Peringatan, bacanya malam aja ya. Please! Soalnya ada sesuatu di akhir segmen.... 😹😹😹😹
Happy reading!
Beberapa menit yang lalu, aku baru saja menerima pesan singkat dari Yunus, kalau dia sudah berada di TKP, maksudnya di tempat kami janjian untuk bertemu. Sedangkan aku masih duduk manis di dalam hiruk pikuk keluarga besar Kiayi Abdus Somad. Eh, maksudku adalah Eyang Kakung.
"Sya, Mas pamit keluar, ya. Mau ketemuan sama Yunus." Bisikku pada Syalimar di sebelahku. Ia mengangguk, kemudian aku beralih pada Eyang Kakung, Abi dan Mas Solikin yang tengah mengobrol sambil bercanda.
"Yang-Kung, Abi, Mas...." Seruku pelan.
"Ada apa, nduk?" Tanya Eyang Kakung dan Abi bersamaan dengan tawa yang masih belum luntur. Mas Solikin sendiri hanya memandangku dengan tatapan bertanya. Menunggu jawaban.
"Saya pamit mau ketemuan sama teman lama. Eyang dan Abi masih ingat kan, dengan Yunus?"
"Oh ya? Gus Yunus sudah pulang ke Indonesia?" Tanya Eyang Kakung sumringah.
"Alhamdulillah, baru tadi siang ketemu di kampus. Katanya ada yang diurus. Tapi pulangnya nggak lama. Karena masa abdinya di Universitas Al Azhar, Kairo belum selesai."
"Oooh, begitu. Kenapa tidak diajak ke sini saja?"
"Mungkin lain kali saya ajak, Eyang. Malam ini kami mau reunian berdua dulu." Jawabku hati-hati.
"Oh, ya sudah. Pergi saja. Dia pasti sedang menunggumu. Tapi ingat, sebelum dia kembali ke Kairo, kamu ajak silaturahmi ke sini."
"InsyaAllah, Eyang. Kalau begitu, saya pergi dulu. Abi, Mas Solikin, saya pamit. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." Jawab mereka serempak.
Setelah berpamitan, aku pun langsung meluncur menemui Yunus. Sesampainya di tempat tujuan, aku menemukan Yunus tengah memainkan ponselnya. Kulihat sudah ada secangkir kopi hitam di atas meja di depannya.
"Assalamu'alaikum." Ucapku, memecah fokusnya dari layar ponsel.
"Wa'alaikumussalam. Eh, Felix. Mari duduk." Balasnya, sambil menjabat tanganku.
"Sudah lama menunggu?" Tanyaku tak enak hati.
"Tidak juga. Santai saja. Tidak usah terlalu formal begitu." Sahutnya cengengesan, aku pun tertular olehnya.
"Jadi, sudah siap berbagi cerita?" Tanyaku memulai obrolan.
"Hahaha....tetap tak berubah. Kamu masih senang to the point, ya." Ujarnya mengejekku. Aku mendengus sepintas sebelum memesan secangkir kopi susu.
"Kopi susu, satu, Pakle!" Teriakku ke arah seorang lelaki paruh baya yang sedang mengantar kopi pesanan di meja sebelah. "Kamu paling tahu tentang itu." Sambungku lagi.
"Baiklah! Aku akan bercerita. Tapi berjanjilah jangan memotong perkataanku sebelum selesai."
"Tentu!" Jawabku santai.
"Begini, seperti yang aku katakan tadi siang. Gadis yang akan dijodohkan denganku ini memang gadis yang sudah lama diincar banyak laki-laki. Termasuk aku. Jujur saja, awalnya aku pernah bermimpi ingin mengkhitbahnya. Setiap hari keinginan itu semakin menggebu. Rasanya tidak rela jika seandainya dia sudah lebih dulu dikhitbah oleh orang lain. Tapi, entah kenapa ketika kesempatan itu datang, aku kok merasa tidak sreg lagi? Seperti ada hal yang masih mengganjal."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Of Ninja (Hiatus)
General FictionNiqab-an tapi kelakuan kayak preman. ~Esme Syalimar As-Siddiq binti Abu Bakar As-Siddiq~ 💖 Tatoan tapi Alhamdulillah udah jadi ulama muda. ~Ustadz Felix Zhang anaknya Jian Xi Zhang~ On going © 2017