Setelah berbalas chat dengan Syalimar, ada rasa berdebar kuat di dalam dadaku. Selama sepekan tak bertemu, setelah acara lamaran, kami sama sekali tak pernah bertukar kabar, walau sebenarnya masing-masing dari kami sudah menyimpan nomor kontak. Bukan karena aku tak berani memulai, apalagi gengsi. Tapi, jika aku nekad, aku tak yakin bisa menghentikan diriku.
Kata eyang Long Fung, aku harus bisa menahan diri. Anggap saja, waktu sebulan menjelang pernikahan kami adalah proses pingit terlama yang pernah ada. Aku sendiri pun sebenarnya tak keberatan. Hanya saja, kadang aku berpikir bagaimana dengan Syalimar, yang notabennya lebih aktif soal membangun hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Otomatis, dia akan merasa tidak nyaman jika tak bertukar kabar dengan mereka. Dan, benarkan? Dia tidak keberatan jika harus memberi kabar saat sedang senggang. Atau lebih tepatnya, saling berbalas chat denganku.
"Mas, ngelamunin opo toh, kok serius sekali?" Riyin yang kutahu sejak tadi berada di dapur, tiba-tiba muncul sambil memberikan seringaiannya.
Aku berdehem, untuk menetralkan getaran suara yang mungkin muncul dengan tidak manusiawi dari mulutku. Melihat tingkahku yang agak mencurigakan, Riyin menyipitkan kedua matanya yang terbilang belo, untuk ukuran gadis keturunan Tiong Hoa.
"Kamu kenapa sih? Kok liatin mas sampai segitunya?" tanyaku.
"Mas yang kenapa? Baru dapat jackpot ya? Kok nggak bagi-bagi sih?"
"Ngomong apa sih Rin? Jackpot apaan?"
"Maaaaas! Aku tahu mas lagi nyembunyiin sesuatu. Bilang sama aku, mas baru dapet apa?"
"Allahuakbar! Eling Rin, kamu tuh perempuan, masa teriak-teriak kayak Tarzan! Ini bukan hutan. Ini rumah kita," ujarku mengingatkan.
"Huft! Iya, maaf. Ya udah, makanya cerita dong."
"Nggak!"
"Kya? Kyu?"
"Nggak usah sok ngomong India deh. Sedari jaman pertama kali kamu suka nonton film Bollywood, mas dengar itu doang yang kamu bisa."
"Mas nih ya, kok ngebahas yang lain? Aku nanya apa, mas jawab apa? Nggak singkron deh. Ntar deh kukasih tahu mba Syasya, biar dia ilfeel sama mas. Trus nggak jadi...."
"Dedek manis, imut, kesayangannya mas. Ngomongin yang jelek nggak mas kasih uang jajan lagi deh," aku segera menutup mulut ember Riyin. Kadang, gadis ini suka keterlaluan. Bikin jengkel seisi rumah. Termasuk cicak, nyamuk, semut, sampai rayap juga.
"Mas, cerita dong yah. Hem?" pintanya. Kali ini dengan cara yang lebih halus. Puppy eyes gadis ini sungguh menggemaskan. Kalau saja dia bukan adikku, mungkin sudah kucongkel matanya itu. Astaghfirullah! Ujian bener dah.
"Oke mas cerita, tapi janji jangan ngejek," perintahku tegas.
"Elueh elueh! Lebay, mas. Iya deh janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Of Ninja (Hiatus)
General FictionNiqab-an tapi kelakuan kayak preman. ~Esme Syalimar As-Siddiq binti Abu Bakar As-Siddiq~ 💖 Tatoan tapi Alhamdulillah udah jadi ulama muda. ~Ustadz Felix Zhang anaknya Jian Xi Zhang~ On going © 2017