kasih vitamin apa?" tanya mas Abimanyu antusias.

"Vitamin A dan K," jawabku datar, sambil menahan senyum.

"Apaan dah?" tanya Rini penasaran.

"A untuk Air liur, K untuk kuda. Air liur kuda!" jawabku, lalu tertawa terbahak-bahak.

"Hah?" sontak, kejahilanku membuat wajah keduanya langsung pias.

"Tenang, becanda kok. Suwer!" sambungku, saat melihat keduanya langsung manyun.

"Dasar! Gue kira beneran. Biasanya orang-orang sini kan suka punya kebiasaan aneh-aneh," ujar Rini, nyengir perdamaian. Tahu, kalau ucapannya kurang ada sensornya.

"Hahahaha, nggak juga kali Rin. Oh ya, kalian mau jalan-jalan nggak ke sekitaran pesantren ini?" tanyaku pada keduanya.

"Emangnya boleh, Es?" tanya Rini. Aku baru sadar, kalau dia tidak mengenakan pakaian muslimah.

"Eh, maaf. Aku lupa!" ucapku senyum-senyum tidak jelas.

"Nduk! Sudah shalat Ashar?" tanya eyang putri sambil lalu dengan sebuah nampan yang sudah kosong.

"Belum, yang. Tunggu, yang kung lagi ada tamu ya?" cegatku, sebelum eyang putri hilang ditelan pintu dapur. Sekilas, aura eyang putri sedikit berubah jadi lebih misterius.

"Iya, itu gus Felix," nah nah, eyang putri mulai sedikit aneh. Tanpa diminta, beliau duduk di sampingku dengan mata berbinar, "nama lahirnya Felix Xi Zhang, kalau mau yang lebih singkat dipanggil Felix Zhang. Tapi, lingkungan pesantren, lebih akrab memanggilnya Muhammad Felix. Orangnya ganteng, kulit putih bersih. Mata sipit, sebelas dua belas lah sama si So Un idolamu itu," jelas eyang putri.

"Issshhhh....Sehun, eyang. Sehun, Oh Sehun," ralatku frustasi. Eyang putri ini, sudah berapa kali sih kata 'Sehun' yang sering kuucapkan? Kenapa masih seenaknya saja?

"Eh, gus Felix udah selesai ngobrolnya dengan aki?" tanya eyang putri, pada orang yang beliau bicarakan tadi. Sejurus, mataku pun bersitatap dengan wajah oriental seorang lelaki berkemeja hitam yang dipadukan dengan celana slim fit dengan panjang di atas mata kaki. Nampak rapi dan tampan? Ya Allah, tipe cowok gue banget. Ini bukan lagi mirip Sehun. Tapi dia lebih ganteng cuy. Aku harus mendapatkan hatinya secepat mungkin.

To be continued____

The Queen Of Ninja (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang