1) VIRAL NEWS (Felix's Side)

2K 105 1
                                    

Sekitar lima menit bis berangkat dari halte tadi, tiba-tiba aku mendengar sebuah keributan berjarak sekitar dua meter di belakangku.

"Mau apa lo? Berani lo sama ninja hatori versi perempuan?" ujar seorang gadis bercadar. Beberapa orang di dekatnya justru tertawa tertahan mendengar kicauannya. Aku akui, gadis itu benar-benar unik. Menyebut dirinya ninja? Haha.

"Apa sih? Aneh deh, tiba-tiba ngamuk nggak jelas," sahut seorang laki-laki, sambil menunjukkan ekspresi ketidak sukaannya.

"Mba, bilang sama gue. Lo tadi diapain sama dia?" tanya gadis bercadar pada seorang wanita berpakaian agak minim di sampingnya. Wajah oriental dan kalung berbentuk salib di leher, sangat jelas mengisyaratkan bahwa ia memang bukan seorang muslim.

"Di....dia ngegrepe pantat gue," jawab wanita itu.

"Ha! Udah ada bukti kan? Lo nggak bisa ngelak. Dia udah bilang. Dan gue juga liat sendiri tadi. Masih mau ngebantah? Atau lo lebih suka kemah di bui?" ujar gadis bercadar dengan nada tajam. Walau aku tak bisa melihat ekspresinya, aku yakin saat ini wajahnya sudah merah padam karena menahan amarah.

"Sial! Dasar cewek j***ng. Sini lo," tukas lelaki tadi hampir menghajar wanita di belakang gadis bercadar, yang tak lain adalah si korban.

"Eiiiits! Tanding dulu sama jurus gue. Baru lo bisa hajar dia. Apa tadi lo bilang? Cewek ja***ng? Ah, lucu amat sih. Bukannya lo, ya yang cowok b******k?" aku tertegun mendengar ucapan terakhirnya. Ah, kenapa juga aku harus peduli? Tapi, kalau aku cuek, itu sama saja dengan melanggar sumpahku sebagai seorang mualaf yang sekarang sudah diakui sebagai salah satu dosen pendidikan agama Islam di Universitas Jogjakarta, yang hampir seisi kampus tahu kalau aku telah menyelesaiakan program doktorku di sebuah Universitas di Kairo sebulan yang lalu.

"Sial! Cadaran, tapi kelakuan preman," sentak lelaki yang kini kedua tangannya sudah dikunci ke belakang oleh gadis bercadar.

"Mending preman ala-ala ninja hatori. Daripada tampang baik-baik tapi munafik," balas gadis bercadar lebih sengit. "Ngaku nggak lo, daripada hukuman lo makin berat," ancam gadis bercadar.

"I....iya. Gue ngaku. Tapi lepasin gue dulu."

"Nggak sebelum lo ngebuktiin kalo lo nggak akan berbuat nekat, suddently."

"Gue musti ngapain?"

"Baca syahadat sekali, istighfar tujuh kali, dan baca Al-fathihah Empat masing-masing sekali," perintah gadis bercadar.

"Hah? Lo becanda? Gue disuruh ngaji di sini?"

"Terserah kalo lo nggak mau. Sampai bis ini berhenti, gue nggak akan lepasin lo. Lo muslim kan?"

"Alah! Paling Islam KTP doang tuh, mba," sahut seorang wanita berkerudung putih di belakangnya.

"Orang kafir tuh!" sahut yang lain.

"Oke! Gue terima syaratnya."

~~~

Akhirnya acara syahadat, istghfar dan mengaji lelaki itu menjadi viral di media sosial IG, Youtube hingga televisi. Untung saja wajah tersangka dan korban disensor. Entah siapa saja yang sempat merekamnya. Dan itu bertahan hingga kurang dari seminggu lamanya. Berita kemudian beralih fokus pada sosok gadis bercadar, yang diketahui adalah seorang staf di kejaksaan agung di Jakarta.

"Oaaaalah, beritanya masih hangat toh," ujar adik bungsuku yang alhamdulillah dua tahun ini ikut jejakku menjadi seorang mualaf. Saat ini dia menempuh pendidikan SMA sederajat di sebuah pondok pesantren di kota ini-- Jogjakarta, tempat awal mula dulu aku mengenal banyak tentang Islam, saat usiaku masih menginjak dua puluh dua tahun.

"Mas beneran lihat langsung sama kejadian di bis itu?" tanya Riyin.

"Berapa kali kamu nanya soal itu, Ri? Udah seminggu sejak kejadian itu. Kayaknya kamu suka sekali melihat mas frustasi atas pertanyaanmu," jawabku malas. Iya hanya terkekeh sambil mengacungkan simbol perdamaian dengan jari telunjuk dan tengahnya.

"Besok udah mulai masuk ngajar ya mas?"

"Hmmmm....." sahutku dengan deheman. Karena mulutku sedang penuh dengan kue apem buatan Riyin.

"Gimana? Udah ketemu sama calon yang bakal dijodohin sama mas itu, Cucunya kiayi Abdus Somad?"

"Apa? As-bun aja kamu. Mana ada perjodohan sih? Ngawur aja omonganmu," kilahku. Padahal seminggu yang lalu, di hari aku melihat langsung kejadian di bis itu, sebenarnya aku habis dari pesantren. Benar saja, saat aku telah sampai dan bertemu kiayi Abdus Somad, beliau sempat menyinggung soal pernikahan. Entah apa maksudnya, beliau dengan santai bercerita soal cucu bungsu perempuannya. Yang katanya sudah menyelesaikan pendidikan magister hukum di Universitas Indonesia.

Aku sih tidak menolak, juga tidak menerimanya dalam sekali ucapan. Lagipula, jujur saja aku belum sekalipun bertemu dengan cucunya itu. Kudengar usianya beda tujuh tahun dari aku. Wah, bisa dibilang aku sudah termasuk ketuaan untuknya. Akan tetapi, aku rasa masih bisa dibilang wajar. Setidaknya, baby face-ku akan menyamarkan usia renta dalam diriku. Hahahaha....

~~~

The Queen Of Ninja (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang