Maklumin aja kalau masih ada typo, ya.
_____ 22 _____
Pagi-pagi sekali, setelah melaksanakan shalat subuh, aku langsung turun ke bawah menuju dapur. Di sana ternyata sudah ada Mama dan Bi Atun. Mereka tampaknya sangat kompak berkolaborasi dalam mengeksekusi bahan masakan di atas kitchen table.
Hampir tiga bulan usia kehamilanku, aku belum lagi bersua dengan benda-benda di dapur. Sebab jika setiap kali aku menghidu aroma bawang, aku pasti mual. Makanya Mama menyuruhku untuk nggak perlu membantu sementara waktu sampai aku sudah merasa lebih berdamai dan toleransi dengan aroma bawang.
Itu tepat sejak hari ini. Kali ini aku sudah mampu menahan gejolak itu--mual tak terkontrol.
"Pagi Ma, Pagi Bi." Sapaku pada keduanya.
Hari ini masih week day. Makanya waktu bangun tadi aku tidak menemukan Mas Felix di sampingku. Biasanya setiap kali aku terbangun, suamiku itu selalu mengusap lembut pipiku. Bahkan sejak aku hamil, dia senang sekali mengusap perutku dengan sangat lembut. Tak jarang dia juga memberikan morning kiss di dahi. Tapi, kali ini aku hanya mampu berpuas diri dengan memberi salam semangat pagi pada kedua wanita paruh baya ini.
"Pagi, sayang." Sahut Mama.
"Pagi juga, Non." Timpal Bi Atun.
Mereka menoleh dan tersenyum ke arahku.
"Masak apa Ma?" Tanyaku pada Mama yang sedang memotong tempe berbentuk dadu dengan ukuran masing-masing sisi sekitar satu setengah senti meter.
"Mau masak sambal goreng hati plus tempe goreng. Nanti juga ditambah kentang goreng. Loh, kamu kok ke dapur? Udah nggak mual lagi, nyium aroma bawang?" Balas Mama heran.
"Alhamdulillah udah mendingan, Ma. Ya udah, Syasya bisa bantuin ngelakuin apa nih?" Tanyaku lagi, sambil menggulung lengan gamisku sampai batas siku.
"Nggak usah. Kamu siap-siap aja dulu. Ganti baju. Katanya ada rapat di kantor jam setengah sembilan pagi." Sahut Mama memperingatkan.
Aku nyengir sebelum membalas ucapannya. "Nanti aja lah, Ma. Syasya juga udah mandi kok. Ganti bajunya gampang. Sini, biar Syasya yang goreng tempenya. Mama duduk aja." Aku mengambil alih pekerjaan Mama. Sedangkan beliau menyiapkan wajan ke atas kompor untuk menggoreng kentang dan tempe.
"Ya udah, Mama tinggal sebentar ya. Mau bangunin Papa. Katanya hari ini juga ada meeting."
"Lagi?" Tanyaku heran.
Soalnya kemarin Papa juga ada jadwal meeting. Bahkan sampai sore. Sibuk bener ya, Papa mertuaku itu. Pantas aja sih, beliau minta Mas Felix untuk segera menyelesaikan kontrak mengajar di Jogjakarta. Agar bisa bantu-bantu kerjaan di kantor.
"Iya." Sahut Mama. Lalu beranjak dari dapur. Meninggalkan aku berkolaborasi dengan Bi Atun yang saat ini sedang mengulek sambal untuk masak saos sambal gorengnya.
By the way, mungkin ada yang bertanya-tanya nih, gimana soal status makanan di rumah ini. Padahal kedua mertuaku beragama non Muslim. Intinya, sejak pertama kali Mas Felix berubah jadi mualaf, semua alat dan bahan dapur diganti sama Mama. Insya Allah halalan toyibah.
"Gimana kandungannya Non Syasya? Dedek bayinya nggak rewel lagi, toh?" Tanya Bi Atun, memulai percakapan.
"Alhamdulillah mualnya udah berkurang, Bi. Ngidamnya juga nggak aneh-aneh. Kadang kalau pun ada yang Syasya inginkan, Insya Allah sebisa mungkin nggak dipaksain untuk dipenuhi. Syasya nggak mau bikin Mas Felix pusing."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Of Ninja (Hiatus)
Aktuelle LiteraturNiqab-an tapi kelakuan kayak preman. ~Esme Syalimar As-Siddiq binti Abu Bakar As-Siddiq~ 💖 Tatoan tapi Alhamdulillah udah jadi ulama muda. ~Ustadz Felix Zhang anaknya Jian Xi Zhang~ On going © 2017