Part 20 : Termewek-mewek

2.8K 151 0
                                    

.
.
Aku masih sengugukan malu di depan orangtua Aldo.
Setengah jengah dan malu melihat sikap Aldo yang begitu santai.

Orangtuanya tiba-tiba saja datang dengan berpakaian training begitu.
Berencana mengajak Aldo untuk berolahraga. Dan terjadilah ini.
Aku merasa di sidang.

"Kenapa kalian melakukan itu? Kamu juga.  Perempuan kenapa mau saja di gitukan?" Ucap ayah Aldo yang ku ketahui bernama Hamid, seorang dosen di universitas terkenal di Indonesia.

"Ma-aaf om..  Lia salah."

"Sudahlah Dad." Mama Aldo mencoba menenangkan Hamid.

"Dad..  Ini salah Aldo. Aldo yang maksa Aulia tinggal disini.  Dan Aldo berencana untuk nikahi Aulia sejak awal." Aldo mulai berbicara meluruskan ini kepada ayahnya.

"Tapi kenapa kamu melakukan itu padanya?  Dan kamu.." Tunjuk Hamid ke arahku.

Hayati salah apa lagiiii..
Aku frustasi menahan semua ini rasa malu ini.
Aku mendongak takut melihat ayah Aldo yang wajahnya masih terlihat tampan itu.

"Kamu anaknya siapa?"

"Lia anaknya Syakir Bimantara, Om."

Raut wajah Hamid berubah menjadi tegang.

"Kamu anaknya Syakir?" Ucap Rinni--Mama Aldo.

"Iya tante."

"Oh..  Yasudah sekarang hubungi orangtua kamu." Suruh Hamid.

Aku kaget.  Apa yang harus ku katakan? 
Mereka akan kecewa mengetahui fakta ini.

Aku semakin menangis senggugukan, aku benar-benar tak tahu harus bagaimana.  Aku takut.

Aldo menghampiri dan memelukku dari samping.
Dengan sedikit tenaga aku melepaskan tangannya dari tubuhku.

Aku mengambil handphone sambil menangis.
Menekan nomor--menghubungi ayah.

"Hallo Assalamualaikum kak." Terdengar suara Ayah lembut.

Tangisanku semakin kuat.
Rinni menghampiriku dan memelukku.
Dan disitulah tangisanku pecah. 
Biarlah basak kuyup baju emaknya Aldo. 

Kenapa juga mereka masuk Penthouse Aldo.

Hamid mengambil handphone dari tanganku.
Aku tak ingin melihat dan mendengar untuk saat ini.

"Waalaikumsalam Bim. Nih aku Hamid Cakrawala." Ucap Hamid.
Aku sedikit terkejut.
Kok santai banget ya.

"Loh..  Kamu ayahnya Aldo?" aku menegakkan tubuh tercengang.
Jadi ayah kenal Hamid?

"Iya.  Anakku udah cerita mau menikahkan anakmu.  Jadi kapan nih janji kita terpenuhi?  Bulan depan?"

Shit!!

Aku semakin bingung.
Ku tatap Aldo dan Tante Rinni bergantian.
Mereka tersenyum.

Sumpah..  Ngerasa di bodohi banget. 
Udah nangis bombay gini. Takut setengah mati.  Nyawa sudah terasa di ubun-ubun, tinggal tarik, lewat deh.

"Kamu masih ingat aja.  Sebenarnya waktu Aldo datang aku sudah sedikit curiga.  Ternyata benar.  Aku terserah Aulianya aja kapan mau nikahkan." Ucap Ayah.

Apa-apaan itu? 

Aku menatap Aldo yang cekikikan. 
Dan di balas Aldo hanya dengan mengerlingkan mata.

'Ku colok jugalah matanya itu' batinku kesal.

"Yasudah.  Besok kami ke Medan.  Buat reka ulang acara lamaran.  Hahaha" Hamid tertawa dengan keras.

Tidak keluargaku.  Tidak keluarga Aldo, semua sama-sama bikin puyeng.

"Sudah ya.  Assalamualaikum" Ucap Hamid.

Om Hamid tersenyum ramah padaku dan menghampiriku yang duduk di hadapannya.

"Maafin Dad ya,  tadi sempat marah.  Sekarang udah enggak kok.  Cantiknya menantu Daddy."

Aku bingung harus tersenyum atau bagaimana. Yang ku lakukan hanya diam dengan wajah datar.

"Tapi kan bagus juga kita grebek mereka ya Mom." Gelak tawa kembali terdengar di telingaku.

Puyeng puyeng puyeengg..

"Mom..  Boleh izin bentar.  Mau bicara dengan Aulia."

"Silahkan.  Kami tinggal dulu ya.  Mom dan Dad mau jalan-jalan pagi dulu." Ucap tante Rinni dan kembali memelukku hangat.  Uu..  Jadi rindu bunda.

Tante Rinni dan Om Hamid berjalan keluar penthouse.
Sekarang tinggal kami berdua--lagi.

"Kamu jangan marah ya.  Janji deh gak buat gitu lagi."

"Terserahmu aja" jawabku

"Jangan marah..  Yayayaa..  Aku beli es krim sama gulali deh.  Kan kamu suka banget tuh"

"Dih..  Aku bukan anak-anak!"

"Iyaiya maaf.  Senyum dong."

Aku berjalan meninggalkan Aldo menuju dapur.
Panas banget otak dan hati.

15 Menit Aldo mencoba membujukku.  Sebenarnya sudah tak mengapa.  Tapi entahlah.  Dia harus di beri sedikit pelajaran.

Saat ini kami sedang duduk di sofa menonton televisi. 
Jam 8 begini apalagi kalau bukan menonton kartun.

Thunder thunder thun thun thunder
(Thunder-Imagine Dragons)

Suara nada dering panggilan Aldo mengusikku.

"Angkat tuh."
Aldo masih saja menatapku.
Dia mengambil handphonenya yang berada di atas meja depan kami.

Ku lirik sedikit dan terlihat nama 'Sari' di layar handphonenya.

"Ya hallo?"

"......"

"Beneran?  Kamu dimana?" Ucap Aldo khawatir.  Aku sedikit kaget.

Ku lirik Aldo yang masih berbicara dengan Sari.

"Iya..  Aku datang.  Kamu tenang."

Aldo berjalan ke kamar meninggalkan aku begitu saja.

Tak lama dia keluar sudah berpakaian rapi.

"Kamu mau kemana?"

"Dia sedikit dapat masalah. Aku keluar dulu." ucapnya berlari begitu saja ke arah pintu.

"Terus aku gimana?  Gak ngajak aku gitu?"

"Kamu sudah besar.  Kamu di sini aja dulu. Aku pergi dulu"

Demi ubi busuk. Kekesalanku bertambah lagi.

Sekarang dia bermain seperti itu?
Ok kita lihat saja!!
.
.

-Continued-

Aku pengen banget cerita ini cepat selesai.  😂 Di tunggu yaa..

Jangan lupa vote dan comment yang banyak.  Makacciihh 😘😘😘



You See,  I'm Feel (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang