Part 3

8.7K 595 35
                                    

Dia kan... 

****

Mengapa pria itu ada disini? 
Tunggu,  apa dia yang di maksud makhluk astral tadi? 

Jika kalian sedang menebak-nebak dia adalah Aldo Brahmana. Maka akan ku katakan dengan tegas,

Ya!  Dialah Aldo Brahmana.  Ceo dalam bidang properti,  terkaya se-indonesia.
Seseorang yang terus-terusan aku ganggu.

"Kenapa diam?" ucap Aldo.

"Kalian saling kenal?" tanya vendra--pamanku.

"Enggak"

"Iya" jawab kami berbarengan.

Bisa gawat kalau omku tau aku selalu gangguin dia.

"Kami sahabatan" kata Aldo menengahi.

"Jadi,  boleh aku mengantarkan keponakan cantikmu itu?"

Vendra hanya diam.  Wajahnya kaku. Tumben banget dia diam. 

"Biarkan saja dia keluar sendiri.  Udah pergi sana.  Belanjakan uang yang ku beri tadi."

Memang gak bisa baik deh kayaknya itu orang. 
Selalu aja bikin kesal. 

Tapi, itu lebih baik daripada aku harus bersama Aldo. 
Mau letak di mana muka ku mengingat aku selalu menggodanya.  Bahkan mengajaknya menikah.  Yang benar saja.  Aku tak sanggup.  Lebih baik diam saja.

"Kok diam?  Udah sana pergi" usir Vendra.

"Mau ngusir lia bilang aja. Gak perlu dengan embel-embel belanja" jawabku langsung keluar rumah.

Belanja sendirian.  Di malam hari.  Aku yakin 99.9%+0.1% pria itu memang gilak. 

"Meskipun terang.  Kalau aku di culik gimana?  Huaa..  Tolong anakmu buunn"

Katanya ada di simpang.  Aku udah di simpang namun belum kelihatan juga. 
Ya kali aku masuk semua toko. 
Namun ada satu toko yang buat aku yakin itu yang di maksud.  Sebab ada bentuk buah dan sayuran di atas toko itu.

Aku masuk.  Daan.. 

"Alhamdulillah,  ternyata bener"

Akupun belanja sesuka hatiku.
Sayuran sudah.  Buah-buahan sudah.  Susu sudah.  Daging sudah. 

"Hmm oke..!! "

Segera ku ke kasir untuk membayar semua ini.
Sambil menunggu aku membuka gadgetku.  Terlihat notif dari Aldo.

"Kenapa pura-pura gak kenal sama aku?  Nikah yuk?"

Apa-apaan ini? 
Kenapa dia jadi gini? 

Gugup.  Wajahku terasa sangat panas.

"Mba..  Totalnya Rp. 250.000 ." ucap mba-mba kasir menyadarkan ku.

"Oh iya,  Ini mba" jawabku dan memberikan uang 300 ribu.

Setelah mengembalikan kembaliannya,  aku langsung bergegas keluar dari supermarket. 

Laper. 
Dan semoga aja itu ceo udah gak di rumah. 
Seram juga kalau di pikir. 
Malu juga iya. 
Ah..  Mbohlah,  aku bingung.  Yang terpenting,  semoga dia sudah pulang.

Aku berjalan membawa dua kantung plastik berukuran sedang.  Memang tidak terlalu berat,  namun mampu membuat tangan pegal. 

Bersenandung sepanjang jalan. Lingkungan rumah disini cukup sepi.  Mungkin orang sibuk semua. 

Terlihat mobil di depanku melaju pelan.  Tak terlihat pemiliknya.
Tentu saja aku tak perduli. 

"Naaanna nnaana nanaaa" Senandungku. 

Tin tiiinn tiinn.. 
Di balas klakson mobil. 
Ck.  Malam-malam klakson-klakson gak jelas. 

Kaca mobil perlahan turun menampilkan wajah pemiliknya.

"Astaghfirullah..  Ada setan" Refleks ku.

Mobil tersebut berhenti dan pemiliknya turun dari mobilnya. 
Aku mempercepat jalanku agar tak sapaan dengannya. 

Tapi terlambat, entah dia manusia atau bukan.  Tanganku terasa di pegang.

"Setiap hari ngomel mulu di Instagram.  Ternyata aslinya pendiam ya?" tanya nya.

Siapa lagi kalau bukan Aldo Brahmanan. *Eh Brahmana maksudku.

Pelan aku membalikkan tubuh ke arahnya.

"Siapa ya?"

"Sekarang pura-pura tidak kenal?"

"Memang gak kenal kok" Jawabku sambil memalingkan wajah.

"Yasudah sana pulang.  Hati-hati calon  istriku" Goda Aldo.  Terdengar kekehan dari bibirnya. 

"Ciih..  Calon istri apaan. Foto sama perempuan itu jadinya siapa?"

"Ciee..  Kamu cemburu ya?  Udah kenal sekarang?  Udah sembuh amnesianya?"

"Aku bilangkan oranglain."

Dengan cepat aku berlari dari dia.  Hauhh..  Berhadapan dengannya membuat kesehatan jantungku menurun.

Tak lama terdengar deru mobil menjauh.  Aku memutar kepala melihatnya.  Menghela napas panjang.

"Aku memang gemar menggodamu,  namun hatiku bukanlah untukmu"

******

"Assalamualaikum..." Tidak ada jawaban dari si pemilik rumah.  Bodo amat dahhh.

Aku masuk dan langsung ke dapur untuk memasukkan bahan-bahan makanan ke kulkas. 

"Habis dari mana keluar malam-malam gini?"

Apa katanya?  Dia bertanya apa? 
Udah tua.  Tapi longor juga.  Kok bisa jadi arsitek ya nih makhluk astral? 

Dengan cuek ku jawab pertanyaan bodohnya. 
"Habis jalan sama pacar."

"Kamu pacaran sama siapa?  Putusin!"

"Idih..  Kenapa sih.  Gak lihat lia lagi ngapain?  Om yang nyuruh lia belanja malam-malam.  Ngasih pertanyaan gak masuk akal. Malah marah ke lia.  Salah lia apa sih?  Om tau sendiri,  kita itu udah gak ada hubungan kecuali hubungan Om dan keponakan!"

"Kamuu... " Wajahnya sudah merah bagai kepiting rebus.  Dia menahan amarahnya.

"Kenapa? Lia benarkan?  Dulu memang kita punya hubungan.  Tapi itu dulu!! Jangan samakan yang dulu dan sekarang! Lia udah berubah.  Lia gak bakal termakan kebohongan manis om itu! Lia udah coba memaafkan om.!"

Entah mengapa hal kecil saja memicu pertengkaran kami.  Untuk lertama kalinya kami bertengkar langsung.
Ini konyol tapi nyata. 

Aku kehabisan tenaga.  Aku tersulut emosi tanpa ku sadari. 

Bahan-bahan makanan, ku biarkan terlantar di meja makan.  Kulkas terbuka.  Dan meninggalkan dia yang berdiri mematung di depan kulkas. 

Aku menangis setiba di dalam kamar.  Hal itu membuatku sakit dan pilu. 

Aku tak tahu harus bagaimana. 

Tanpa ku sadari. 

'AKU MASIH MENCINTAINYA'

*****
-Continued

Gimana?  Sarannya dong!! 

Jangan lupa untuk vote dan comment!

*Semangat!! 😘😘

You See,  I'm Feel (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang