7) HARUS SABAR (Felix's Side)

1K 71 12
                                    

Aku berjalan di sepanjang koridor lantai empat fakultas ilmu pendidikan dengan senyum yang tak luntur dari kemarin siang. Bisa kalian tebak, apa yang membuat suasana hatiku begitu berbunga-bunga? Ya, sosok itu. Gadis manis itu, yang kuakui benar-benar seperti penjarah di relung hatiku, mampu mencuri sebagian dari duniaku.

Apa dia tidak tahu, jika saat ini aku sudah cukup merindukannya? Baru sehari tidak bertemu, aku malah bertingkah seperti remaja SMA yang baru pernah merasakan jatuh cinta.

"Assalamu'alaikum, ustadz Felix. Selamat pagi. Tunggu, kayaknya ada yang beda gitu dari ekspresinya. Kayak ada aura pink-pinknya gitu," sentak ustadz Teguh, membuyarkan lamunanku. Aku terkekeh mendengar penuturannya.

"Wa'alaikumussalam. Selamat pagi. Ah, ustadz bisa saja. Memangnya ustadz benar-benar bisa melihat ada warna pink di sekitar saya?" tanyaku konyol.

"Auranya aja gitu, bukan berarti saya benar-benar melihat ada cahaya warna pink yang berpendar di sekitar ustadz," jawabnya jenaka. "Jadi, apa yang membuat ustadz Felix terlihat bahagia hari ini?" tanyanya. Aku tersenyum sekilas sambil mendaratkan bokongku di kursi kerjaku.

Aku berpikir sejenak, sebelum berkata "ustadz sendiri, bagaimana perasaannya saat lamarannya diterima oleh pujaan hati?" tanyaku balik. Kedua alisnya berkedut, menandakan bahwa ia sedang bingung dengan pertanyaanku.

"Ustadz Felix habis lamaran ya? Wah, selamat ya," ujarnya sambil menepuk pundakku.

"Hah? Felix lamaran? Siapa gadis beruntung itu?" tanya ustadzah Lulu, dari balik kubikelnya. Wanita paruh baya itu, tersenyum antusias saat mendengar percakapan kami.

"Felix baru saja melamar seorang gadis, dan ternyata diterima. Betul tidak, tadz?" aku mengangguk malu-malu sambil terkekeh geli. Ah, aku percaya sebentar lagi berita akan segera menyebar secepat lambe turah.

"Alhamdulillah, akhirnya bungsu kita tidak tidur sendirian lagi tahun ini," celetuk ustadzah Laila. Seorang wanita enam puluhan, yang kami sebut ummi dari para dosen muda di kampus ini.

"Jadi, kapan rencana akad dan resepsinya?" tanya ustadzah Lulu.

"Insyaallah bulan depan. Baik saya, maupun calon istri tinggal menunggu hari H saja. Karena semua sudah diatur oleh tetua dari kedua belah pihak," jawabku malu-malu.

"Sepertinya, calon istri ustadz Felix cantik bak bidadari surga," tebak ustadzah Laila.

"Kok ummi bisa tahu sih?" tanya ustadz Teguh.

"Ya asal nebak aja sih. Kalau dilihat dari ekspresi ustadz Felix, sudah jelas menandakan kalau calon istrinya adalah wanita solehah. Sudah pasti, dia cantik. Bukan berarti dalam artian hanya elok di fisik saja. Tapi hatinya juga," jawab ustadzah Laila. Yang lain manggut-manggut saja menanggapinya.

~~~

Tak terasa, hari sudah beranjak siang. Matahari mulai semakin terasa terik di atas sana. Perlahan aku menutup buku Fiqih yang kugunakan sebagai media mengajar di kelas. Tak berselang beberapa menit, seruan para mahasiswa bersorak dari arah luar. Dapat kulihat, para mahasiswa yang kuajar tadi satu per satu mulai berbondong-bondong keluar kelas. Sayup-sayup kudengar ada sebuah keributan dari arah lapangan yang berada tepat di tengah-tengah area kampus.

"Gila, itu kan kakak tingkat yang katanya the legend of silat itu," ujar seorang mahasiswi berkerudung berwarna hijau.

"Ya ampun, setelah lama nggak muncul, kok tiba-tiba dateng tanpa bikin perjanjian dulu. Kan jadi bikin aku tambah ngefans," timpal teman di sebelahnya. Tanpa sadar, aku juga ikut berdiri di pinggir pagar pembatas, ikut berdesak-desakan di antara berjubelnya mahasiswa yang menonton dari lantai tiga ini.

The Queen Of Ninja (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang