5) CUTE GIRL SYASYA (Felix's Side)

1K 70 3
                                    

Aku tiba-tiba duduk kaku di tempatku saat Nyai Abdus Somad mengatakan, kalau cucu perempuannya yang bekerja di DKI Jakarta, sudah datang bersama teman-teman kantornya. Mungkin terlihat bahwa aku seperti begitu mendambakan sosok itu, karena sejak seminggu lalu aku digejrok terus-terusan oleh pasangan tua di hadapanku ini. Mereka sengaja memanas-manasi aku tentang kemungkinan terburuk jika aku terlambat mengambil keputusan.

Karena, mereka mengatakan bahwa sudah hampir lima orang lebih yang pernah melamar cucu mereka itu kepada Kiayi Abdus Somad secara langsung. Rata-rata mereka adalah putra dari para pemuka agama di sekitaran pesantren maupun dari luar provinsi Jogjakarta. Namun, karena keputusan final tetap ada di tangan cucu mereka, sehingga belum ada satu pun yang diterimanya.

Walau begitu, sebenarnya aku ke sini memang hanya sebatas kunjungan biasa, seperti akhir pekan sebelumnya. Selain itu, tadi aku juga sempat mengajar dulu untuk beberapa kelas di pesantren ini.

"Jadi, gus Felix sudah siap bertemu cucu kami?" tanya Kiayi Abdus Somad padaku, sambil tersenyum simpul. Saat Nyai Abdus Somad berjalan keluar dari ruangan ini. Aku hanya dapat membalas senyumnya dengan tingkah kikuk. Tak mampu berkata-kata. Takut salah bicara.

Semenit tidak ada percakapan, namun hanya ada suara tawa membahana dari balik ruangan Kiayi Abdus Somad, tepatnya di ruang tengah kantor ini.

"Hahahaha.... Tenang aja mas, santai. Aku serius kok. Itu emang buat kalian. Lagian udah jadi kewajiban aku untuk melayani tamu. Tentu, sebagai atasan kalian, aku juga berkewajiban untuk memberikan sedikit feedback atas kerja keras kalian beberapa jam yang lalu," jelasnya percaya diri. Aku hanya terkekeh mendengar suara cemprengnya yang seperti terompet.

"Tapi...." suara lain ingin protes, namun sudah disela olehnya.

"Sssttthhh....udah, nggak usah protes. Cepat diminum. Percaya deh, itu nggak aku kasih racun kok. Paling suplemen penambah stamina doang," ujarnya lagi, terdengar begitu percaya diri.

"Beneran, Es? Kamu kasih vitamin apa?" tanya suara seorang laki-laki.

"Vitamin A dan K," jawab gadis yang dipanggil Es itu.

"Apaan dah?" tanya suara perempuan lagi.

"A untuk air liur, K untuk kuda. Air liur kuda!" jawab gadis bernama Es. Sontak aku terkekeh mendengarnya. Subhanallah, ternyata masih ada ya gadis semacam itu.

"Gadis itu! Entah kapan kebiasaannya bisa hilang," ucap kiayi Abdus-Somad menanggapi kelakuan cucunya. Aku terlonjak, ternyata beliau juga mendengarkan obrolan cucunya itu.

"Hmmm...ki, sepertinya saya pamit pulang dulu. Ini juga sudah waktunya shalat Ashar," sanggahku memecah kecanggungan.

"Astaghfirullahal'adzim! Betul juga. Sebentar lagi adzan Ashar dikumandangkan. Bagaimana kalau sekalian ikut jamaah saja, gus? Kau jadi imamnya, mau?" balas beliau sambil melirik padaku. Tanpa banyak protes, aku hanya mengangguk mengiyakan.

Saat aku berjalan lebih dulu keluar dari ruangan Kiayi Abdus Somad, suara Nyai Abdus Somad menginterupsi langkahku untuk menuju pintu keluar kantor ini. Namun, bukannya menjawab pertanyaan beliau, aku malah dikagetkan oleh sesosok wanita bercadar dengan binar mata yang sulit ditebak. Aku kenal sosok itu, kacamata yang ia kenakan begitu khas. Jadi, tidak sulit untukku mengingatnya.

"Eh! Hai?" ucapnya tampak kikuk. Subhanallah! Ini keajaiban. Gadis bercadar ala-ala ninja hatori versi perempuan, ada di depanku dengan mata berbinar sambil menyentuh pelipisku. Hah! Apa? Dia menyentuhku?

"Wa....wa'alaikumussalam!" ucapku terbata. Aku gugup setengah mati.

"Syalimaaaaaaar! Apa yang kau lakukan?" pekik Nyai Abdus Somad, dengan sigap beliau menarik tangan cucunya.

"Iiiih, yangput rese. Syasya kan cuman mengagumi ciptaan Allah. Masa tangannya ditarik-tarik sih?" protes gadis bercadar, yang tak lain adalah Syalimar. Namun, ia menyebut dirinya Syasya.

"Mengagumi sih boleh, tapi nggak boleh pegang-pegang. Belum mahrom, nduk!" balas Nyai Abdus Somad dengan ekspresi wajah menahan malu. Kiayi Abdus Somad yang sedari tadi berdiri di belakangku hanya cekikian sendiri.

"Alhamdulillah, dia menyukaimu gus Felix. Jadi, bagaimana pendapatmu?" tanya Kiayi Abdus Somad saat menyadari aku terlihat seperti orang linglung akibat kelakuan cucunya.

"Eh, maksud Aki?" tanyaku ragu.

"Syalimar itu, kalau diajak bicara soal perjodohan, ia langsung protes. Tapi, tanpa diminta pun sepertinya dia sudah lebih dulu menyukaimu. Dia memang kadang suka seenaknya. Tapi, sebelumnya tidak pernah begitu kalau sama laki-laki yang dulu sempat melamarnya," jelas Kiayi Abdus Somad.

~~~

Aku duduk di teras depan rumahku, merenung akan ucapan Kiayi Abdus Somad sore tadi. Ya, walau belum sempat bersitatap dengan cara yang lebih sopan, aku merasa duniaku sudah jungkir balik oleh kepolosan gadis bercadar itu. Setelah tadi sempat shalat berjamaah di masjid pesantren, aku baru mendapatkan informasi yang membuatku semakin tertarik akan dirinya.

Ya, Syalimar adalah gadis yang dua minggu lalu satu bis denganku. Dialah orangnya, yang pernah menjadi objek viral di dunia maya akibat keberaniannya menghadapi seorang laki-laki yang diduga melakukan tindak asusila. Tak kusangka, hari itu adalah hari di mana aku bertemu dengannya untuk pertama kalinya. Walau tidak secara langsung.

"Mas, lagi lamunin opo toh? Serius sekali," ucap Riyin, membuatku tiba-tiba jadi salah tingkah. Ah, anak ini benar-benar suka sekali mengagetkanku.

"Menurutmu, jika seorang gadis menatap seorang laki-laki dengan binar mata yang teduh itu maksudnya apa, dek?" tanyaku hati-hati.

"Mas digituin ya, sama cewek? Siapa? Riri kenal nggak orang itu?" ya Allah, Riyin ini, kalau sudah diajak bicara serius seperti ini, pasti mulai rempong.

"Jawab aja, nggak usah banyak tanya," balasku datar.

"Ya elah mas, santai aja dong ekspresinya," balasnya manyun.

"Maaf! Jadi?" tuntutku cepat.

"Siapapun itu, dia suka sama mas," jawab Riyin sambil menyengir kuda.

"Serius?" tanyaku sanksi.

"Serius! Suwer, takewer-kewer," ujarnya lagi.

"Gitu ya?"

"Iya. Emangnya siapa sih?" sebelum pertanyaannya kujawab, aku berdiri untuk meregangkan otot-otot tubuhku.

"Cucunya Kiayi Abdus Somad," ucapku dengan suara rendah sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

"Oooooh. Hah? Mas serius? Mi apa?" tanya Riyin akhirnya, saat menyadari ucapanku. Ia mulai semakin penasaran, mengikuti langkahku tanpa mau melepas cekalannya di tanganku.

"Kapan mas bohong sama kamu?" ujarku balik bertanya. Aku gemas jika dia sudah mulai suka menuntut begini. Ceritanya pasti akan panjang.

~~~

The Queen Of Ninja (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang