19) TWO LINES (Felix's Side)

790 46 4
                                    

Aku berdiri dengan perasaan was-was. Sesekali berjalan mondar mandir. Sedangkan Syalimar saat ini sedang berada di dalam kamar mandi. Sejak lima menit yang lalu, tak ada suara dari dalam sana. Apa dia sengaja membuatku cemas begini?

Berselang lima belas menit kemudian, terdengar pintu kamar mandi dibuka. Kulihat, ada raut tak terbaca dari wajah istriku itu. Ia berjalan pelan ke arahku, lalu seketika memelukku begitu erat. Kudengar ia terisak. Terdengar lirih. Tiba-tiba hatiku pun terasa ikut merasakan perih.

"Sudah, tidak apa-apa." Aku berusaha memberikan kalimat penenang. Namun, sayangnya tangisnya semakin menjadi. Justru sekarang malah semakin terdengar nyaring. Dia menangis seperti anak kecil yang diambil paksa permennya.

"Maaaaaas." Serunya terdengar manja. "Syasya hamiiiiiiil." Aku terlonjak mendengar kata terakhirnya. Aku sengaja memundurkan tubuhku hanya untuk melihat ekspresinya yang kini berubah ceria. Apa yang dia katakan barusan? Apa aku tidak salah dengar?

"Hah? Apa?"

"Syasya hamil, mas." Ulangnya terdengar lebih lantang. Ia tersenyum lalu mengusap sisa air matanya yang menggenang.

"Serius? Kamu pake semuanya kan?" Tanyaku lagi, masih belum percaya.

"Iya, mas. Syasya pake ketiganya. Dan hasilnya positif semua." Jelas Syalimar.

Ya, aku sengaja membelikan tespack tiga buah. Dengan merk dan tingkat keakuratannya yang berbeda. Aku hanya tak ingin kejadian salah diagnosa. Siapa tahu salah satunya negatif. Selain itu, tujuanku membelikan testpack sebanyak itu, agar jawaban atas pertanyaanku dan Syalimar bisa terjawab dengan sesuai. Sehingga kami tidak akan terlalu banyak berharap. Setidaknya jika ketiga alat ini menampilkan hasil negatif, aku dan Syalimar masih punya banyak kesempatan.

"Alhamdulillah!" Ucapku penuh syukur. MasyaAllah, apa ini nyata? Kumohon ini bukanlah mimpi, ya Allah.

"Mas bahagia?" Tanya Syalimar, setelah berhasil memelukku kembali.

"Tentu, sayang. Mas bahagia sekali." Jawabku senang. Lalu mengusap kepalanya yang tidak ditutupi kerudung.

"Okay! Sudah cukup bersuka citanya. Sekarang mas harus bersiap-siap. Jam sembilan acaranya kan?" Ya Allah, aku hampir lupa. Hari ini kan, aku harus menghadiri acara seminar. Sekarang sudah jam tujuh pagi. Aku harus siap-siap.

"Kamu yakin, pulang nanti nggak usah diantar?" Tanyaku memastikan. Hari ini Syalimar kembali ke Jakarta. Sebab besok dia juga harus bekerja. Kemungkinan dia berangkat di saat aku masih berada di kampus. Tapi, semalam aku sudah meminta tolong pada ummi dan abi untuk mewakilkanku mengantar istriku ke bandara.

"Yakin, mas. Kan Syasya sebelas dua belas sama hantu jailangkung. Datang nggak diundang, pulang nggak diantar." Jawabnya sambil bergurau.

"Kamu ini. Istri mas ini manusia ya, bukan hantu." Balasku, lalu sengaja memanyunkan bibir.

"Nggak usah sok imut, deh. Syasya geli liatnya." Nah, kan. Mulai lagi. Entah kenapa setiap kali aku berusaha terlihat imut di depannya, dia selalu memberi komentar yang pedas. Memangnya benar ya, apa yang dia katakan. Padahal kan, wajahku terlihat baby face begini, kok.

Pletak! (Ditabok author). Haha

"Nanti mas kasih tahu mama untuk menemani kamu cek ke dokter kandungan." Ujarku.

"Iya, mas. Nanti Syasya juga bakal kasih tahu mama kalau sudah sampai sana. Mas yang rajin kerjanya di sini. Jangan terlalu mengkhawatirkan Syasya. InsyaAllah Syasya sama baby baik-baik aja." Sahutnya. Aku tersenyum sembari menunduk untuk mencium keningnya. Dia pun tak ambil diam, sengaja berjinjit agar aku tidak terlalu kesulitan membungkuk lebih rendah.

The Queen Of Ninja (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang