12) ABSURD GIRL (Esme's Side)

816 48 0
                                    

Bikin surat ijin cuti dan di kasihkan ke kantor kejaksaan sudah, medical check up dan vaksinasi anti-tetanus di puskesmas terdekat sudah, sampai mengurus surat nikah ke kantor urusan agama pun sudah. Tidak ada kendala yang berarti selama proses tersebut. Hanya saja, sekitar dua hari ini aku kedatangan tamu bulanan. Seperti biasa, hari pertama rasa sakitnya begitu menyiksa. Aku sampai harus jungkir balik, banting sana banting sini, balik sana balik sini, kalau lagi rebahan di kasur. Untung di hari ke dua sudah agak mendingan. Tapi, karena aku juga harus mengurus banyak hal, tentu itu menjadi risiko tersendiri bagiku.

Sebenarnya umi sudah menegurku sejak hari pertama aku cuti. Tapi, rasanya tidak nyaman jika hanya diam tanpa melakukan kegiatan apapun. Belum lagi, sejak proses mengurus surat nikah di KUA, aku belum bertemu mas Felix, bahkan keluarganya. Setidaknya, aku ada teman yang bisa diajak ngobrol. Tepatnya teman baru. Ce Effana adalah teman baruku. Dia adalah sahabat mas Felix. Kebetulan, seminggu yang lalu aku menghadiri acara pernikahannya di gereja terbesar di Jakarta.

Nggak tanggung-tanggung, sehari setelahnya aku juga diundang untuk pesta pantai di pantai Kuta-Bali. Awalnya memang banyak yang larang, tapi aku tetap berangkat ke sana. Tentu saja tidak sendirian. Aku ke sana bersama mas Felix. Ah, jangan berfikir yang 'iya-iya' dulu lah, kalian. Hihihihi. Kami memang berangkat barengan, tapi tentu saja menginap di sebuah resort dengan kamar yang berbeda. Semua kemewahan fasititas yang ada, telah dibiayai oleh ce Fan dan suaminya. Ah, ya. Ce Fan menikah dengan seorang pengusaha sukses asal Singapore. Suaminya ini, bekerja di bidang bisnis perhotelan dan resort. Ugh! Ra ngertoslah aku sama yang begindang.

Tok, tok.

"Syalimar, kamu nggak shalat?" itu suara mba Jihan, istri mas Yustan-kakak ketigaku. Kepalanya menyembul dari luar pintu kamarku yang tadi hanya terbuka sedikit.

"Datang bulan mba, ini masih sakit perut Syasya," sahutku manja. Entahlah, aku nggak jaim lagi kalau berhadapan dengan keluarga dekatku. Apalagi saudara kandung maupun iparku. Biasanya yang paling bisa aku ajak bermanja-manjaan adalah mas Solikin. Kalau lagi ada maunya, aku nggak segan ngadu ke dia. Ugh! Tiba-tiba dadaku sesak begini toh. Ya, nggak bisa dipungkiri, seiring berubahnya statusku nanti, aku harus belajar mulai dari sekarang untuk berhenti bergantung pada saudara-saudaraku apalagi umi dan abi. Tentu saja, suatu saat nanti, aku pasti akan jadi tanggung jawab suamiku.

"Sudah minum wedang jahe?"

"Belum. Syasya nggak sempet bikin."

"Duh, kamu ini. Padahal dua hari lagi hari pernikahan kamu. Kenapa malah jadi gini sih. Kamu yakin, pas hari H nggak ada masalah?" tanya mba Jihan, khawatir.

"InsyaAllah Syasya bakal baik-baik aja mba. Yang ini sih udah mendingan, sebenarnya. Tapi karena kecapekkan aja tadi pas ikut beres-beres rumah eyang."

"Kamu ini. Kebiasaan. Dibilangin malah ngeyel. Tahu sendiri kan rasanya! Ya sudah, mba ke dapur dulu bikinin wedang jahe buat kamu."

Aku hanya mengangguk, tidak sanggup lagi menyahut. Rasanya pita suaraku pun ikut kelelahan. Sembari menunggu wedang jahe, kusempatkan untuk memejamkan mata sejenak. Mudah-mudahan setelah ini rasa sakitnya sudah hilang.

~~~

Sayup-sayup terdengar seperti ada suara halus memanggil namaku. Perlahan tubuhku terasa berguncang. "Mba?" ujarku dengan suara serak. Ternyata pelakunya adalah mba Jihan. Ah, baru saja sebentar. Sudah dibangunin.

"Ini, kamu habisin ya. Kalau masih ngantuk, tidur saja lagi. Tapi jangan kebablasan. Ini sudah jam dua. Pas adzan shalat Ashar kamu bangun lagi."

"Iya, mba. Makasih wedang jahenya. Oh ya, yang lain pada kemana? Kok sepi?"

The Queen Of Ninja (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang